Sebagai tanda berduka, ada baiknya warganet berhenti berdebat karena beda pilihan politik. Apalagi saling menghina, memfitnah, mengutarakan ujaran kebencian, dan hal lainnya yang bernilai negatif. Yang paling terutama dan penting : jangan kaitkan gempa dengan pilihan politik.
Apakah perdebatan di media sosial berdampak bagi korban bencana?
Menurut saya, sangat berdampak! Coba bayangkan bila kita sedang dalam bencana, dan orang-orang malah ramai bicara soal politik yang tak membantu sama sekali. Para korban bisa putus asa, merasa tidak diperhatikan, dan kelak menjadi apatis terhadap keadaan negeri kita.
Apakah ajakan ini malah mengajak orang untuk apatis?
Memperhatikan keadaan negeri ini bukan berarti hanya memperhatikan dinamika politik. Turut berduka saat ada bencana seperti ini, salah satu bentuk perhatian juga.
Ajakan ini bukan hanya omong kosong saja. Sebelum mulai menulis, saya sudah bertekad untuk tidak menulis tentang politik selama tiga hari ke depan -- meskipun tema politik mendapat perhatian dari pembaca, yang bisa membuat penulis berbangga dan semangat karena tulisannya dibaca ribuan kali. Apalagi minggu ini masa pendaftaran calon presiden dan wakil presiden. Namun, berhubung bicara tentang politik belakangan ini selalu berujung saling mencaci, saya rela tak mendapat pembaca daripada menambah duka.
Cara-cara ini perlu sering dilakukan di negeri kita untuk menumbuhkan rasa empati. Agar saat ada bencana alam seperti ini, kita tetap saling merangkul sesama saudara sebangsa dan se-tanah air. Sudah terlalu lama bangsa kita dirobek-robek isu politik yang tak bermanfaat sama sekali bagi masyarakat banyak. Dan ini saatnya, kita melupakan semua itu, dan satu hati untuk membantu para korban -- paling tidak mengirimkan doa dan saling menguatkan.
Saya pernah berpikir, inilah manfaat kita sebagai sebuah bangsa yang bersatu di bawah merah putih. Saat sebuah daerah terkena bencana, dari Sabang sampai Merauke turut membantu. Dengan cara seperti ini, kita tak akan lama terlarut dalam penderitaan akibat bencana. Tak banyak anak-anak yang akan mati kelaparan atau bertumbuh dalam kekurangan.
Sebenarnya, kita perlu mengarahkan energi yang lebih banyak untuk memperhatikan isu ini. Sebab negeri kita berada di wilayah yang dikenal dengan sebutan Cincin Api. Saya mengikuti secara saksama wawancara sebuah stasiun televisi swasta dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dimana narasumber mengatakan bahwa wilayah negara kita ini rawan gempa, dan masyarakat harus tahu itu.
Mungkin dengan menyadari keadaan ini, kita bisa menumbuhkan kesadaran bahwa tak ada gunanya bermusuhan sesama saudara sebangsa. Sebab setiap saat, bencana bisa menimpa daerah manapun. Lebih baik energi itu kita kerahkan untuk membangun apapun, yang bisa berguna saat bencana datang bertandang.
Sebab bencana tak pernah bertanya, apa pilihan politik kita, sebelum ia menimpa.