Mohon tunggu...
Mikchel Naibaho
Mikchel Naibaho Mohon Tunggu... Novelis - Pembaca. Penjelajah. Penulis

Pegawai Negeri yang Ingin Jadi Aktivis Sosial

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"Nietzsche" Hidup Lagi, Politik yang Membangkitkannya

6 Maret 2018   06:50 Diperbarui: 6 Maret 2018   07:58 1085
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber gambar: delfi.lv)

"Whatever doesn't kill you, simply make you ... stranger"

Kutipan di atas adalah hasil plesetan The Joker dalam film The Dark Knight. Tetapi meski diplesetkan, pernyataan itu tetap masuk akal. Setidaknya dibuktikan Joker sendiri, yang menjadi aneh setelah mengalami banyak kejadian yang bisa saja membunuhnya. Namun tulisan ini tidak akan membahas Joker. Tetapi membahas pencetus kalimat filosofis itu.

Tentu tak banyak orang tahu bahwa si perangkai kata aslinya adalah seorang filsuf yang terkenal dengan julukan 'si pembunuh tuhan.' Yang kalimat aslinya berbunyi : whatever doesn't kill you, makes you stronger.

Dia lah Friedrich Wilhelm Nietzsche. Filsuf asal Jerman yang juga dikenal sebagai seorang kritikus budaya ini, 'mengabadikan' namanya setelah dengan berani 'membunuh tuhan' ('t' dengan huruf kecil, sebab tuhan yang dimaksud Nietzsche sampai sekarang masih dalam perdebatan) lewat kutipannya yang terkenal, "tuhan sudah mati, kita yang membunuhnya."

Tentu kalimat itu menimbulkan pro dan kontra. Bahkan bila Nietzsche mengatakan hal itu saat ini di negara ini, mungkin dia akan dikenakan pasal penghinaan pada agama -- meski kita tidak tahu pasti, agama mana yang menjadi perwakilan 'tuhan' nya Nietzsche. Sebagaimana kita tidak tahu pasti, 'tuhan' siapa yang dibunuhnya.

Memang ada pendapat yang mengatakan bahwa saat menuliskan kalimat filosofis itu, Nietzsche hidup di zaman dimana ilmu pengetahuan diagung-agungkan. Orang-orang mencoba menjawab semua permasalahan hidup dengan sains. Tidak terlalu mengejutkan sebenarnya, sebab di zaman itu, Eropa belum lama keluar dari abad pertengahan. Revolusi industri di Inggris dan revolusi Perancis menumbuhkan cara pandang baru manusia tentang Tuhan.

Keadaan itulah yang mengilhami Nietzsche menuliskan kalimat legendaris itu. Ia (mungkin) berpendapat bahwa 'tuhan' telah mati seiring manusia mempercayai teknologi sebagai 'jalan' menuju keabadian. Atau paling tidak, teknologi lah yang akan menciptakan surga di bumi. Dengan kata lain, teknologi menggantikan kehadiran Tuhan.

Kalimat Nietzsche ini sebenarnya bisa bermakna banyak -- sebagaimana karya sastra kebanyakan yang bisa multi tafsir. Tergantung pembacanya. Bisa bermakna keyakinan Nietzsche terhadap eksistensi manusia di masa depan, atau bisa juga sebagai kritik kepada umat beragama yang 'ber-Tuhan' tetapi kelakuannya jauh dari 'Tuhan.'

Atau mungkin saja Nietzsche bermaksud bahwa manusia akan 'membunuh' Tuhan bila masalah-masalah kecil dalam kehidupan ini selalu melibatkanNya. Dalam arti, selalu menyalahkan Tuhan atau memohon kepadaNya tanpa bertanya kepada diri kita masing-masing, apa andil kita (manusia) dalam setiap kejadian yang menimpa kita.

Sebagai contoh yang terjadi belakangan ini di negara kita. Benarkah radikalisme memang ada sebagai pengabdian kepada Tuhan? Atau radikalisme hanya 'bungkus' yang sebenarnya maksud di baliknya adalah kekuasaan politik?

Ada pendapat dari beberapa pemuka agama yang mengatakan bahwa kita (manusia) terlalu sombong dengan membawa Tuhan hanya untuk urusan pilkada. Pilkada yang hanya urusan politik, tak seharusnya membawa nama Tuhan dan ajaranNya. Tetapi kenyataannya, hal itu terjadi berulang kali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun