Mohon tunggu...
Hanief AN
Hanief AN Mohon Tunggu... -

Seorang tukang foto yang sedang belajar menulis... :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Joe dan Judo

3 Januari 2012   04:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:24 4829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_160796" align="alignleft" width="402" caption="Joe Taslim di SEA Games 2005, Cebu, Philipines (foto koleksi: Joe Taslim)"][/caption] Ketikkan "Joe Taslim" di laman mesin pencari pada peramban Anda. Jika koneksi internet Anda tidak bermasalah, maka tak lama kemudian akan muncul ribuan tautan menuju halaman tentang pria bernama lengkap Johanes Taslim ini. Coba cermati tautan-tautan tersebut. Sebagian besar diantaranya adalah tautan tentang kiprah pria 30 tahun tersebut di jagad hiburan, sebagai seorang model atau seorang pelakon. Namun jika kita cermati lebih jauh, kendati dalam porsi yang lebih sedikit, kita pun akan menemukan cukup banyak tautan yang mengungkap sisi lain seorang Joe Taslim. Sebagai seorang atlet. Sebagai judoka. Mungkin bagi sebagian dari kita itu bukan informasi baru, namun tidak sedikit dari kita yang tidak tahu bahwa pria kelahiran Palembang itu berkali-kali mengharumkan nama Indonesia di berbagai event olahraga berkat kepiawaiannya bertarung memainkan jurus-jurus judo. Bungsu dari empat bersaudara pasangan Mardjuki Taslim dan Maria Goretty ini berkenalan dengan judo dari usia yang sangat muda, 10 tahun. Sang Kakak, Peter Taslim yang juga atlet judo nasional lah yang awalnya menggeluti olahraga ini. Melihat kakaknya, dalam usia yang masih sangat muda, 13 tahun sudah bisa mandiri, bisa bertanding ke luar negeri dan ditanggung kebutuhan hidupnya oleh negara, Joe kecil pun terinspirasi untuk mengikuti jejak Sang Kakak. "Jujur, saya berasal dari keluarga yang sangat sederhana. Jadi saya waktu itu berpikir, satu-satunya cara untuk meringankan beban orang tua saya adalah dengan menjadi seorang juara, mengikuti jejak kakak saya. Jadi orangtua tidak perlu repot bekerja keras memikirkan kebutuhan saya. Malah kalau bisa saya yang membantu mereka dari bonus yang didapatkan saat memenangi sebuah event kejuaraan," ungkap Joe Taslim. Peran Ayah dalam memberikan motivasi pun dirasakan Joe sebagai salah satu faktor yang berperan besar dalam keputusannya menekuni Judo. Joe mengatakan beliau sering menekankan bahwa beladiri ditekuni bukan untuk jadi jagoan berantem, tapi untuk pondasi karakter dan mental, serta sebagai sarana meraih prestasi untuk mengharumkan nama negara. [caption id="attachment_160798" align="alignright" width="300" caption="Joe Kecil Berlatih Judo (Foto koleksi Joe Taslim)"]

1325564623722185940
1325564623722185940
[/caption] Berkat nilai-nilai nasionalisme yang selalu ditanamkan beliau juga lah, Joe yang awalnya hanya sekedar ikut-ikutan pun lambat laun sadar, bahwa olahraga adalah salah satu cara untuk membawa kehormatan untuk negara, khususnya untuk prestasi di tingkat internasional. "Beliau dulu karateka, tapi tidak sampai menjadi atlet nasional. Makanya beliau sangat ingin anak-anaknya sempai ke jenjang itu. Syukur-syukur bisa membawa nama negara ke dunia internasional. Dan sekarang kami berhasil mengabulkan cita-cita beliau," lanjut Joe. Sejak memenangi kejurnas judo junior di Makasar pada 1997, Joe remaja pun ditarik ke pelatnas. Sejak itu Joe yang awalnya juga menekuni wushu, memutuskan untuk lebih berkonsentrasi pada judo. Memasuki kehidupan di pelatnas bagi remaja yang belum lagi genap 17 tahun tentu perlu adaptasi, karena semua harus dilakukan sendiri. "Cuci baju, cuci piring, gosok baju, semua serba mandiri," katanya. Semua kegiatan diatur waktunya, kapan harus bangun pagi, latihan, makan, bahkan kapan tidur dan semua lampu dimatikan. Bila terlambat atau ada kesalahan pun ada hukumannya seperti push up, lari satu jam dan sebagainya. "Didikan semi militer, begitulah garis besarnya. Kalau ngobrolin semuanya, bisa habis 5 gelas kopi," katanya sambil tertawa. Joe menambahkan bahwa di pelatnas atlet dididik dan dilatih keras menjadi aset bangsa. Di sana selalu ditekankan falsafah judo: disiplin adalah nafasku, kesetiaan adalah kebanggaanku dan kehormatan adalah segala-galanya. Setiap pejudo harus pantang menyerah, disiplin, berlatih keras demi kehormatan diri dan negaranya. Apapun hasil yang perjuangan di pertandingan, menang atau kalah, semua dengan terhormat. Falsafah judo itu mendorong menjadi manusia yang lebih baik dan beladiri adalah medianya. Kerja keras, ketekunan, disiplin, dan semangat yang tercurah itu berbuah manis. Terbukti dari deretan prestasi yang berhasil ditorehkan Joe dalam berbagai kejuaraan. Sebagian diantaranya, sebut saja juara Asia Tenggara pada kejuaraan di Singapore 1999, beberapa medali emas pada kejurnas judo dalam rentang tahun 1999-2009, medali perak pada SEA Games 2007, dan medali emas pada PON 2008. Dengan sederet prestasi yang telah diraihnya tersebut, ketika ditanyakan tentang target yang belum dicapai, Joe menjawab, "Tentu saja ingin lebih di tingkat Asia atau dunia. Dalam sejarahnya, belum pernah Indonesia, bahkan Asia Tenggara menjadi juara Asia atau dunia. Jadi jika ingin menuju ke sana, butuh kerja keras, banyak hal yang harus ditingkatkan, dan itu mungkin sebuah proses panjang. Saya berharap junior-junior saya bisa berbuat jauh lebih baik." Sebagai seorang yang mencintai judo dan menjalaninya dengan sepenuh hati, tentu setiap proses dan pengalaman yang dilewati menjadi sangat berharga dan berkesan. Namun ketika Joe diminta memilih tiga pengalaman paling mengesankan selama malang melintang sebagai atlet judo ia memilih, "Pertama saat menjuarai kejurnas junior Ujungpandang 1997 sebagai juara I, karena semua berawal dari sana, membuka semua pintu sehingga saya bisa seperti sekarang. Kedua, saat  menjadi juara Asia Tenggara di Singapore 1999, dimana saya satu-satunya peraih medali emas putra. Dan yang ketiga, saat menjadi juara PON 2008 karena di hari yang sama kakak saya juga bertanding dan kita berdua berhasil menyumbangkan emas untuk Sumatera Selatan pada hari itu." Setelah mundur dari pelatnas pada 2009 akibat cedera lutut, Joe masih tekun berlatih judo meskipun tidak serutin saat di pelatnas. "Judo buat saya bukan hanya beladiri atau olahraga, tapi way of life", katanya. Menurutnya karakter, mental, disiplin dan nafas judo itu sangat bisa diaplikasikan dalam berbagai aspek kehidupan bermasyarakat. "Peter Taslim, kakak saya sendiri," jawabnya tegas saat ditanyakan siapa judoka idolanya, "karena ia petarung tertangguh yang pernah saya kenal dan tidak kenal menyerah. Ia juga sangat bangga dan cinta terhadap keluarga dan negaranya, " imbuhnya. Sekalipun telah mundur dari judo profesional, Joe masih menyimpan satu impian terkait dengan dunia yang dicintai sekaligus telah membesarkannya ini. Ia ingin mendirikan dojo (tempat latihan) suatu saat nanti. Tapi ketika ditanyakan apakah ia juga berminat menjadi pelatih, ia menjawab, "Menjadi pelatih adalah panggilan hidup dan butuh konsentrasi total tidak bisa dishare dengan aktivitas lain. Dengan kesibukan saya sekarang kasihan atlet-atlet saya nanti ditinggal pelatihnya terus. Hubungan pelatih dan atlet seperti hubungan ayah dan anak. Jadi sementara ini belum terpikir untuk menjadi pelatih." [caption id="attachment_160801" align="alignleft" width="300" caption="Di SEA Games 2001 Malaysia, bersama Nenek, Kakak (Peter Taslim) dan Papa (Foto Koleksi Joe Taslim)"]
13255654821190833904
13255654821190833904
[/caption] Dalam pesan yang dikirimkan, Joe menulis, "Semua prestasi yang kakak saya dan saya raih adalah gift yang tak ternilai, yang kami persembahkan buat kedua orang tua saya, terutama buat papa saya. Dalam keadaan apapun beliau selalu berusaha datang untuk melihat anak-anaknya berjuang di pertandingan dalam atau pun luar negeri. Dia selalu berpikir kalau dia tidak datang anak-anaknya bisa kalah. Dan satu hal yang selalu saya yakin Ibu saya lakukan untuk kami adalah dia tidak pernah berhenti berdoa supaya kami berhasil dalam apapun yang kami lakukan." Tahun 2003 Sang Ayah berpulang, menghadap Sang Pencipta. Tidak ada lagi kehadiran beliau mendampingi putra-putranya bertarung. Namun itu tidak membuat Joe surut dalam menorehkan prestasi dan mendulang medali di berbagai event. "Karena Papa selalu hadir di dalam hati saya. Spiritnya selalu bersama saya," katanya menutup perbicangan. --- Tulisan selanjutanya tentang Joe Taslim dan kiprahnya di jagad hiburan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun