Mohon tunggu...
Hanief AN
Hanief AN Mohon Tunggu... -

Seorang tukang foto yang sedang belajar menulis... :)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Klayar: Kecantikan yang Tersembunyi

9 Desember 2010   09:10 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:53 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Penasaran dengan satu posting di sebuah milist fotografi, akhir tahun 2009 kemarin, saya mengontak teman-teman untuk merencanakan perjalanan ke Pantai Klayar Pacitan. Apalagi setelah browsing-browsing, nemu banyak link yang makin mengobarkan rasa penasaran saya. "Panas" saya membaca pujian para fotografer dan blogger di link-link itu. Letaknya pun tidak terlalu jauh dari kampung saya. Perkiraan hanya 3-4 jam jalan darat. Tidak butuh kata-kata ribet rayuan apalagi proposal untuk nemuin orang-orang yang gampang dikomporin untuk diajak jalan.hehe. Akhirnya disepekati eksekusi-nya long weekend awal tahun 2010 ini. Berduabelas dengan 1 mobil dan 5 motor kami berangkat juga. Perjalanannya dengan rute Salatiga-Boyolali-Solo-Sukoharjo-Wonogiri-Pacitan sih terus terang biasa-biasa saja. Pemandangan kota berseling kota kecil, perkampungan, sawah, kebun, ladang, sesekali menyebrangi jembatan, sudah biasa kami lihat. Yang lumayan menarik bagi saya adalah pemandangan Waduk Gajahmungkur di daerah Wonogiri yang kilau birunya kelihatan timbul tenggelam dalam jajaran pohon di pinggir jalan mulus berkelok. Baru saat mendekati tujuan, dinamikanya lebih terasa: kelokan-kelokannya lebih pendek dan tajam, naik turunnya pun lebih intens dan ekstrim. Terus terang, baru disitulah saya beneran menikmati pemandangannya. Mengingatkan saya pada jalan menuju puncak Telamaya di Getasan, Kabupaten Semarang. Salah satu yang membedakan barangkali vegetasinya, yang merupakan tumbuhan khas dataran rendah. Meskipun kami semua belum pernah ke Klayar tapi dengan bantuan papan petunjuk yang cukup banyak, dan sesekali bertanya pada orang-orang, tidak sulit bagi kami untuk menemukannya. Menurut berbagai sumber, sekitar 2-3 kilometer menjelang pantai kondisi jalannya sangat buruk: gak aspal, berbatu-batu, sempit sehingga kalau papasan ribet, berkelok, naik-turun, bahkan ada informasi, mobil tidak bisa sampai ke lokasi dan harus dititipkan di rumah penduduk. Saat akhirnya sampai di jalan tak beraspal, saya hanya membatin, ini dia, meskipun terus terang, bayangan saya jauh lebih buruk dari itu. Seraya terus melewatinya saya menebak-nebak mana jalan yang "sangat buruk" itu. Setelah sekitar 2 km berjalan tanpa menemukannya, kami mendapati jalan dihadapan kami mulai menurun cukup tajam, dan pemandangan diujungnya membuat saya terpana. Hamparan pasir putih dengan pantai biru berkilau lembut memantulkan sinar matahari sore hari yang hangat. Ombak keperakannnya bergulung-gulung. Hembusan angin sore melambaikan daun-daun jajaran nyiur yang memagarinya. "Subhanallah cantik sekali," gumam saya. Saya memutuskan untuk turun dari boncengan dan mulai jeprat-jepret sambil tak henti-hentinya bergumam takjub dengan keindahannya. Beberapa teman pun beraksi dengan kameranya masing-masing. Dapat beberapa frame, tak sabar kami berlari-lari kecil menuruni jalan itu, sementara teman-teman yang lain sudah memarkir kendarannya. Suara anak-anak yang riang bermain di pantainya timbul tenggelam dalam suara debur ombak yang tak henti.. Sekali lagi saya memuji nama-Nya melihat kecantikan pantai di hadapan saya. Pengunjung pantai lumayan banyak, meskipun tidak bisa dibilang ramai. Terlihat beberapa mobil dan motor terparkir. Sepanjang sore sampai lepas Maghrib itu kami hanya menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan santai menyusuri pantai ke arah timur tak hanya untuk mengeksplor tapi juga mencari tempat yang keren untuk menyaksikan sunset. Sayangnya sore itu mendung bergumpal-gumpal di ufuk barat, meskipun bias keemasan dengan semburat lembayung dan pendar jingga di tepi-tepi awannya pun terlihat sangat memesona. Semua spot di pantai ini menawarkan keindahannya sendiri yang tak habis-habisnya membuat kami takjub. Pantai berkoordinat 8°13′34″S 110°56′35″E yang berada di wilayah Kecamatan Donorojo, kurang lebih 35 Km arah barat kota Pacitan ini punya banyak keunggulan. Disini kita bisa menemukan pantai berpasir putih yang landai, geser sedikit nemu pantai berbatu-batu bulat, di bagian lain nemu bukit-bukit karang yang gagah diterjang ombak, ada semacam panggung batu yang cukup luas dengan air menggenangi memantulkan karang-karang kuning pucat yang memagarinya, ada air mancur alami setinggi sekitar 10 meter, ada ombak gede-gede yang setiap menerjang karang limpasannya menciptakan air terjun mini yang berderet-deret, ada laguna mungil, beberapa petak sawah berundak-undak yang gak terlalu jauh dari pantai dan lain-lain. Cantik dan memanjakan mata. Worthed banget lah dengan perjalananya yang sekali lagi ternyata gak separah bayangan saya. Fasilitas yang ada pun sangat memadai untuk saya. Ada Musholla, warung makan (meskipun cuma sampai sore) yang harganya relatif murah untuk standar backpacker sekalipun dan kamar mandi. Apa lagi? Itu sudah lebih dari cukup bagi saya. Yang lebih parah aja, pernah ngrasain dan enjoy-enjoy aja kok.hehe. Jadi gak masalah juga, kalau malam itu masak sendiri makan malam kami dan nginap di pantai. Tidur di alam terbuka. Anda hanya perlu meluangkan waktu, datang dan nikmati. Satu yang menjadi catatan barangkali adalah untuk selalu waspada dengan besar dan derasnya ombak khas pantai Selatan Jawa ini. Sudah banyak cerita teman-teman fotografer mengalami nasib kurang beruntung disini karena alat-alatnya terguyur ombak dan rusak total. Ketika membaca link tentang itu baru-baru ini, saya jadi bergidik dan tersenyum kecut mengingat waktu itu pernah mengambil gambar dengan angle-angle yang agak ekstrim di sini.. Memang belum terlalu banyak pantai yang saya kunjungi, tapi saya berani pastikan diantara semua pantai yang pernah saya kunjungi, inilah salah satu yang terbaik. Kalau memang sebegini keren pantainya, jujur saya akui bahwa pujian para fotografer dan blogger itu tidak berlebihan, namun kenapa baru-baru itu saja saya dengar namanya, sementara posisinya yang di Jawa Timur bagian barat berbatasan dengan Jawa Tengah tidaklah terlalu jauh dari tempat saya di Jateng? Bahkan di Yogya, yang bisa dibilang kota yang paling sering saya kunjungi setelah Salatiga, dimana banyak teman-teman disana yang rata-rata doyan jalan, dan hanya sekitar 3 jam lebih dikit perjalanan menuju Klayar, namanya pun belum pernah saya dengar disebut-sebut. Gaungnya begitu lemah. Atau sebegitu katak di bawah tempurung-nya kah saya?hehe. Keterbatasan fasilitasnya yang bagi orang lain mungkin jadi masalah, sama sekali bukan hal yang menjadikan pantai ini berkurang nilai dan pesonanya bagi saya. Saya malah berpikir, jika pantai ini sudah sedemikian sangat terkenal, dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas, akan banyak hal yang pasti juga berubah. Akses kesana mulus, banyak penginapan dengan berbagai kelas, banyak pilihan tempat makan, banyak toko cenderamata, bahkan mungkin banyak persewaan surfing board atau body board lengkap dengan short course-nya, banyak tukang pijet dan tukang kepang rambut, banyak penjaja berseliweran, dll. Ada sedikit kekhawatiran, itu malah mengurangi nilai pantai ini. Mungkin akan memudahkan banyak kepentingan di satu sisi, tapi pasti ada atmosfer yang berbeda. Ada kedamaian yang terusik. Ada yang hilang. Saya sudah cukup jatuh cinta dengan pesonanya yang sekarang, dengan segala keterbatasannya, dengan segala tantangan untuk mencapainya. Tapi di satu sisi saya pun berpikir dengan sedemikian besar potensi yang dipunyainya, kenapa pemdanya tidak tergerak untuk lebih mengeksploitasi potensinya dan mengeksposnya? Memang dalam website pemda dan dinas pariwisata setempat, ada nama Klayar, ada penjelasan singkat tentangnya, tapi semuanya terasa nanggung, tidak maksimal. Dengan pembenahan akses dan publikasi yang baik, saya yakin banyak investor yang dengan senang hati menanamkan modalnya disini. Banyak pantai yang 'biasa-biasa aja' bisa jadi terkenal dan ramai dikunjungi, karena dikelola dengan baik dan dipromosikan dengan gencar. Apa yang kurang dari pantai ini? Sementara masyarakat sekitar pun berhak untuk kecipratan rejeki dari keberadaan pantai ini. Lapangan kerja baru bisa terbuka. Tidak hanya menjadi sumber pendapatan daerah, lebih jauh juga bisa mengatasi beberapa permasalahan sosial masyarakat. Betul, segala sesuatu pasti mengandung konsekuensi. Tak terkecuali pilihan untuk mempertahankan pantai ini apa adanya atau mengeksploitasinya. Positif dan negatif adalah dua sisi dari sekeping koin. Akan ada keuntungan yang diterima, namun juga akan ada ekses yang tak terelakkan. Semoga ini cuma ketakutan saya yang berlebihan, karena cukup banyak tempat yang berkembang subur industri pariwisatanya, namun kehidupan budaya, masyarakat bahkan kesakralannya tetep terjaga baik. Bisa berjalan seiring dan harmonis. Kalau di tempat lain bisa, kenapa di Klayar tidak? Tapi toh jika suatu saat nanti, pantai ini menjadi salah satu obyek wisata unggulan yang moncer sampai ke luar negeri dan dibanjiri wisatawan asing dan domestik, berani bertaruh para penggemar suasana alami, keheningan, ketenangan atau tempat yang tidak banyak terjamah, tidak akan kekurangan tempat untuk didatangi dalam memuaskan keinginannya. Gak usah jauh-jauh ke luar. Indonesia luas Gan, banyak tempat cantik yang belum banyak terekspos. Sejak dini hari sampai menjelang siang itu, kami menghabiskan waktu dengan mengulang rute yang kami lewati sore sebelumnya. Hunting sunrise, bermain-main di pantai dan yang tidak ketinggalan: berfoto-foto. Tentu saja jalan-jalan dengan para pengidap narcissism syndrome akut sama artinya dengan siap meladeni hasrat berfoto-foto di hampir semua spot. Yang menyenangkan bagi saya, setidaknya saya punya cukup banyak model yang dengan senang hati rela disiksa untuk diam tidak gerak, freeze 30 detik.hehe. Tapi siapa sih yang tidak ingin diabadikan dengan latar view sekeren itu? Bahkan saya yang paling males berfoto pun tergoda juga. Siang itu, hari kedua di Klayar, ketika bersiap untuk meninggalkannya, sekali lagi saya menoleh dan membiarkan mata saya puas menjelajah. Saya memandang lepas ke kejauhan tak berbatas Samudera Hindia yang bergelora ini. Sambil memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam seolah ingin mengisi rongga dada saya penuh-penuh dengan atmosfernya, saya berbisik dalam hati, "I'll be back someday.")* )* Lagi pengen bikin ending yang agak lebay nih...hehe. Foto-foto lain bisa dilihat disini

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun