Mohon tunggu...
Bahasa Kita
Bahasa Kita Mohon Tunggu... -

Kami cinta bahasa Kami ingin menulis bersama Kami ingin belajar bersama Kami ingin berbagi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bahasa 'Ajaib' di Era Abad 21

18 Februari 2015   07:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:59 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seiring berkembangnya zaman, majunya teknologi dan informasi, yang diikuti dengan pola komunikasi yang semakin bervariasi, Pada era abad 21 ini banyak memunculkan fenomena, terutama fenomena terhadap mobilitas perkembangan bahasa. Salah satunya bahasa pemersatu bangsa kita, yaitu Bahasa Indonesia. Dengan semakin bebas dan luasnya ragam komunikasi, telah melahirkan 'bahasa ajaib', yang penulis tujukan pada bahasa Alay sebutannya. Mengapa penulis anggap bahasa Alay sebagai bahasa ajaib?

Bahasa alay ini mampu menarik perhatian semua orang, terutama kaum muda, yang disinyalir dan dianggap pula sebagai aktor asal mula munculnya bahasa tersebut. Bahasa alay ini tidak mempunyai struktur kebahasaan yang baku, tata bahasa pun tek jelas, yang penting ngasal dan semau gue. Bahkan bahasa alay ini secara perlahan dapat menggoyahkan tatanan kebahasaan Bahasa Indonesia. Bahasa ALAY ini kependekan dari Anak LAYangan. Ada yang menyebut Anak lebAY. Bahkan juga yang menyebut Anak keLAYapan. Mau apapun itu, yang jelas alay merujuk pada pemaknaan tentang anak-anak yang semau sendiri, tidak mau diatur, dan berprilaku sok ; sok manis, sok keren dan sok cute. Orang muda ini menempatkan diri sebagai generasi terbaru dari produk kemajuan virtual dan digitalisasi teknologi.

Keberadaan bahasa alay ini tentunya merupakan salah satu bentuk “cacat wicara”. Selain bahasa yang tidak berpola, struktur kebahasaan yang ngawur, kosakata dan cara berbahasa alay pun bisa kita buat sendiri semau kita. Begitu ajaibnya bahasa ini. Hal tersebut disadari atau tidak, merupakan salah satu bentuk degradasi kebahasaan kita. Bahasa Indonesia yang dari dulu kita jadikan primadona yang dapat mempersatukan semua warga, kini tercoreng dengan munculnya bahasa alay ini.

‘Rumah’ bisa jadi humz, hos ; ‘Manis’ bisa jadi maniezT, MaNiess, bahkankata ganti ‘Kamu’ bisa jadi Q, Kamuh, Kamyu, Kammuh. Masih banyak lagi contoh bahasa alay yang mungkin sering kita temui dan baca di sms, BBM, Internet, terutama di jejaring sosial ; facebook, twitter, line, instagram, dll. Dari mulai huruf yang dilebih-lebihkan, kata yang dipotong-potong, hingga penyingkatan kata dengan satu atau dua huruf saja. Hal tersebut tentunya jauh dari etika kebahasaan bahasa Indonesia kita, apalagi jika dikaitkan dengan EYD (Ejaan Yang Disempurnakan). Sungguh jauh dan malah terkadang miris. Bagaimana kita bisa bangga terhadap Bahasa Indonesia kita, jika kita seenaknya merubah dan mengkreasi ngawur bahasa. Bagaimana kita bisa menghargai Bahasa Indonesia kita, jika bahasa Indonesia kita seenaknya dipermainkan.

Tidak perlu saling tuduh menuduh siapa yang salah, dan siapa yang harus bertanggung jawab. Semua pihak harus benar-benar memiliki kesadaran akan perubahan ke arah yang lebih baik. Mungkin kemunculan bahasa alay ini sebagai akumulasi dari kekeliruan dan kesalahan orang tua bahkan masyarakat yang tidak bisa membiasakan cara berbahasa yang baik, sehingga anak-anaknya, yang menjadi anak muda saat ini, merasa bebas, tidak memiliki beban dan merasa tidak bersalah untuk merubah dan melencengkan bahasa, khususnya bahasa Indonesia. Anak muda di saat frustasi, saat membutuhkan tempat untuk mencurahkan perasaan hati, sampai hanya sekedar curcol ngawur di sosial media, telah menjadi sesuatu hal yang biasa untuk menjadikan bahasa alay ini sebagai cara mereka untuk berkomunikasi.

Apa solusinya?

Setiap permasalahan pasti ada jalan keluarnya, penulis sedikit berbagi pemikiran tentang upaya yang kiranya dapat kita lakukan untuk menekan keberadaan bahasa alay ini, supaya kita tetap bangga untuk menggunakan bahasa kebanggaan kita, Bahasa Indonesia :

Pertama ; bagi orang tua dan pendidik budayakan berbahasa yang santun kepada siapa saja, kepada sesama, kepada orang yang lebih tua, apalagi terhadap anak-anak kita. Sehingga anak kita pun terbiasa berbahasa yang baik dan terbawa pada lingkungan yang baik pula.

Kedua ; bagi orang tua, pendidik dan masyarakat umum, berikan uswah hasanah, teladan yang baik, kebiasaan yang baik, dan upayakan hindari kesalahan, terutama di hadapan anak kita. Imam Al-Ghozali dalam Burhanuddin, 2011 : 17 mengatakan : “Bagaimana mungkin bayangan itu akan tegak lurus, kalau tongkatnya sendiri bengkok”. Perkataan Al-Ghozali tersebut menggambarkan bahwa bagaimana anak kita akan berakhlak dan berbahasa baik, kalau kita sebagai orang tuanya pun tidak berakhlakul karimah dan berbahasa yang baik.

Ketiga ; bagi orang tua, terutama pendidik, seyogianya lebih menekankan lagi bagaimana cara penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar menurut EYD, sehingga anak mudah menggambar dan menerapkan bahasa yang layak dan patut digunakan.

Keempat ; bagi orang tua dan pendidik, sebaiknya banyak membaca tulisan yang menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Artinya di dalam buku tersebut terdapat tulisan yang formalitas dan sesuai dengan kaidah yang berlaku. Misalnya, berita,wacana ataupun informasi dalam surat kabar.

Yang kelima, sebaiknya kita semua rajin membaca KBBI, karena banyak kosakata bahasa Indonesia yang sudah banyak dilupakan. Ini adalah salah satu wujud  bangga terhadap bahasa kita.

Insha Alloh, kiat-kiat di atas dapat menjadi solusi untuk menjadikan Bahasa Indonesia sebagai bahasa kebanggaan kita, terutama bagi anak muda. Bangga dengan sering menggunakannya, dengan baik dan santun dalam melafalkannya, sehingga ragam komunikasi pun dapat berjalan dengan lebih indah dan  tertata.

Penulis hanya sekedar berbagi pemikiran, dan berharap supaya semua kalangan bisa ikut menyadari akan pentingnya membudayakan Bahasa Indonesia yang baik, dari mulai orang tua, guru, para elit dan masyarakat umum. Sehingga Bahasa Indonesia dapat kembali digemari dan dibanggakan oleh semua kalangan, terutama kaum muda. Mohon maaf apabila terdapat kalimat atau kata yang kurang tepat. Penulis sangat berharap komentar dan saran yang membangun dari berbagai pihak, sehingga penulis dapat kembali termotivasi untuk selalu menulis dan berkarya. Semoga bermanfaat.

Moch. Irfan Hikamudin

Kelas 3-IPA (Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Purwakarta)

Daftar Rujukan :

Burhanuddin & Asep Sopian. (2011). Islam My Way Of Life. Subang : Royyan Press.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun