Harum cengkeh dan pala dari Jaziratul Muluk terbawa angin sampai ke Eropa, benua orang- orang berambut pirang dan ganas, berhidung patah seperti kakatua. Kemasyhuran-nya menjadi pendorong serta cikal bakal, pencahrian dunia baru pun di lakukan atas nama rempah-rempah. rute-rute pelayaran pun di buka dari Malaka hingga Maluku abad ke 7 hingga 18. Sebagai penanda pintu masuk ke Nusantara, seolah menjadi lahan hidup baru, dan tempat yang di janjikan Tuhan sebagai tanah sorga.
Pada malam ke 10 Ramdahan bulan dilangit, perjumpaan tak sengaja dengan kawan lama, yang darinya banyak cerita masalalu dan petuah suci para leluhur, yang tersimpan rapi dalam memorinya. Tanpa usang di makan usia, sebuah cerita masalalu yang sudah tentu sangat di gemari banyak kalangan, dan tentua pula saya.
Alkisah kawan ini bertutur. sembil menarik nafas yang terasa dalam ia kemudian di kisahkan. Zaman dulu di tempat mu “Jaziratul Muluk” itu sangat mengesankan hidup-lah sepasang keturunan “Adam dan Hawa”. Daerah tropis dengan kesuburan tanah yang di taburi vulkanik. tumbuh subur cengkeh dan pala menambah eksotis-nya, dengan alam nan indah di padu nyanyian gelombang denggan buih-nya terlihat sempurna di pandang mata.
“Tahu kah kamu siapa yang aku maksudkan sepasang keturunan (Adam dan Hawa)…..?”
Tanya kawan itu kepada saya.
Jawab saya dengan nada lirih.
“Tidak……!”
Kawan lama pun langsung menjelaskan
“Dia-lah Jafar Shadiq dengan sebutan lain Jafar Nuh, dan Pasangan-nya Siti Nursafa.”
“Itulah leluhur mu…..!”
Sambil terkejut, saya tanpa kata.