Mohon tunggu...
Baharuddin Riqiey
Baharuddin Riqiey Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Ilmu Hukum

.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Melibatkan Partisipasi Publik dalam Pembentukan UU

19 Januari 2022   09:06 Diperbarui: 19 Januari 2022   10:21 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melibatkan partisipasi publik dalam pembentukan undang-undang adalah suatu keharusan atau bisa dibilang kewajiaban, karena jika hal ini tidak dilakukan maka suatu UU bisa dinyatakan cacat formil, dan akibatnya adalah bisa dibatalkan seluruh muatan undang-undang yang didalamnya. 

Masyarakat diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembentukan UU karena ini merupakan amanat konstitusi yang menempatkan prinsip kedaulatan rakyat sebagai salah satu pilar utama bernegara.

Setelah kemarin kita mengetahui semua bahwa UU Ciptaker dinyatakan oleh MK Inkonstitusional bersyarat dan dalam proses pembentukannya dinyatakan cacat formil dikarenakan tidak melibatkan partispasi publik yang luas, maka sudah seharusnya para pembuat UU harus banyak mengambil pelajaran, misalnya dalam UU cipta kerja tersebut, MK mengigatkan DPR bahwa, yang dibutuhkan adalah partisipasi yang bermakna (meaningful participation), bukan hanya sekedar mengadakan webinar kemudian hal tersebut ditafsirkan sudah melibatkan partisipasi publik.

Partisipasi publik yang bermakna setidaknya memenuhi tiga syarat, yaitu yang pertama, hak untuk didengarkan pendapatnya (right to be heard), yang kedua yaitu, hak untuk dipertimbangkan pendapatnya (right to be considered), dan yang terakhir yang ketiga yaitu, hak untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explained).

Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Feri Amsari mengatakan bahwa dalam pembahasan sebuah rancangan UU setidaknya harus memiliki lima tahapan, lima tahapan tersebut adalah yang pertama perencanaan, kemudian yang kedua penyusunan, kemudian yang ketiga pembahasan, kemudian yang keempat yaitu pengesahan, dan yang kelima yaitu pengundangan. Kelima tahapan tersebut harus melibatkan partisipasi publik.

Kemudian kita berharap agar pembentuk UU benar benar melibatkan partisipasi publik dalam pembentukan UU entah yang lagi ramai sekarang mengenai UU IKN atau yang lain sebagainya. Jangan sampai para pembentuk UU mengandaikan bahwa pandangan-pandangan para ahli itu bisa menggantikan pandangan dari masyarakat, ini yang sesungguhnya oleh MK dikatakan partisipasi yang tidak meaningful atau tidak bermakna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun