Mohon tunggu...
Bahar Maksum
Bahar Maksum Mohon Tunggu... profesional -

Sejak masih kuliah di IAIN Sunan Kalijaga mulai menekuni dunia jurnalistik. Mulai sebagai wartawan Tablboit Exponen, Harian Pelita, lantas ke Jawa Pos, kemudian pindah ke Media Indonesia dan sekarang menangani majalah internal Realita Haji dibawah Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Kementerian Agama.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mestinya Subsidi Pupuk Non Organik Dicabut

17 Februari 2014   15:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:45 271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Komisi IV DPR RI membuat keputusan yang sangat mengejutkan, yakni mencabut Subsidi Pupuk Organik. Ini benar-benar keputusan dari orang-orang yang terhormat tetapi sebenarnya tidak terhormat. Mereka mengaku wakil rakyat, tetapi sama sekali tidak berpikir untuk membela kepentingan rakyat kecil kalangan petani yang terus hidup termarjinalkan dengan kemiskinannya.

Bayangkan, pupuk organic yang sekarang mulai memasyarakat di kalangan petani dalam usaha memulihkan kondisi kesuburan tanah yang telah lebih 30 tahun diracuni dengan pupuk non organic yang menggunakan bahan-bahan kimia, sekarang subsidinya dicabut. Sementara subsidi pupuk non organic yang telah merusak kesuburan tanah pertanian dipertahankan.

Apakah anggota DPR yang berjumlah 560 orang didukung dengan ribuan staf ahli dan asisten pribadi itu tidak faham tentang pertanian dan pupuk organic serta pupuk non organic? Kayaknya sangat mustahil. Yang paling pasti, dalam otak mereka adalah agar produksi bahan pangan dari pertanian tetap tidak mencukupi untuk konsumsi dalam negeri. Sehingga semuanya harus diimpor dari berbagai Negara lain, karena dari impor impor impor itu, jelas fee fee fee yang mereka terima.

Penulis berani menegaskan seperti itu, semuanya berdasarkan fakta. Salah satu contohnya, ya kasus impor daging yang melibatkan mantan Presiden PKS (Partai Keadilan Sejahtera) Luthfi Hasan Ishaaq yang saat ditangkap oleh KPK juga anggota Komisi I DPR RI. Atas perjuangannya mengusahakan rekomendasi dari Menteri Pertanian Suswono yang juga pimpinan PKS agar PT. Indoguna Utama dikasih jatah impor daging hingga 8.000 ton atau 8 juta kg, Luthfi yang divonis 16 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor itu, mendapatkan fee Rp 5.000,- (lima ribu perak)/Kg.

Hanya Rp 5.000,-. Tetapi jika dikalikan dengan 8 juta kg, hasilnya lumayan juga, Rp 40 milyar (Empat puluh milyar rupiah). Cukuplah untuk nambai tekad PKS untuk jadi partai 3 besar dalam Pemilu legislative 9 April nanti.

Benar-benar menggiurkan… Duit seperti itulah yang dikejar mantan teman-teman Luthfi Hasan Ishaaq yang sekarang bercokol di DPR RI. Apalagi sekarang mereka sedang ‘’berbaik hati’’ pada rakyat agar dipilih sebagai anggota DPR lagi. Mereka akan mengorbankan duit berapa pun agar terpilih lagi. Sebagai gantinya, ya dari fee fee fee itulah yang mereka kejar dengan mencabut subsidi untuk pupuk organic. Sehingga, para petani tetap menggunakan pupuk non organic agar produksinya tetap tidak mencukupi kebutuhan konsumsi nasional. Dengan demikian, jalan keluarnya ya impor impor impor terus.

Mereka tahu, jika para petani itu menggunakan pupuk organic, maka produksi padi akan berlimpah, yang berarti ada harapan kita swasembada beras. Ini berarti, tidak akan ada impor impor impor beras dan kebutuhan konsumsi lainnya, yang berarti tidak akan ada fee fee fee lagi. Untuk itu, petani tidak boleh menikmati harga murah pupuk organic yang disubsidi selama ini.

Pupuk Organik Mikroba Lebih Murah

Dari pengalaman penulis yang akhir-akhir ini terlibat langsung sebagai pembinaan petani dalam penanaman padi organic pola mikroba di NTB (Nusa Tenggara Barat), sebenarnya penggunaan pupuk mikroba sangat murah dan tanpa subsidi sama sekali. Dalam 1ha sawah untuk penanaman padi organic, hanya memerlukan biaya sekitar Rp 800.000,- (Delapan ratus ribu rupiah), sementara untuk padi non organic yang menggunakan pupuk urea, bisa mencapai 600 kg a Rp 2.000,-/kg atau Rp 1,2 juta, belum lagi ditambah dengan pupuk TSP, NPK, pestisida, herbisida dan sebagainya, yang total bianya mencapai sekitar Rp 2 juta.

Itu hanya untuk pupuk, dan untuk non organic udah disubsidi. Sementara pupuk mikroba yang kami pakai, sama sekali tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah. Itulah sebabnya, kami selalu menggunakan motto : Kami Bangga menjadi Petani Tanpa Subsidi Negara

Dengan pupuk mikroba yang sangat murah itu, hasil produksinya bisa dua kali lipat hingga 3 atau 4 kali lipat dari produksi padi non organic. Belum lagi harga jual berasnya, di sejumlah mall, minimal Rp 26.000,-/kg dan ada yang mencapai Rp 40.000,-/kg. Beras non organic, hanya Rp 8.000,-/kg. Produksi beras non organic yang menggunakan pupuk bersubsidi, seperti urea, TSP, NPK, pestisida dan herbisida, hasilnya hanya 4-5 ton/ha. Padi organic pola mikroba minimal 8 ton, tanam ke dua bisa 12 ton, tanam ke 3 bisa 14 ton/ha dan seterusnya.

Dengan hasil produksi padi organic pola mikroba seperti itu, sebenarnya subsidi tidak diperlukan lagi. Bahkan, dalam waktu yang tidak terlalu lama, Indonesia akan surplus produksi padi organic. Permintaan ekspor padi organic dari berbagai Negara ke Indonesia sangat besar. Dari data yang ada, permintaan itu mencapai 350.000 ton/tahun, sementara produksi padi organic Indonesia yang bisa diekspor hanya sekitar 120.000 ton/tahun. Sekitar 200% permintaan ekspor padi organic ke berbagai Negara yang belum bisa dipenuhi oleh Indonesia.

Bukan hanya kebutuhan pupuk yang sangat irit dalam penanaman padi organic pola mikroba ini, juga dalam hal kebutuhan bibit. Kalau bibit padi non organic, biasanya bisa mencapai dari 100 kg hingga 120 kg/ha. Sementara untuk bibit organic, hanya perlu bibit 6-7 kg/ha dan tidak perlu bibit unggul atau varietas tinggi. Yang penting, bibitnya berisi penuh dan berkualitas.

Dalam masalah kebutuhan air, padi organic pola mikroba ini hanya sekitar 20% sampai 30% dari kebutuhan air padi non organic. Sementara untuk kebutuhan produksi dan operasional lainnya, relative tidak jauh berbeda, seperti biaya bajak, biaya penyiangan, biaya penanaman (Organik lebih murah, karena bibitnya hanya 6-7 kg/ha).

Penanaman padi organic pola mikroba ini, bukan hanya produksinya yang tinggi, tetapi kualitasnya sangat baik dan sehat karena tanpa kimia atau residu yang ditinggalkan oleh pupuk non organic berkimia, juga tanah makin subur dan tidak merusak lingkungan.

Dengan demikian, sebaiknya subsidi pupuk non organic itu yang dicabut, sehingga petani beralih ke penanaman padi organic yang bisa menyehatkan tanah, produknya juga beras yang bebas dari residu yang ditinggalkan oleh pupuk non organic berkimia. Kesehatan lingkungan lebih terjamin dan masyarakat Indonesia yang mengkonsumsi padi organic bisa lebih sehat dan gagah, tidak mudah terserang berbagai penyakit.

Semoga semuanya sukses, Demi Indonesia yang lebih baik dan lebih bermartabat

Jakarta, Senin 17 Februari 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun