Hebat sekali, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Capresnya Jokowi setiap ketemu wartawan selalu bilang tidak mau bagi-bagi kekuasaan. Karena, Indonesia menganut sistem Presidensial. ''Saya ingin menegakkan perundang-undangan negara kita,'' tegas Megawati dalam setiap kesempatan.
Memang benar, dalam sistem Presidensial, Presiden punya hak prerogatif untuk menyusun kabinetnya. Hal ini murni dilaksanakan pada era orde baru dibawah pimpinan Jenderal Besar Soeharto. Mega sepertinya ingin mengikuti jejak Rejim Orde Baru tersebut.
Saat SBY menjadi Presiden RI mulai 2004 hingga 2014, hak prerogatif itu sepertinya terkoyak-koyak. Karena dalam penyusun kabinetnya, dia membagi-bagikan kursi kabinetnya dalam koalisi kepemimpinannya. PDIP yang tampil sebagai opposisi selalu mengecam adanya bagi-bagi kekuasaan itu.
Menjelang Pilpres 2014 atau tepatnya sejak usai Pileg 9 April lalu, Jokowi yang dicapreskan PDIP langsung bersafari menemui Partai Nasdem, kemudian menemui pimpinan PKB. Dalam setiap pertemuan itu, Jokowi atau Mega selalu, mau berkoalisi tetapi tidak mau bagi-bagi kekuasaan, sesuai prinsip sistem pemerintahan Presidensial. Baik Nasdem atau pun PKB menerima penegasan Jokiwi dan Megawati.
Apakah penegasan Megawati dan Jokowi itu murni demi tegaknya konstitusi negara kesatuan RI? Nampaknya, hal itu perlu dipertanyakan. Karena sekarang mulai terkuak, bahwa alasan itu semata-mata karena Megawati tidak rela, pihaknya mencalonkan Capres dan Cawapres dari luar trah keturunan Bung Karno sebagai leluhurnya sekaligus bapak biologis dan bapak ideologinya.
Jokowi jelas bukan keturunan trah Bung Karno. Dengan demikian, jika Cawapresnya juga bukan dari trah Bung Karno, berarti perjuangan mereka selama ini untuk membangun PDIP, akan sia-sia. Itulah sebabnya, mereka akan mati-matian menyodorkan kader-kader yang masih keturunan secara biologis dari Bung Karno, mungkin Puan Maharani atau Prananda, keduanya anak kadung Megawati Soekarnoputri. Atau mungkin juga Capres atau Cawapresnya Megawati sendiri, siapa tahu...... Karena dalam Rapimnas PDIP beberapa waktu lalu telah memberikan mandat Ketua Umum untuk menentukan sendiri, siapa Capres dan Cawapres PDIP dalam Pilpres 2014 nanti.
Sebelumnya mereka bertekad untuk bisa meraih suara dalam Pileg 9 April lalu hingga sekitar 27%, sehingga tanpa berkoalisi dengan partai lainnya, pihaknya bisa mengajukan sendiri Capres dan Cawapres. Tetapi apa daya tak sampai, PDIP hanya meraih suara 18,95% atau 109 kursi di DPR RI dari 112 kursi seharusnya untuk bisa mengajukan Capres dan Cawapres sendiri dalam Pilpres 9 Juli 2014 nanti. Saat itu, mereka memang akan mengajukan pasangan Capres Jokowi dengan Cawapresnya Puan Maharani.
Karena target 20% perolehan kursi DPR tidak tercapai, maka Jokowi yang telah ditetapkan sebagai Capres, mau tidak mau langsung memimpin safari politik untuk mencari teman koalisinya. Dan, mereka berhasil mengajak Nasdem dan PKB untuk berkoalisi. Namun dalam berbagai pertemuan dengan calon partai koalisinya, baik Jokowi atau pun Megawati selalu menegaskan, tidak akan bagi-bagi kekuasaan, termasuk penentuan Cawapres yang akan mendampingi Jokowi. Cawapres untuk Jokowi akan ditentukan sendiri oleh Megawati sebagai Ketua Umum DPP PDIP.
Apakah pasangan Jokowi-Puan Maharani bisa memenangkan Capres 2014? Menurut hasil survey beberapa lembaga survey, Jokowi tidak akan terkalahkan oleh pasangan Capres-Cawapres lainnya. Bahkan, jika Jokowi dipasangkan dengan Sandal pun, akan tetap memenangkan Pilpres tersebut. Bagaimana pandangan kalian?
Yang Jelas..... tertipu lah kalau begitu, partai-partai yang sudah menyatakan diri untuk berkoalisi dengan PDIP. Padahal, Nasdem udah mengajukan Jusuf Kalla sebagai Cawapres yang akan mendampingi Jokowi. Atau pun PKB yang konon mengajukan Mahfud MD sebagai Cawapresnya Jokowi..... oooo gicu tooooo
Mungkinkan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H