DALAM kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan pemerintahan, organisasi, maupun kelompok sosial lainnya, kita sering mendengar istilah “sinergitas.” Secara umum, istilah ini menggambarkan kolaborasi yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk mencapai tujuan bersama yang maksimal. Sinergitas ini dibangun melalui komunikasi yang baik, koordinasi yang terarah, dan pemahaman bersama terhadap tujuan yang hendak dicapai.
Namun, belakangan ini, makna sinergitas kerap disalahartikan dan digunakan sebagai alat untuk menutupi kesalahan individu atau kelompok. Fenomena ini semakin mengemuka ketika suatu pelanggaran atau kesalahan ditutupi dengan dalih menjaga kebersamaan atau demi menjaga keharmonisan dalam kelompok. Akibatnya, sinergitas yang seharusnya menjadi pondasi kolaborasi positif justru berubah menjadi tameng bagi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Sinergitas Sebagai Alat Penutup Kesalahan
Di lapangan, sinergitas sering kali dijadikan alasan untuk melindungi seorang “teman” yang melakukan kesalahan. Apa pun bentuk kesalahan itu—mulai dari pelanggaran kecil hingga tindak pidana korupsi—akan ditutup rapat-rapat dengan dalih menjaga kebersamaan dan harmoni dalam kelompok. Seolah-olah, menutupi kesalahan teman adalah bentuk solidaritas yang lebih penting daripada menegakkan keadilan.
Padahal, masyarakat sering kali mengetahui dengan jelas kesalahan yang terjadi. Ibarat pepatah “gajah di pelupuk mata tak tampak,” banyak pihak dalam kelompok tersebut sengaja menutup mata terhadap kesalahan yang dilakukan teman mereka. Bahkan, ketika masyarakat mulai bersuara dan menuntut pertanggungjawaban, respons yang diberikan adalah diam dan tak adanya tindakan nyata.
Kasus dugaan korupsi dengan kerugian negara yang ditaksir mencapai miliaran rupiah adalah contoh nyata dari sinergitas yang disalahgunakan. Dalam kasus-kasus seperti ini, sering kali tindakan tegas yang seharusnya diambil justru diabaikan dengan alasan “tidak enak hati” kepada pelaku. Ini menunjukkan betapa lemahnya sistem dalam menjaga integritas dan keadilan, ketika sinergitas hanya dijadikan alasan untuk melindungi kepentingan pribadi atau kelompok.
Dampak Negatif Pembiaran Kesalahan
Pembiaran terhadap kesalahan, apalagi jika dilakukan dalam skala besar seperti dugaan korupsi, akan sangat merugikan masyarakat. Kesalahan yang dibiarkan tanpa adanya konsekuensi yang tegas tidak hanya melemahkan sistem hukum, tetapi juga memberikan pesan yang salah kepada pelaku. Mereka yang seharusnya menerima sanksi atas tindakan mereka justru merasa semakin aman karena dilindungi oleh jaringan sinergitas yang penuh dengan kepentingan tersembunyi.
Lebih dari itu, para pelaku yang merasa dilindungi oleh dalih sinergitas negatif akan semakin leluasa untuk melancarkan aksi-aksi serupa. Mereka tidak hanya mengincar pundi-pundi uang negara untuk keuntungan pribadi, tetapi juga terus mencari celah dalam sistem yang memungkinkan mereka untuk melarikan diri dari tanggung jawab. Dalam jangka panjang, sinergitas yang seharusnya menjadi alat kolaborasi positif justru menjadi wadah yang melahirkan pengkhianatan terhadap kepentingan publik.
Pengkhianat yang berleha-leha di balik perlindungan sinergitas ini akan semakin merasa kuat, karena merasa bahwa apa yang mereka lakukan tidak akan terungkap atau tidak akan menimbulkan konsekuensi serius. Mereka akan terus memanfaatkan posisi dan pengaruh mereka untuk mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya, tanpa peduli pada dampak yang ditimbulkan bagi masyarakat.