Untuk Kawanku, Sarpin, Pin, apa kabarmu di sana? Tak kurang satupun kuharap. Semoga! Sarpin, semalam aku mimpi tentangmu. Tentang tugas dikantormu. Tentang pengabdianmu. Tentang kebangganmu mu membela rakyat. Tentang ponggahmu melaknat kaum durjana. Dalam mimpiku itu, kamu terlihat gagah Pin. Jubah hitam menjuntai. Tubuh kurusmu terbalut pesona. Melingkar selempang merah matang di sana. Kamu tampak Gagah Pin. Di balik kursi itu kau bertahta. Layaknya macan, kau tampak gagah Pin. Aku ingat, kau itu kebanggan emakmu. Waktu kecil kau tak seperti ini. Kau itu cengeng. Bahkan dengan gelap saja tak keruan kau takutnya. Namun emakmu tak henti membela. Kau lahir di siang bolong, tak heran takut dalam pekat malam, kilah emakmu. Aku ingat juga, saat di pasar itu, emakmu damprat mbok Bini, penjaul klepon yang pembual itu. Ya aku ingat itu. Dia, mbok Bini melempar kata 'apa yang diharap dari anak kurus ini', sambil cengengesan dan berlalu. Emak mu Pin, langusung menebas mbok Bini dengan sumpah serapahnya. Orang sepasar melihat itu. Mbok Bini langsung bertampang masam. Lebih dari seminggu dia tak menginjak pasar. Kau kebanggaan emakmu Pin. Sewaktu bapakmu hidup, tengah malam, dia mampir kerumah Bapak. Aku ingat itu. Aku terbangun ketika ibuku ambil air wudhu. Aku menangis, dan bapak menyambarku. Saat belum sadar penuh, aku ingat, bapakmu, datang kerumah. Dia mau pinjam uang. Dia dari sawah waktu itu. Padinya belum panen, dan upahnya belum di tangan. Dia untang buat beli seragamu. Kita mau masuk SD kelas satu waktu itu. Aku ingat. Bapakmu bilang, cita-citamu mau jadi hakim. Membela rakyat. Bapakmu bangga padamu Pin. Oh iya... kembali tentang mimpiku, ku ingat ada yang janggal Pin. Sebelum kau datang ke kantor, kulihat, kau tertawa dengan para brandal. Kulihat kau benar-benar menikmati; berkawan dengan kaum bejat, penghisap uang rakyat. Kantongmu pun penuh kotoran. Bahkan, kulihat, kau sempat menjilat-- mengharap barang haram. Tak seperti yang kudapati tentangmu umumnya, waktu itu, di mimpiku, kau laknat kaum papa. Rakyatmu berharap, malah kau beri mereka tuba. Kau biarkan mereka sekarat. Tak sekalipun mau kau berpaling. Malah memunggung-- memberi pantat. Kau terlihat bejat. Aku lihat kau dalam tugas Pin. Seperti yang kutulis di muka, kau berwibawa. Namun, dimimpiku itu, ada yang ganjil. Perlahan, rona mu mengeruh. Hampir tak lagi kau nampak bak manusia. Cula mencuat di keningmu. Laiknya serigala Pin. Ya, kau menjadi buas. Kau mangsa kaum suci. Kau gadaikan pahala dan munukarnya dengan kesenangan dunia. Darah rakyat kau hisap. Kau menjadi arit bagi kaum penggila rente. Semangat-semangat suci menyala kau padamkan. Kau adalah setan Pin, di mimpiku. Kau adalah Setan Pin, Sarpin, di mimpiku. Ya, iblis, di mimpiku. Kawanku Sarpin yang ku banggakan, semoga mimpi ku hanyalah kembang tidur belaka. Mungkin aku terlalu capek. Seharian ku cangkul setengah ladang, seberang kali, tempat kita bermain lumpur waktu itu. Semoga kau baik di sana. Dariku.... Kawanmu! Ikuti tulisan lain di: bagusyaugowicaksono[dot]wordpress[dot]com Sumber Gambaar: clker.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H