Mohon tunggu...
BAGUS VIRMAN KURNIAWAN
BAGUS VIRMAN KURNIAWAN Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Jember

Memang benar tidak semua perubahan itu baik, tapi segala yang baik perlu perubahan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jangkauan Benefit pada Pengadaan APBD terhadap Sektor Berskala Regional dan Nasional

10 April 2022   17:21 Diperbarui: 10 April 2022   17:27 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

            Pasca reformasi, Indonesia telah merubah beberapa sendi dan sistem pemerintahan yang semula pada masa Orde Baru bersifat sentralisasi menjadi menjadi desentralisasi. Hal tersebut menjadi suatu peluang baru bagi daerah-daerah yang berada di NKRI untuk mengenal lebih jauh potensi daerahnya serta mengembangkan potensi tersebut sesuai dengan rencana daerahnya masing-masing dengan tetap berpegang pada dasar kebijakan dari pemerintah pusat. Salah satu wujud dari desentralisasi tersebut ialah dengan dimunculkannya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sama seperti APBN, masa berlaku APBD ialah setahun, terhitung dari 1 Januari hingga 31 Desember. APBD juga merupakan susunan rencana keuangan tahunan selayaknya APBN namun dengan ruang lingkup perencanaan pengalokasian keuangan yang lebih kecil. APBD adalah rencana keuangan tahunan milik pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPR Daerah yang kemudian ditetapkan dengan peraturan daerah. Singkatnya, APBD berarti rencana keuangan seperti dimaksud yang disetujui bersama antara Kepala Daerah dengan DPR Daerah yang memiliki struktur sebagai satu kesatuan yang terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) PP 12 Tahun 2019.

            Mungkin beberapa orang masih setuju dengan opini jika asas pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah seharusnya menggunakan asas sentralisasi seperti pada masa Orde Baru karena dirasa pemerintah pusatlah yang memegang kendali penuh atas berjalannya pembangunan nasional. Namun perlu kita pikirkan juga bahwasanya desentralisasi dan eksistensi dari APBD ini juga memiliki tujuan yang juga bermuara kepada pembangunan nasional meski dengan asas kedaerahan. Memang benar jika dahulu pada masa Orde Baru, Indonesia sempat dipandang dunia sebagai negara agraris yang besar dan subur serta mendapat julukan “Macan Asia” pada saat itu. Namun, meski dengan kebesaran nama NKRI pada waktu itu, itu tidak diimbangi dengan pembangunan yang merata di seluruh daerah, terdapat ketimpangan pembangunan yang begitu besar sebagai efek dari sentralisasi pemerintahan. Pasalnya, pemerintahan pada waktu itu yang terpusat di Jawa menyebabkan pembangunan lebih terkonsentrasi ke sebatas Pulau Jawad an sekitarnya seperti Sumatra, Bali, dan sebagian kecil Kalimantan. Berbeda halnya dengan pasca reformasi, presiden B.J Habibie yang pada waktu itu menjabat merasakan adanya keharusan untuk merubah sentralisasi pemerintahan itu menjadi kedaerahan sehingga dimulailah otonomi daerah sejak 1999-sekarang. Dan terbukti hingga masa pemerintahan presiden Joko Widodo sekarang, kegiatan kenegaraan lambat laun mengalami kemajuan dan perlahan pertumbuhan serta kesejahteraan ekonomi bagi masyarakat di daerah mulai merata.

            Jika ditanya “Dari manakah APBD berasal?”. APBD berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang meliputi Pajak Daerah seperti pajak restoran, pajak hotel, pajak parkir, pajak reklame, dan lain-lain. Disamping itu, Retribusi Daerah juga menyumbang anggaran pendapatan terhadap APBD. Adapun yang dimaksud dengan Retribusi daerah adalah pungutan daerah atas pemberian izin tertentu yang diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan tertentu. Contohnya seperti Retribusi Penggantian Biaya Cetak KTP dan Akta Catatan Sipil, Retribusi Pelayanan Kesehatan, Retribusi Pelayanan Persampahan, dan lain-lain. Bukan hanya itu saja, akan tetapi juga terdapat Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah seperti hasil pengelolaan batu bara di Kabupaten Probolinggo, dan sumber penerimaan lainnya. Juga berasal dari Bagian Dana Perimbangan yang terbagi menjadi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus. Faktanya, Dana Perimbangan memiliki kontribusi yang lebih besar terhadap APBD ketimbang Pendapatan Asli Daerah. Meskipun berkontribusi besar terhadap APBD, namun  dengan semakin tingginya Dana Perimbangan, itu semakin berdampak negatif kepada kemandirian keuangan daerah. Sebab, jika Dana Perimbangan yang diterima suatu daerah semakin tinggi, maka secara tidak langsung itu mengindikasikan jika semakin menurun pula tingkat kemandirian keuangan suatu daerah. Itu berarti suatu daerah belum mampu mengoptimalisasi potensi daerahnya untuk kemudian meningkatkan Pendapatan Asli Daerahnya bagi kemakmuran rakyatnya. Lantas, jika kembali pada pernyataan tersebut, dapat diindikasikan jika PAD di Indonesia masih tergolong rendah, lalu kenapa APBD harus tetap eksis jika daerah sendiri masih belum mampu mengoptimalkan potensi rumah tangganya?

            APBD tidak serta merta dikatakan gagal hanya jika suatu daerah tidak mampu menghasilkan PAD yang tinggi dari Rancangan APBD selama setahun. Sebab pengaruh yang diharapkan timbul dari keberadaan APBD salah satunya ialah untuk mengurangi kemiskinan, yaitu dengan penganggaran Program Keluarga Harapan (PKH) untuk memotong kemiskinan antar generasi dengan penyuplaian fasilitas pendidikan dan kesehatan yang memadai. Dengan adanya APBD juga memperluas lapangan pekerjaan, disamping pengadaan investasi baru bagi daerah. APBD yang sejatinya juga merupakan titik krusial bagi pengadaan infrastruktur untuk pembangunan daerah yang pada dekade kedua di abad-21 ini ditandai dengan bermunculannya proyek-proyek pembangunan disinyalir dapat menjadi ruang bagi perluasan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Dari sini dapat disimpulkan bahwa peran APBD sebagai alat kebijakan fiskal yaitu sebagai neraca penstabil perekonomian sekaligus sebagai alat pendorong pertumbuhan ekonomi. Dalam konteks pembangunan, APBD sangatlah berguna bagi pemerintah daerah dalam penentuan arah kebijakan dalam satu tahun kedepan sebagai sarana prediksi pada alur estimasi ekonomi daerah. Oleh karenanya, kebijakan yang dikeluarkan pemerintah terhadap APBD harus memperhatikan nilai keadilan dan kepatutan. Pengalokasian APBD haruslah tepat sasaran serta senantiasa mengupayakan keseimbangan fundamental dalam perekonomian daerah. Tak lupa akan fungsi APBD sebagaimana tertera dalam Pasal 3 ayat (4) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yaitu sebagai dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja daerah pada tahun yang bersangkutan.

            Indonesia yang sedang gencar untuk merealisasikan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) pada 2030 sebagai bentuk sumbangsih dan keikutsertaannya dalam agenda PBB yang berjudul “Transforming Our World: The 2030 Agenda for Sustainable Development” bersama 192 negara lainnya serasa semakin dipermudah dengan adanya APBD. Sebab, dalam pencapaian 17 poin Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu (1) No Poverty, (2) Zero Hunger, (3) Good Health and Well Being, (4) Quality Education, (5) Gender Equality, (6) Clean Water and Sanitation, (7) Affordable and Clean Energy, (8) Decent Work and Economic Growth, (9) Industry, Innovation and Infrastructure, (10) Reduced Inequalities, (11) Sustainable Cities and Communities, (12) Responsible Consumption and Production, (13) Climate Action, (14) Life Below Water, (15) Life on Land, (16) Peace Justice and Strong Institutions, dan (17) Partnerships for The Goals, APBD turut berperan dalam terwujudnya 10 dari 17 poin tersebut. Maka dari itu, penting bagi kita untuk menyadari peran APBD bagi keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik, makmur, sehat, serta kompetitif dengan negara-negara internasional. Semakin pemerintah daerah mahir dalam merancang dan mengalokasikan APBD pada sektor-sektor strategis bagi pembangunan, maka semakin mudah pula kita dapat berkembang dan mewujudkan cita-cita nasional sebagaimana yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945. Karena, pembangunan yang dimulai dalam skala kecil (daerah) di kemudian hari akan berdampak besar terhadap kemajuan dalam pembangunan berskala nasional.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun