Pendahuluan
Dunia pendidikan tinggi tengah menghadapi gelombang perubahan besar. Konsep internasionalisasi, kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), dan tuntutan globalisasi mendorong perguruan tinggi untuk lebih adaptif, terbuka, dan relevan dengan kebutuhan zaman. Dalam konteks ini, benchmarking---khususnya yang bersifat kolaboratif lintas institusi dan lintas negara---menjadi salah satu strategi penting untuk menjaga mutu dan daya saing.
Benchmarking kolaboratif melibatkan pertukaran informasi, praktik terbaik, dan pembelajaran antarperguruan tinggi. Tidak lagi eksklusif atau bersifat kompetitif, melainkan partisipatif dan progresif. Di Indonesia, benchmarking yang terintegrasi dalam Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) memiliki potensi besar untuk mendukung transformasi mutu pendidikan tinggi, sebagaimana diamanatkan dalam Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023.
Paradigma Baru dalam Benchmarking
Selama ini, banyak institusi pendidikan melihat benchmarking sebagai alat untuk membandingkan posisi secara kompetitif. Padahal, di era disrupsi ini, pendekatan kolaboratif jauh lebih bermanfaat. Melalui benchmarking lintas institusi---baik dalam negeri maupun internasional---perguruan tinggi dapat saling belajar, mengadopsi inovasi, dan menciptakan solusi bersama atas tantangan global seperti ketimpangan akses, kesiapan digital, hingga keberagaman kurikulum.
Program MBKM sendiri membuka peluang besar untuk benchmarking kolaboratif. Misalnya, saat mahasiswa dari satu universitas belajar di universitas lain, itu bukan hanya pertukaran pelajar, tetapi juga pertukaran sistem, pendekatan pedagogi, dan model tata kelola. Bila dikelola secara sistematis, proses ini dapat menjadi data penting dalam penyusunan standar mutu yang lebih responsif dan kontekstual.
Baca juga: Transformasi Mutu Kampus Melalui Benchmarking Digital: Mungkinkah?
Internasionalisasi Pendidikan
Benchmarking lintas negara memungkinkan perguruan tinggi Indonesia menyesuaikan diri dengan standar global tanpa kehilangan jati diri. Melalui kerja sama akademik, pertukaran dosen, atau joint research, kampus-kampus di Indonesia bisa mengevaluasi sejauh mana kualitas pendidikan, penelitian, dan pengabdian yang mereka jalankan sudah memenuhi ekspektasi internasional.
Dalam konteks SPMI, benchmarking internasional memberikan input berharga untuk memperkuat siklus PPEPP (Penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi, Pengendalian, dan Peningkatan). Misalnya, standar pengajaran dari universitas asing yang memiliki akreditasi internasional bisa dijadikan referensi dalam penetapan standar baru di perguruan tinggi Indonesia. Ini memperkuat posisi SPMI tidak hanya sebagai alat pemenuhan regulasi, tapi juga sebagai strategi pembaruan berkelanjutan (kaizen).
Baca juga: Kebijakan SPMI: Blueprint Masa Depan Kampus yang Sering Diabaikan
SPMI dan PPEPP: Infrastruktur Mutu
SPMI, sesuai Pasal 66 ayat (3) Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023, adalah sistem mutu yang wajib diterapkan setiap perguruan tinggi secara mandiri. Namun, kemandirian ini bukan berarti terisolasi. Justru, SPMI yang terbuka terhadap kolaborasi akan lebih kaya dan kuat. Di sinilah benchmarking lintas institusi menjadi jembatan antara keunikan lokal dan dinamika global.
Siklus PPEPP dalam SPMI adalah alat yang sangat cocok untuk mendukung benchmarking kolaboratif. Setiap temuan dari hasil kolaborasi bisa diolah melalui tahap evaluasi dan pengendalian, lalu ditingkatkan melalui inovasi lokal yang berbasis data. Dengan PPEPP, perguruan tinggi tidak hanya mereplikasi praktik dari luar, tetapi mampu mengadaptasi dan mengembangkan standar sendiri yang lebih relevan dan unggul.