Mohon tunggu...
Bagus Rifal
Bagus Rifal Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya pribadi suka bermain game dan juga mengedit

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menjauhi Maksiat Ketika Mencari Ilmu

15 Desember 2022   18:22 Diperbarui: 15 Desember 2022   18:53 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 KH. Muhammad Najih memulai menuntut ilmu agama di daerah Sarang, tanah kelahirannya sendiri. Sejak kecil, beliau sangat bersungguh- sungguh dalam mempelajari ilmu agama, sehingga keilmuan beliau kelihatan lebih menonjol bila dibandingkan dengan teman-temannya. Dalam masalah apapun, KH. Muhammad Najih tak pernah mengenal kata main-main. Tugas dan amanah selalu dijalankan dengan penuh perhatian dan keikhlasan. Tak heran bila sang kakek, Kiai Zubair Dahlan sangat menyayanginya, karena sejak kecil sudah terlihat tanda-tanda bahwa beliau akan menjadi seorang ulama yang gigih dalam memperjuangkan ajaran Ahlussunnah wal Jamaah.

Dalam proses mencari ilmu, KH. Muhammad Najih selalu menjauhi maksiat supaya cahaya ilmu dapat merasuk dalam hati sanubari dengan mudah. Salah satu maksiat yang beliau hindari adalah maksiat yang ditimbulkan oleh mata. Sebab, maksiat mata ini dapat mempengaruhi seluruh jiwa. Dari mata turun ke hati sehingga berpengaruh pada sekujur tubuh manusia.

Ketika belajar di Madrasah Ghozaliyah Syafi'iyyah, KH. Muhammad Najih berangkat pagi- pagi benar. Hal ini dilakukannya karena beliau ingin menghindari maksiat yang ditimbulkan oleh mata. Sebab, di waktu pagi, banyak aktifitas warga Sarang yang keluar rumah, terlebih wanitanya yang hendak pergi ke pasar atau hendak ingin kesekolah Jika sudah menghindar, akan tetapi mah saja ketemu dengan maksiat mata, KH. Muhammad Najh sangat menyesalkan hal tersebut

KH. Abdul Ghoni Mannan mengatakan "Gu Najh riyen waktu alit nek budal nang Madmah Ghezaliyyah iku isukan amergo supoyo mripat ora ningali wong wadon kerono iseh sepi. Wis budal isuk kok mripat ketingal wong wadon, Gus Nah nangis kerono getuni."

Artinya, zaman dahulu ketika Gas Najih mah kecil, ketika hendak berangkat belajar ke Madrasah Ghozaliyah Syafi'iyyah, beliau berangkatnya pag- pagi benar. Hal ini beliau lakukan supaya tidak melihat wanita di jalan sebab masih sepi. Jika sudah berangkat pagi-pagi benar kok masih melihat wanita, maka beliau menangis sebab menyesali hal tersebut.

Meskipun KH. Muhammad Najih adalah putra seorang ulama yang masyhur, namun hal itu tidak menyurutkan dirinya untuk tetap bergaul dengan santri-santri abahnya, belajar bersama dan terkadang juga ikut makan bersama di dapur pesantren dengan para santri. Beliau juga sempat belajar dengan para santri senior Al-Anwar yang sudah diberi kepercayaan Syaikhuna Maimoen untuk mengajar. Salah satunya adalah KH. 'Awani (Lodan, Rembang).

Seiring perubahan ruang dan waktu, KH Muhammad Najih beranjak dewasa dan berhasil menamatkan jenjang pendidikan di MCS. Suatu ketika, Sayyid Muhammad berkunjung keIndonesia dan bermukim di Malang. Dalam kesempatan tersebut, Sayyid Muhammad banyak mengajarkan kitab-kitab salaf lewat forum-forum pengajian. Mayoritas peserta pengajian tersebut berasal dari kalangan para santri, di antaranya adalah KH. Muhammad Najih. Hingga suatu saat, Sayyid Muhammad menunjuk beliau untuk menjadi muridnya di Makkah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun