Mahasiswa merupakan suatu individu yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi, umumnya di universitas. Pada situasi saat ini, mahasiswa dituntut lebih oleh lingkungan masyarakat untuk memberikan kontribusi yang besar bagi sosial. Tidak heran, banyak yang menganggap julukan mahasiswa merupakan julukan privilege dan hanya bisa dimiliki orang tertentu saja, karena tidak semua orang bisa menempuh pendidikan sampai perguruan tinggi. Bahkan, pendidikan dasar dan menengah pun masih cukup banyak tidak digapai oleh sebagian besar masyarakat. Jas almamater dan lantunan "HIDUP MAHASISWA!" membuat title mahasiswa menjadi lebih elegan dan mampu membawa perubahan signifikan di mata sebagian masyarakat.
Kehidupan mahasiswa tidak jauh berbeda dari kehidupan seorang siswa yang masih berada di bangku sekolah. Hal yang menjadi cukup berbeda dan menjadi ciri khas dari perguruan tinggi adalah perkuliahan yang menggunakan metode pembelajaran dengan tingkat advanced seperti menerapkan metode Focus Group Discussion (FGD) atau pembelajaran dua arah sehingga timbulnya argumen kritis dan berani berpendapat. Metode selanjutnya adalah mengerjakan tugas dengan metode pembuatan jurnal ilmiah dan menghasilkan output presentasi dengan tujuan meningkatkan jiwa kepenulisan mahasiswa.
Selain perkuliahan, banyaknya tawaran aktivitas yang menggiurkan mahasiswa, terutama untuk mahasiswa baru. Contohnya yaitu organisasi kemahasiswaan. Umumnya, organisasi kemahasiswaan ini terdiri dari lembaga intra yaitu seperti Himpunan Mahasiswa Jurusan, Badan Eksekutif Mahasiswa dan Senat Mahasiswa. Sedangkan untuk organisasi yang bergerak di bidang minat dan bakat biasanya bernama Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), Lembaga Semi Otonom (LSO) dan komunitas sejenisnya.Â
Tawaran aktivitas tersebut tentu menarik beberapa kalangan mahasiswa baru, karena umumnya mahasiswa baru merupakan siswa yang baru menamatkan pendidikan Sekolah Menengah Atas dan sejenisnya, karena ketika SMA beberapa aktivitas cukup terbatas di lingkungan sekolah. Organisasi kemahasiswaan berani menawarkan hal yang berbeda kepada mahasiswa baru, terutama bagi orang-orang yang menganggap bahwasanya organisasi yang kental dengan Pakaian Dinas Harian (PDH) memiliki eksistensi yang menarik ataupun juga dengan alasan lain seperti mencari relasi dan meningkatkan soft skill dan hard skill.
Kita ambil contoh saja Badan Eksekutif Mahasiswa, dengan alasan penulis pernah menjajaki organisasi tersebut selama kurang lebih dua tahun kepengurusan. BEM di kampus memiliki tujuan dan manfaat untuk mewadahi aspirasi mahasiswa dan meningkatkan skill mahasiswa sebagai penunjang perkuliahan dan bisa berguna untuk menjelajah tantangan jaman untuk kedepannya. Berbagai program kerja seperti workshop atau training, seminar, perlombaan, dan advokasi mahasiswa.
Pada awalnya, tujuan tersebut memiliki output dan outcome yang sangat baik dan bermanfaat. Tetapi seiring berjalannya waktu, kebutuhan mahasiswa seiring juga berubah. Di satu sisi, program kerja yang dihasilkan oleh organisasi kemahasiswaan terkesan program kerja turunan, dengan alasan yang penting ada kerjaan dan punya kegiatan atau mungkin lebih parahnya lagi adalah titipan daripada senior yang pernah menjadi pengurus di organisasi tersebut.
Banyaknya kegagalan menghasilkan outcome yang tidak sesuai untuk mahasiswa sebagai konsumen produk program kerja, akhirnya menjadikan program kerja tersebut juga sepi peminat karena tidak adanya inovasi. Dengan dalih kejar tayang timeline program kerja dan minimnya riset yang dilakukan oleh organisasi, menjadikan aktivitas tersebut terus berlangsung selama mungkin. Hal tersebut mengakibatkan minimnya minat organisasi mahasiswa karena tidak mengikut perkembangan jaman, lebih parahnya lagi dibanding-bandingkan dengan program pemerintah seperti Magang, Pertukaran Mahasiswa Luar Negeri, Studi Independen yang dimana program tersebut menggiurkan karena bisa melakukan konversi terhadap SKS perkuliahan tanpa harus kuliah di kelas.
Dikarenakan kurangnya riset terkait situasi yang ada, program kerja dari tahun ke tahun terkesan mirip. Hal inilah yang menjadikan pengurus organisasi kemahasiswaan bukannya belaja bersama dengan mahasiswa yang menikmati produk program kerja, tetapi malah menjadi Event Organizer yang justru bukannya menikmati dan ikut belajar, tetapi malah sibuk menyiapkan program kerja. Saya sepakat dengan tujuan Event Organizer di organisasi itu bagus untuk melatih kepemimpinan, manajerial dan organisasi, tetapi jika hal itu diteruskan terus menerus, apa yang didapatkan oleh pengurus organisasi setelah selesai kepengurusan nanti. Apakah setelah lulus dari perkuliahan dengan pengalaman di CV menjabat di organisasi bisa bertahan hidup di luar sana?
Saya berharap, organisasi kemahasiswaan saat ini bisa meningkatkan capacity building dan leadership untuk nantinya bisa menjadi bekal dalam mengeksplor dunia yang luas dan kejam ini. Tenang saja, organisasi kemahasiswaan tidak perlu sempurna, kita memang miniatur negara, tetapi wewenang dan anggaran kita tidak sebesar negara. Lupakan tentang program kerja yang harus perfect, tapi bangunlah dengan realita dan tunjukkan bahwasanya walaupun wewenang organisasi tidak besar tapi mampu memberikan kontribusi yang nyata bagi masyarakat. Apalagi jika pengurus organisasi saat masuk ke kelas, mampu memiliki kemampuan yang berbeda dan menarik seperti public speaking yang baik dan wawasan yang luas berkat capacity building yang ditanamkan oleh sistem di organisasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H