Mohon tunggu...
Bagus Handoko
Bagus Handoko Mohon Tunggu... Lainnya - Analis Kebijakan

Analis kebijakan publik dan memiliki ketertarikan pada isu-isu ekonomi dan politik global.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ketegangan Semenanjung Korea, Tantangan dan Peluang Strategis bagi Indonesia

15 September 2024   22:02 Diperbarui: 15 September 2024   22:56 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Ketegangan Semenanjung Korea: Tantangan dan Peluang Strategis bagi Indonesia
Oleh: Bagus Handoko

Beberapa bulan lalu, dunia menyaksikan kunjungan bersejarah Vladimir Putin ke Pyongyang untuk bertemu dengan Kim Jong Un, mengakhiri jeda 24 tahun sejak kunjungan terakhir pemimpin Rusia ke Korea Utara. Pertemuan ini bukan hanya menyalakan kembali api kemitraan era Perang Dingin, tetapi juga memicu lahirnya pakta pertahanan baru antara kedua negara. Dalam konteks global yang tengah tertekan oleh perang di Ukraina dan ketegangan antara China dan Taiwan, peristiwa ini semakin memperburuk risiko geopolitik dan ekonomi. Ketegangan di Semenanjung Korea, dalam dunia yang saling terhubung ini, tak pelak akan berdampak buruk secara global, termasuk bagi Indonesia.


Potensi konflik di Semenanjung Korea menyimpan bahaya besar, baik dari sisi kemanusiaan maupun ekonomi. Menurut analisis Bloomberg, perang skala penuh di kawasan ini dapat merenggut jutaan jiwa serta menimbulkan kerugian ekonomi global hingga $4 triliun, atau 3,9% dari PDB dunia, pada tahun pertama saja. Angka ini dua kali lipat kerugian akibat invasi Rusia di Ukraina. Pada awal 1950-an, ketika perang Korea pertama kali meletus, Korea Utara dan Selatan hanya menyumbang kurang dari 0,4% dari PDB global. Kini, Korea Selatan sendiri berkontribusi lebih dari 1,5% terhadap PDB dunia, mencerminkan pentingnya negara ini dalam jaringan pasokan global (global supply chain).


Wilayah metropolitan Seoul yang terletak dalam dalam jangkauan artileri Korea Utara – dihuni oleh sekitar 26 juta jiwa, kira-kira setengah dari populasi Korea Selatan. Ibu kota dan daerah sekitarnya menyumbang 81% dari produksi chip Korea Selatan dan 34% dari total output manufakturnya. Seperti Taiwan, peran Korea Selatan sebagai produsen chip utama memiliki arti bahwa negara tersebut sangat krusial bagi ekonomi global, bahkan melampaui ukuran PDB-nya. Samsung Electronics — di antara 30 perusahaan teratas dunia berdasarkan kapitalisasi pasar — memproduksi 41% chip DRAM dunia dan 33% chip memori NAND. Produk tersebut merupakan komponen penting bagi perusahaan seperti Apple hingga pembuat smartphone China Xiaomi.


Gangguan terhadap ekspor elektronik Korea Selatan akan menimbulkan guncangan besar bagi ekonomi dunia. Negara ini menyumbang 4% dari semua komponen elektronik global dan sekitar 40% dari semua chip memori. Pada 2022, industri elektronik dan otomotif yang bergantung pada semikonduktor menyumbang 30% dari PDB Taiwan, 11% di China, dan 8% di Jepang. Hampir separuh dari kemampuan manufaktur dan semikonduktor Korea Selatan berada dalam risiko hancur jika terjadi perang, sekaligus menganggu jalur pelayaran penting ke China, Rusia, dan Jepang.


Melihat fakta tersebut, mustahil bagi Indonesia untuk bersikap acuh tak acuh terhadap situasi di Semanjung Korea, apalagi jika serangan nuklir Korea Utara benar-benar terjadi. Korea Selatan merupakan mitra dagang terbesar keempat Indonesia berdasarkan data Trade Map. Jika ekonomi Korea Selatan terganggu karena konflik dengan Korea Utara, bisa dipastikan hal ini akan menambah beban ekonomi Indonesia yang saat ini masih memperbaiki keadaan pasca Covid-19 dan masih melambat karena ketidakpastian global.
Selain sebagai mitra dagang, Korea Selatan juga salah satu negara yang berinvestasi secara masif dalam membangun industri kendaraan listrik (Electric Vehicle/EV) yang saat ini sedang digalakkan oleh Pemerintah Indonesia. Selain investasi di sektor EV, industri semikonduktor Korea Selatan yang besar dan mendominasi dunia juga merupakan potensi investasi bagi Indonesia yang ingin masuk dalam rantai pasok industri tersebut secara global.


Pemerintah Indonesia harus bertindak proaktif dalam mencegah konflik nuklir di Semananjung Korea. Indonesia bisa melakukan pendekatan terhadap tiga aktor krusial di Semenanjung Korea, yaitu Korea Utara, China, dan Amerika Serikat. Pendekatan pada Korea Utara didasarkan pada fakta hubungan diplomatik dengan Indonesia, terutama sejarah kedekatan kedua negara di masa lalu.
Di saat yang sama, Indonesia juga perlu melakukan pendekatan strategis pada China dan Amerika Serikat, mengingat kedua negara besar tersebut telah lama bersaing dalam berebut pengaruh di kawasan Asia Timur, tidak terkecuali soal isu Korea. China sudah sejak lama menjadi pendukung resim Korea Utara. Indonesia perlu mendiskusikan isu nuklir Korea dengan China, sehingga negara tirai bambu tersebut bisa mempengaruhi Korea Utara untuk tidak menyerang Korea Selatan. Sementara pendekatan terhadap Amerika Serikat dilakukan selain karena negara ini adalah kekuatan penyeimbang China dan Rusia di Semenanjung Korea, mendorong Paman Sam untuk lebih strategis dan diplomatis dalam isu Korea juga akan berdampak positif pada keberhasilan perdamaian di kawasan tersebut.


Di sisi lain, selain karena faktor politik, Indonesia perlu mengingatkan kedua negara pada dasarnya secara ekonomi China dan Amerika Serikat sangat tergantung pada kestabilan kawasan Semenanjung Korea. Hilangnya semikonduktor Korea Selatan akibat perang dipastikan akan menyebabkan penurunan perdagangan teknologi Amerika Serikat, dan gangguan pasokan menambah pukulan hingga 5% pada PDB China (data Bloomberg). Dampak tersebut tentu akan berdampak dramatis pada ekonomi kedua negara yang saat ini sedang dilanda krisis.


Pada akhirnya, Indonesia harus menyadari bahwa stabilitas di Semenanjung Korea adalah kunci dalam menjaga kedaulatan serta memajukan perekonomian nasional. Dengan bersikap bijaksana dan proaktif dalam diplomasi internasional, Indonesia dapat menjaga kepentingan ekonominya sekaligus mendukung perdamaian dan stabilitas di kawasan Asia-Pasifik. Sebagai negara yang memegang prinsip politik luar negeri bebas aktif, Indonesia memiliki peran penting dalam menggalang upaya internasional demi menjaga perdamaian dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun