Mohon tunggu...
Bagoesta
Bagoesta Mohon Tunggu... pns -

pecinta travelling

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Pendidikan sebagai Investasi Masa Depan Mengubah Perekonomian Keluarga

31 Oktober 2015   17:35 Diperbarui: 31 Oktober 2015   18:05 1327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

-- Tuntutlah ilmu sampai ke negeri China --

Istilah tersebut sudah sering kita dengar sejak dulu, ini artinya begitu pentingnya pendidikan untuk kita raih meskipun harus menempuh jarak yang jauh dan waktu yang lama, namun ilmu tetaplah harus diutamakan. Sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin menuntut seseorang untuk memiliki keilmuan dan ketrampilan demi masa depan yang lebih baik membuat setiap orang tua harus membekali anaknya untuk menghadapi hidup dan mendapatkan penghidupan yang layak. Di zaman digital ini menuntut orang tua harus mempersiapkan anak-anaknya untuk survive menghadapi kerasnya kehidupan.

Sayangnya keinginan orang tua untuk memberikan pendidikan kepada anaknya tidak selalu berjalan dengan mulus. Hal ini dikarenakan setiap tahun biaya pendidikan yang semakin meningkat sementara tuntutan kebutuhan juga semakin mendesak, meskipun disatu sisi pemerintah sudah menerapkan sekolah wajib 9 tahun, tetapi tetap saja tidak semua anak bisa menikmati bangku pendidikan. Ironis memang apa yang dicanangkan pemerintah melalui program BOS tidak semua terakomodir dengan baik ataupun mengcover semua kebutuhan anak-anak yang harusnya menikmati dunia pendidikan namun tidak didapatkan karena tidak tepatnya sasaran dan kurangnya pengawasan. Pendidikan anak sudah selayaknya untuk mendapatkan pendidikan yamg lebih baik mengingat perkembangan zaman yang semakin maju dan pesat persaingan mau tidak mau, siap tidak siap pendidikan menjadi hal prioritas untuk mengatasi hal tersebut.

Orang tua memiliki  peran yang sangat besar bagi perkembangan anak untuk kedepannya, karena apa yang diberikan orang tua akan menjadi amunisi persiapan anak menghadapi tantangan kemajuan teknologi. Sayangnya peran orang tua dibidang pendidikan sering terabaikan karena keterbatasan biaya untuk bisa memasukkan anak kesekolah formal (negeri maupun swasta) sehingga banyak pemandangan yang bisa kita lihat di jam – jam sekolah, anak-anak yang berkeliaran yang seharusnya mereka menikmati bangku – bnagku sekolah namun mereka di eksplorasi untuk membnatu perekonomian keluarga, ini terlihat di beberapa kota-kota besar di Indonesia, aktivitas yang mereka lakukan sangat variatif seperti : Siaga di lampu merah yang sering dijadikan sebagai tempat mereka beroperasi menawarkan jasa mulai dari menjual koran, membersihkan mobil-mobil dengan kemoceng, mengamen, atau sekedar menjual produk mainan, di Jembatan penyebrangan biasa dijadikan sebagai tempat ngamen, mengemis, di pasar traditional biasa dijadikan tempat untuk menawarkan jasa seperti menyediakan plastik untuk barang-barang belanja ibu-ibu, menawarkan jasa payung dihari hujan atau panas, atau sekedar menawarkan bantuan untuk membawakan barang-barang ibu-ibu yang begitu banyak, dll.

Hal – hal tersebut sudah menjadi pemandangan umum yang sering kita lihat dikota-kota besar, sementara yang terjadi di pedesaan tidak kalah miris melihat kondisi tersebut seperti anak-anak dilibatkan orang tua untuk membantu bekerja diperkebunan dengan dalih menambah biaya kehidupan, bekerja menjadi buruh kasar sebagai tenaga kasar di kontruksi bangunan.  Apa yang terjadi mengakibatkan tingginya persentase anak yang putus sekolah di Indonesia yang tidak bisa melanjutkan kejenjang selanjutnya.  Menurut pengamat pendidikan, Muhammad Zuhdan sebagaimana yang dilangsir suaramerdeka.com, 09/03/2013, megatakan bahwa tercatat 1,3 juta anak usia 7 – 15 tahun di Indonesia terancam putus sekolah di tahun 2010.  Angka ini tentu tergolong sangat tinggi mengingat pendidikan adalah merupakan kebutuhan bagi setiap anak seperti yang diatur dalam permendiknas wajib belajar 12 tahun ( jenjang SD – SMA). Sejalan dengan hal diatas juga diungkap oleh Muhammad Saroni (2011: 148) bahwa, tingkat perekonomian keluarga pada kenyataannya merupakan salah satu aspek penghambat kesempatan proses pendidikan dan pembelajaran.  Ada banyak anak usia sekolah yang terhambat, bahkan kehilangan kesempatan mengikuti proses pendidikan hanya karena keadaan ekonomi keluarga yang kurang mendukung. Tingginya putus sekolah anak seperti yang terlihat pada gambar :

[caption caption="Grafik Anak Putus Sekolah Tahun 2010"][/caption]

Berdasarkan gambar diatas, persentase anak yang putus sekolah disebabkan sebagai berikut :

  1. Ekonomi (36%) : ketidakmampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan biaya selama proses pendidikan sekolah dalam satu jenjang pendidikan
  2. Rendahnya minat anak untuk sekolah (24%) : hal ini disebabkan karena kurangnya perhatian orang tua terhadap anak, jarak yang jauh dari sekolah, fasilitas yang tidak memadai, dan pengaruh linglkungan
  3. Kurangnya perhatian orangtua (18%) : disebabkan karena kondisi ekonomi pendapatan keluarga yang rendah sehingga orang tua lebih memfokuskan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan mengabaikan perhatian kepada anak.
  4. Ketiadaan sarana prasana sekolah (14%) : terkait dengan ketidaktersediaan prasarana pendidikan berupa gedung sekolah atau alat transportasi dari tempat tinggal siswa dengan sekolah.
  5. Fasilitas belajar (5%): fasilitas belajar yang tersedia di sekolah, misalnya perangkat (alat, bahan, dan media) pembelajaran yang kurang memadai, buku pelajaran kurang memadai, dan sebagainya.
  6. Budaya (2%) : terkait dengan kebiasaan masyarakat di sekitarnya. Yaitu, rendahnya kesadaran orang tua atau masyarakat akan pentingnya pendidikan. Perilaku masyarakat pedesaan dalam menyekolahkan anaknya lebih banyak dipengaruhi faktor lingkungan.
  7. Lainnya (1%) : cacat, IQ yang rendah, rendah diri, dan umur yang melampaui usia sekolah.

Tabel dibawah ini menggambarkan faktor-faktor tingginya anak putus sekolah antara lain :

[caption caption="Faktor Anak Putus Sekolah"][caption caption="Faktor Anak Putus Sekolah "]

[Sumber Gambar : Jurnal Undiksha]

Melihat kondisi tersebut perlu adanya penanganan serius yang harus dipersiapkan orang tua dari sejak dini untuk bekal masa depan anak-anaknya menghadapi perkembangan dan kemajuan serta persaingan dunia kerja.  Mengingat biaya pendidikan tahun demi tahun semakin tinggi tentunya sebagai orang tua harus memiliki langkah cerdas untuk menyikapi hal tersebut.

Tabel dibawah ini menggambarkan betapa tingginya kebutuhan biaya pendidikan anak untuk memasuki perguruan tinggi :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun