[caption id="attachment_353185" align="aligncenter" width="275" caption="konfrontasi.com"][/caption]
Sebelas hari pasca Hakim Sarpin Rizaldi, Hakim tunggal sidang pra-peradilan, memenangkan gugatan Komjen Pol Budi Gunawan atas status tersangka yang disematkan KPK pada dirinya, kini KPK akan dihadapkan dengan skenario yang sama dari beberapa tersangka kasus korupsi
Sarpin merupakan hakim tunggal yang menangani kasus gugatan praperadilan calon Kapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pada Senin, 16 Februari 2015, Sarpin memutuskan menerima gugatan Komjen Budi Gunawan terhadap penetapan status tersangka kepadanya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Alhasil KPK harus mencabut status tersangka terhadap Budi Gunawan, dan menghentikan seluruh penyidikan terkait dugaan rekening gendut Budi Gunawan.
Putusan Hakim Sarpin Rizaldi yang memenangkan gugatan praperadilan Komisaris Jenderal Budi Gunawan rupanya menimbulkan efek domino. Beberapa tersangka kasus dugaan korupsi mengikuti jejak Budi Gunawan. Beberapa nama seperti tersangka kasus korupsi dana Haji mantan Menteri Agama Suryadharma Ali (SDA), tersangka kasus suap pengelolaan migas Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bangkalan Fuad Amin, kasus dugaan tindak pidana suap penetapan APBNP Kementerian ESDM Sutan Bhatoegana.
Untuk mempersiapkan hal yang sama terjadi pada kasus korupsi pajak Bank BCA yang menyeret nama eks Dirjen Pajak Hadi Poernomo sebagai tersangka, KPK akan langsung prioritaskan kembali penanganan kasus pajak Bank BCA.
Pelaksana tugas (Plt) Ketua KPK Taufiqurrahman Ruki mengatakan, pimpinan KPK telah mengumpulkan penyelidik dan penyidiknya untuk menjelaskan kendala yang dihadapi dalam penanganan kasus korupsi pajak PT BCA. "Ini kami sedang mengundang lagi (penyelidik dan penyidik) untuk menjelaskan kasus-kasus yang tertunda karena kami mengantisipasi adanya praperadilan dan juga mempercepat proses penanganan kasus ini," demikian tukas Ruki.
Untuk mendukung agenda tersebut Wakil Ketua KPK Zulkarnaen mengharapkan agar semua pihak bekerja sama untuk menciptakan situasi yang kondusif agar penanganan kasus-kasus tersebut tidak terhambat seperti yang terjadi pada kisruh KPK-Polri baru-baru ini.
Kasus yang menyeret eks Dirjen Pajak Hadi Poernomo ini berawal pada 17 Juli 2003 ketika BCA mengajukan keberatan pajak atas transaksi non performance loan (kredit bermasalah) dengan nilai transaksi mencapai Rp 5,7 triliun.
Dalam hal ini BCA mengajukan permohonan keberatan pembayaran pajak kepada Direktorat PPh. Setelah pengajuan tersebut kemudian Direktorat PPh melakukan pengkajian selama hampir setahun lamanya. Lalu, pada 13 Maret 2004, Direktorat PPh menerbitkan surat yang berisi hasil telaah mereka atas keberatan pembayaran pajak yang diajukan PT Bank BCA. Surat tersebut berisi kesimpulan PPh bahwa pengajuan keberatan pajak BCA harus ditolak. Hasil telaah Direktorat PPh kemudian disampaikan kepada Dirjen Pajak saat itu, Hadi Poernomo. Namun pada 18 Juli 2004 oleh Hadi Poernomo selaku Dirjen Pajak ketika itu justru memerintahkan Direktur PPh untuk mengubah kesimpulan. Melalui nota dinas tertanggal 18 Juli 2004, Hadi meminta Direktur PPh untuk mengubah kesimpulannya sehingga keberatan pembayaran pajak yang diajukan PT Bank BCA diterima seluruhnya.
Atas hasil penyelidikan, KPK tetapkan Hadi Poernomo sebagai tersangka dengan dijerat Pasal 2 Ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Atas perbuatan Hadi ini, negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp 375 miliar.
Referensi :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H