Mohon tunggu...
Bagindo.rajo
Bagindo.rajo Mohon Tunggu... -

usahawan,seniman

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pahlawan Kepalsuan

2 April 2011   06:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:12 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Dengan keangkuhan manusia yang merasa berharga dengan kemuliaan materi dan statusnya…seakan membelah diri menjadi monster atau alien…membanggakan diri walau sejatinya penuh congkak dan kesombongan, aktualisasi diri menjadi obsesi…memamerkan kemesraan romantisme hidupnya seakan nabi atau malaikat..mereka tak sadar bahwa harga diri adalah lidah dan perbuatannya…sedang ia telah menjualnya kepada syetan hingga tiada tersisa.
ada pampangan nama di dadanya…ada secoret tanda tangan orang ternama di setiap lembaran hidupnya…namun najis di hatinya membuat ia seperti babi atau yg serupa dengan itu…pekerjaanya adalah merapikan jas dan dasinya, berbagi senyum disekitar kalangannya…namun sinis kepada jelata..
tugasnya meraup keuntungan materi dari manapun asalnya…tiada cerminan yg mampu menyadarkan wajahnya yang penuh sayatan pisau operasi plastik…karena wajah sebenarnya bukan yang ia kenakan saat ini…namun jauh di lubuk hati dan hasrat yang berwujud raksasa.
setiap hari ia merogoh saku bajunya, khawatir tiada lagi uang untuk membeli mimpi dan hayalan…khawatir tak lagi bisa menyuap dimensi yang bisa merusak reputasinya…jiwa dan akalnya penuh intrik dan kegilaan atas jabatan…sungguh obsesi sinting yang membuat glamour dan gaya hidup mewah semakin merajai diri…
kepalsuan dan pengabdian..adakah nilai dari sudut mata yang terpahat kemunafikan ?
mungkin hanya Tuhan yang bisa menjebaknya dalam kehancuran…menguliti setiap kulit palstiknya yang berlapis…sampai manusia melihat sesungguh dirinya…atau kemudian ia mencoba meraih jubah putih dan beralih menjadi orang lain dan berkata ” maafkan saya ” dan keluar dari penjara beberapa hari atau bahkan menit..untuk kemudian lari dan meringis seperti kuntilanak.
huh…pejabat2 pena yang dengan paraf diatas cek bisa merebut negara dari rakyatnya… yang dengan konfrensi pers bisa mengendalikan imej berjuta mata yang menyaksikannya…dan sudah barang tentu melihat dari kejauhan. ada yg berbagi opini dengan ini dan itu…atas ini dan itu…namun hakikatnya tak mampu merubah sifat atau justru bersekutu seperti lalat. adakah pedang keadilan di meja hijau yang bersimbol neraca sejajar itu kembali terhunus tanpa pilih kasih ? lebih tepat lagi hapuslah itu dari benakmu…karena mungkin pedang itu hanya dimiliki artis dalam setiap perannya…seperti pendekar atau musasi…yang berjiwa heroik namun hanya sekedar menjalankan skenario diatas panggung.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun