Hukum sebenarnya telah lama hidup bersama praktiknya dalam tatanan masyarakat yang telah mulai beradab. Aristoteles dengan pemikiranya telah memberikan sumbangsih besar terhadap perkembangan hukum melalui bukunya "Politika" dan "Etika Nikomakea". Gagasannya terhadap hukum terkhusus  bagaimana ia menggambarkan konsep "Polis" sebagai sebuah konsep tatanan masyarakat ( Kemasyarakatan ) yang bekerja atas kepentingan umum guna mencapai kebaikan telah menjadi sebuah pijakan terhadap Hukum dan etika, yang mana keduanya saling berkaitan sehingga terciptanya keadilan dalam bermasyarakat.
Indonesia sendiri telah lama bergelut dalam pembentukan produk-produk hukum yang akhirnya menjadi cikal-bakal lahirnya Konstitusi di Indonesia. Konstitusi secara etimologi berasal dari bahasa Perancis yaitu "constituer" yang artinya membentuk, menata, dan  menyusun suatu negara. Sementara dalam bahasa Latin kata konstitusi berasal dari 2 (dua) kata yakni "cume" dan "statuere". Kata "cume" artinya "bersama dengan", da "statuere" adalah "membuat sesuatu agar berdiri atau mendirikan atau menetapkan".
Secara harfiah Konstitusi memiliki banyak pemaknaan seiring dengan perkembangannya. Menurut Hans Keilsen Konstitusi merupakan hukum tertinggi pada suatu negara. Beruntung melalui pergulatan pikiran tokoh-tokoh revolusioner Indonesia yang mana  mereka berhasil membentuk formulasi mengenai landasan hukum yang berlaku di Indonesia, dan sekarang juga merupakan Konstitusi Negara Republik Indonesia dan biasa kita kenal dengan sebutan Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia telah melalui perubahan setidaknya sebanyak 4 kali setelah reformasi, yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002. Perubahan yang biasa dikenal dengan sebutan Amandemen itu berakhir dengan beberapa pergesaran makna dasar yang turut serta berhasil membuat perubahan pada bentuk, hubungan, dan mekanisme kelembagaan yang ada pada ruang lingkup Hukum ketatanegaraan Indonesia.
Perubahan tersebut juga turut menghasilkan sebuah Lembaga yang bertujuan untuk menjaga Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Urgensi terhadap pembentukan Lembaga yang secara khusus menangani penegakan Konstitusi di Indonesia akhirnya terwujud dalam bentuk pengadopsian Pasal 24 C Undang-Undang Dasar 1945 perubahan ketiga yang disahkan pada 9 Nopember 2001. Akhirnya pada 13 Agustus 2003 disahkan Undang-Undang No 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang langsung ditanda-tangani oleh Presiden Megawati Soekarno Putri.
Mahkamah Konstitusi merupakan Lembaga Negara dengan urutan ke-78 yang terbentuk dalam sejarah perkembangan Lembaga Konstitusi global. Dalam Pasal 24 C ayat (1) perubahan ketiga Undang-Undang Dasar 1945 tercantum 4 kewenangan dan 1 kewajiban yaitu :
1. Melakukan judicial review undang-undang terhadap UUD 1945.
2. Memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD.
3. Memutuskan pembubaran partai politik.
4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Selain itu, pada ayat (2) Mahkamah Konstitusi juga memiliki kewajiban memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran hukum oleh presiden dan wakil presiden menurut UUD. Lalu pada Pasal 7B ayat (1) Mahkamah Konstitusi juga berhak untuk memutuskan pendapat DPR bahwa Presiden atau Wakil Presiden yang terkait tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden atau Wakil Presiden.
Menurut Montesquieu dalam karyanya "the spirits of the laws" ia mengemukakan Trias Politica atau 3 pembagian kekuasaan pemerintah yang independen serta saling mengawasi satu sama lain agar terhindar dari penyalahgunaan, ketimpangan, dan ketidakstabilan kekuasaan yang dapat mencederai konstitusionalitas suatu negara. Trias Politica juga bertujuan dalam mewujudkan sistem Checks and Balances yang berfungsi sebagai bentuk kontrol dalam menjaga keseimbangaan kekuasaan yang saling mengawasi agar tercapainya stabilitas kekuasaan dalam menjaga supermasi hukum atas asas kedaulatan rakyat.
Konstitusi merupakan manifestasi dari nilai-nilai yang ada pada eksistensi suatu bangsa. Konstitusi hadir dengan refleksi nyata terhadap bagaimana perjuangan dan perkembangan suatu bangsa sehingga menghasilkan nilai-nilai yang mencakup seluruh aspek kehidupan.
Mahkamah Konstitusi berdiri sebagai Lembaga Tinggi Negara yang independen hidup dalam kekuasaan Yudikatif. Mahkamah Konstitusi Memliki wewenang dan kewajiban yang berbeda dengan Mahkamah Agung walaupun berada dalam basis kekuasaan yang sama, akan tetapi tidak menutup kemungkinan terjadinya gesekan antara dua lembaga tinggi negara tersebut.
Salah satu permasalahan yang muncul adalah bagaimana eksekutabilitas dalam berbagai putusan yang dikeluarkan Mahkamah Konstitusi berpengaruh terhadap putusan yang dikeluarkan Mahkamah Agung, dan begitu juga sebaliknya. Akibatnya sering terjadi timpang tindih putusan yang berpengaruh terhadap kepastian hukum. Apalagi dua institusi tersebut tidak saling membawahi dan berkedudukan sama dalam hierarki kelembagaan yang terdapat di Indonesia. Makanya hal tersebut cukup bertentangan dengan fungsi Mahkamah Konstitusi sebagai penafsir tunggal konstitusi.