Mohon tunggu...
BagasYudha GilangSaputro
BagasYudha GilangSaputro Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program S1 Bahasa dan Sastra Inggris Univeritas Airlangga

Care To Inspire

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengharapkan Adanya Gender Equality di Lingkungan Kampus

4 Juni 2022   19:00 Diperbarui: 4 Juni 2022   19:06 407
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kesetaraan gender (gender equality) adalah konsep kesetaraan penuh laki-laki dan perempuan untuk menikmat rangkaian lengkap hak-hak politik, ekonomi, sipil, sosial, dan budaya. Konsep kesataraan ini merujuk pada situasi di mana tidak ada individu yang ditolak aksesnya atas hak-hak tersebut atau hak-hak itu dirampas mereka karena persoalan jenis kelamin.

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia memberikan sebuah pernyataan, bahwasanya semua manusia dilahirkan bebas dan juga sama. Melihat pernyataan dari deklarasi tersebut, konversi tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan mencantumkan sebuah istilah, “hak yang sama untuk laki-laki dan perempuan” dan “kesetaraan hak perempuan dan laki-laki”

Di berbagai tempat keberadaan sosok perempuan, sering kali tidak dianggap keberadaanya, termasuk juga di ruang lingkup Pendidikan. Seperti yang sering dijumpai bahwa ketua organisasi layaknya Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di tempati oleh laki-laki. Bahkan tidak banyak dari pemimpin kampus juga dipimpin oleh laki-laki.

Masih Adanya Kampus yang Tidak Ramah Perempuan

Pada tahun 2020, media sosial dibuat heboh dengan munculnya sebuah postingan yang menampilkan katalog kepengurusan organisasi BEM Fakultas Teknik di Universitas Negeri Jakarta. Hal yang mengakibatkan netizen Indonesia heboh adalah, adanya foto perempuan yang ditampilkan dalam katalog kepengurusan tersebut diblur. Namun sebaliknya foto laki-laki, terlihat dengan sangat jelas. Hal tersebut diasumsikan adanya praktik patriarki dalam kepengurusan BEM Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta. Di berbagai organisasi intra kampus, khusunya Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Umumnya, mereka menampilkan sebuah info terkait kepengurusan struktur organisasi secara gambling dan jelas. Hal tersebut diharapkan bisa dikases dan diketahui oleh berbagai pihak. Pada dasarnya BEM merupakan wujud dari pemangku kebijakan bagi mahasiswa.

Pihak dari BEM Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta telah melakukan klarifikasi terkait hal tersebut. Mereka mengatakan bahwasanya foto tersebut tidak diblur, melainkan hanya diturunkan opacity-nya, yang mana hal tersebut ditentukan atas dasar konsensus antar anggota perempuan. Namun, hal tersebut tetap saja menghadirkan sebuah pertanyaan yang besar,”Benarkah konsesus tersebut itu ada atas keinginan pribadi masing-masing, terkait tanpa adanya intervensi dari pihak lain ataupun  adanya tekanan, baik secara kultural atau bahkan fungsional?”

Dalam sebuah narasi klarifikasi yang disampaikan oleh BEM Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta, mereka hanya menekankan bahwasnya pihaknya menjunjung tinggi nilai-nilai perbedaan gender, agama, ras, dan antar golongan. Namun mereka tidak memaparkan terkait ekualitas. Dengan menjunjung nilai-nilai perbedaan, sangatlah tidak cukup untuk menepis asumsi praktik patriarki yang terdapat pada tubug organisasi mereka. Karena menjunjung tinggi perbedaan dan juga bertoleransi, tidak cuku untuk mengakomodasi nilai-nilai kesetaraan, terlebih lagi berbasis gender.

Terlepas dari kesepakatan yang mereka buat. Dengan menurunkan opacity foto perempuan justru menghilangkan eksistensi perempuan di khalayak umum. Apalagi dengan fakta bahwa yang diblur hanya foto perempuan, sedangkan yang laki-laki masih terpampang jelas. Organisasi yang berada di lingkungan kampus, terlebih lagi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Haruslah menjadi sebuah tempat untuk memberikan ruang terobosan baru dalam menjunjung tinggi konsep kesetaraan, bukan membiarkan adanya subordinasi, dan mengedepankan prinsip solidaritas. Adanya ketimpangan seperti ini justru menciptakan kesan inferioritas. Ketika inferioritas terhadap perempuan, akan menjadi sebuah wadah tumbuh dan berkembangnya praktik pratiarki.

Ketidaksetaraan muncul karena adanya sebuah pemikiran bahwasanya perempuan memiliki kemampuan yang jauh di bawah laki-laki. Hal ini muncul karena ada sebuah statement yang mengatakan jika tidak ada Adam, maka Hawa pun juga tidak ada. Dan factor utama yang menjadikan timbulnya diskriminasi terhadap perempuan adalah Patriarki. Di mana laki-laki harus dan selalu menjadi yang nomor satu.

Dalam ruang lingkup seksual. Perempuan sering kali menjadi korban dalam kasus kekerasan seksual. Kemendikbudristek telah melaksanakan sebuah survey pada 79 kampus di 29 kota di Indonesia yang dilakukan pada tahun 2020. Survey tersebut perihal kekerasan seksual di lingkungkan Perguruan Tinggi. Survey menemukan data, 77% dosen mengaku bahwasanya kekerasan seksual pernah terjadi di kampusnya. Sementara, 63% kasus kekerasan seksual tidak pernah dilaporkan, dengan dalih untuk menjaga nama baik kampus. Sebanyak 90% perempuan menjadi korban dari kasus kekerasan seksual dan sisany adalah laki-laki.

Hal ini tentunya membuat eksistensi perempuan semakin dipandang remeh dan sebelah mata. Karena akan timbul sebuah pemikiran, bahwasanya perempuan hanya akan dijadikan objek seksualitas oleh kaum pria. Terbukti dari survey yang telah dilakukan oleh pihak Kemendikbudristek. Sementara itu, Menurut data Komnas Perempuan, yang dikeluarkan pada Oktober 2020, telah terjadi sekitar 27% aduan kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi dalam rentang waktu 2015-2020. Berdasarkan fakta yang berupa data, memperlihatkan bahwasanya Perguruan Tinggi ternyata menjadi salah satu zona berbahaya bagi mahasiswa, terlebih lagi bagi mahasiswi sebagai korban kekerasan seksual maupun gender equality

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun