Urgensi Pemenuhan HAMÂ
Indonesia sebagai negara hukum wajib menegakkan hak asasi manusia (HAM) dalam penyelenggaraan negara. Karena dalam negara hukum jaminan perlindungan hak asasi manusia dianggap sebagai ciri mutlak harus ada pada setiap negara yang dapat disebut rechstaat (Jimly Asshiddiqie: 2015).Â
Memastikan pemenuhan HAM merupakan komitmen absolut sebagai basis semangat bernegara. Salah satu mewujudkan komitmen tersebut dengan memahami tantangan pemenuhan HAM di Indonesia.
Hal ini dilakukan karena bagi penulis meskipun hakekat HAM adalah hak universal namun ketidaksamaan standar serta norma ditambah moral yang dimaknai oleh masing-masing negara bisa berbeda bahkan membuka peluang disalahartikan.Â
Kasus-kasus pelanggaran HAM terus terjadi, misal pada tahun 2019 YLBHI mencatat pengaduan pelanggaran HAM dari 4.174 orang, dimana terjadi kenaikan dari tahun sebelumnya yang berjumlah 3.455 pengaduan.Â
Pada tahun 2019 pula Komnas HAM menerima 4.778 berkas pengaduan pelanggaran HAM. Terbaru ditahun 2020 dari rentang bulan Januari hingga Agustus Komnas HAM menerima 1.792 aduan pelanggaran HAM.
Data tersebut bisa saja akibat dari pemahaman yang keliru dari negara dalam merespon pemenuhan HAM. Memahami akar permasalahan dan tantangan merupakan usaha pembenahan yang nyata. Sebab HAM akan selalu ada, juga pelanggaran terhadapnya. Pergeseran cara pandang yang justru membuka pelanggaran HAM menjadi pintu pembuka.Â
Kebebasan sipil dikorbankan atas nama demokrasi, pembangunan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi yang membuka jalan untuk toleran dan melanggengkan impunitas akan praktik-praktik korupsi meluas, hingga penindasan terhadap warga sipil dan masyarakat adat atas nama pemerataan pembangunan daerah. Semua ini merupakan awal dari bahayanya kekuasaan jika tidak ada kontrol yang kritis terhadapnya.
Tantangan Pemenuhan HAM: Sebuah Refleksi
Berangkat dari semangat pemenuhan HAM, memahami tantangan pemenuhan HAM sangat perlu. Banyak aspek yang mempengaruhi tantangan pemenuhan HAM di Indonesia.Â