Keputusan Mahkamah Konstitusi menimbulkan berbagai pendapat di masyarakat, terutama di kalangan politisi dan aktivis. Pada 16 Oktober 2023, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan persetujuan sebagian untuk tinjauan konstitusional terhadap Pasal 169, ayat q Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal ini mengatur persyaratan usia bagi calon wakil presiden, menetapkan usia minimum 40 tahun atau pengalaman sebelumnya dalam memegang atau saat ini memegang jabatan terpilih melalui pemilihan umum atau pemilihan umum daerah. Dalam konteks ini, saya berpendapat bahwa keputusan MK membuka jalan bagi pemimpin muda untuk aktif berpartisipasi dalam proses pemilihan presiden dan wakil presiden, menghadirkan perdebatan nuansa tentang implikasi keputusan ini. Dapat diketahui opini yang saya tulis ini tidak memihak kepada masing-masing calon presiden dan wakil presiden.
Pilihan Mahkamah Konstitusi untuk memfasilitasi peluang bagi pemimpin muda untuk terlibat dalam arena pemilihan presiden dan wakil presiden. Saya berpendapat bahwa pemimpin muda memiliki potensi untuk memulai perubahan transformatif di Indonesia. Semangat dan pandangan inovatif mereka dapat secara signifikan berkontribusi pada perkembangan berkelanjutan negara. Selain itu, kecakapan mereka dalam teknologi dan informasi menjadi aset kritis dalam mengatasi tantangan era globalisasi.
Pemimpin muda memiliki peran penting dalam kemajuan di Indonesia, seperti yang terlihat dari pandangan ini. Pertama, pemimpin muda membawa semangat dan energi segar yang sangat penting untuk membangun kembali Indonesia. Tanpa terikat oleh pola pikir konvensional, mereka lebih terbuka terhadap ide-ide inovatif dan inovasi, suatu dinamika yang sangat penting untuk menciptakan perubahan positif. Kedua, pemahaman mereka yang lebih baik terhadap teknologi dan informasi membuktikan pentingnya dalam menghadapi tantangan globalisasi. Di era yang didominasi oleh kemajuan teknologi, pemimpin muda dapat memanfaatkan alat-alat ini untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemerintahan. Terakhir, pemimpin muda memiliki potensi untuk meningkatkan partisipasi pemilih. Kohort pemilih muda yang semakin berkembang akan menemukan pilihan yang lebih banyak dalam pemilihan presiden dan wakil presiden, yang berpotensi menginspirasi partisipasi lebih tinggi dan membentuk masyarakat yang lebih terlibat.
Tentu saja, mengakui potensi risiko adalah penting. Pemimpin muda mungkin kurang memiliki kedalaman pengalaman dan kebijaksanaan yang biasanya terkait dengan memimpin sebuah negara. Namun, kekhawatiran ini dapat dikurangi melalui program pelatihan terstruktur dan bimbingan yang memadai bagi pemimpin muda yang muncul. Pada intinya, sementara keputusan MK membawa janji dampak positif, memastikan bahwa pemimpin muda ini memperoleh pengalaman dan kebijaksanaan yang cukup tetap menjadi hal utama.
Sebagai kesimpulan, keputusan Mahkamah Konstitusi untuk memberikan peluang bagi pemimpin muda untuk terlibat dalam pemilihan presiden dan wakil presiden menandai langkah signifikan menuju penguatan demokrasi Indonesia. Keputusan ini selaras dengan prinsip-prinsip demokratis yang menegaskan kedaulatan rakyat dan hak mereka untuk memilih pemimpin tanpa batasan usia yang tidak perlu. Pemimpin muda, didorong oleh ide-ide segar dan energi yang tak kenal lelah, memiliki potensi untuk memimpin perubahan transformatif di Indonesia. Â Oleh karena itu, keputusan ini muncul bukan hanya sebagai dekrit hukum tetapi sebagai katalisator untuk membentuk lintasan masa depan kepemimpinan Indonesia. Ini mengundang diskusi yang berpikir dan berkelanjutan tentang bagaimana memberdayakan pemimpin muda secara terbaik, memastikan bahwa mereka dilengkapi dengan keterampilan dan kebijaksanaan yang diperlukan untuk membimbing Indonesia menuju masa depan yang makmur dan stabil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H