“Bhinneka Tunggal Ika”, kalimat tesebut tertulis cantik di pita putih yang di bawah oleh garuda yang perkasa yang dijadikan semboyan oleh bangsa indonesia. Kalimat yang berasal dari bahasa Jawa kuno yang berarti “berbeda-beda tetapi tetap satu”. Kata tersebut merujuk kepada banyaknya etnis, suku, ras, dan agama yang ada di antara Sabang sampai Merauke. Saat masa kerajaan Belanda datang dan memonopoli perdagangan dan meng-kolonialisasi nusantara. Mereka melawan kekuatan Belanda dengan membawa panji-panji kerajaan atau daerahnya sendiri.
Namun apa daya Belanda masih terlalu kuat dan melakukan politik adu domba agar mereka berperang antar sesama kerajaan. Dengan berjalannya waktu orang-orang di nusantara pun sadar jika masih berperang dengan sendiri-sendiri mereka tidak akan mampu keluar dari penjajahan oleh bangsa-bangsa lain. Pada akhirnya mereka yang berasal dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan Pulau-pulau lain bersatu dengan panji merah putih dan atas nama Indonesia. Dan dengan rasa persatuan yang tinggi membuat Belanda dan Jepang angkat kaki dari Indonesia.
Lalu apakah persatuan tersebut masih dijiwai oleh orang-orang indonesia ?. Melihat situasi saat ini, rasa ke-bhinnekaan semakin pudar dan dianggap tulisan yang “nyangkut” di cakar sang garuda. Hal ini bisa dilihat dari konflik-konflik dan diskriminasi yang ber-sifat SARA, mulai dari pihak-pihak yang menganggap agamanya yang palng benar dan agama lain tidak pantas ada di negeri ini.
Orang-orang yang mengutuk keturunan asing dari utara yang ada di negeri ini dengan dalih bukan pribumi namun memuja keturunan asing lain dari timur tengah yang seiman. Bahkan para orang tua selalu menggingatkan anaknya agar tidak berteman denga orang yang tidak seiman lah, yang tidak selevel lah, dll. Jika melihat situasi seperti tersebut lalu orang Indonesia menggap Bhinneka Tunggal Ika sebagai apa, untuk mempercantik lambang negara ?.
Kita seharusnya bersyukur para founding fatherskita mengangkat Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan kita. Dikarenakan mengangkat rasa kesatuan dari berbagai suku, agama, dan warna kulit sebagai suatu kekayaan dan bukan sebagai penggajal. Dikarenakan di negara lain seperti amerika dan eropa masih mempersoalkan warna kulit sebagai pembeda kelas, hingga Martin Luther King Jr menyuarakan diskriminasi tersebut melalui pidato “I Have a Dream” yang ikonik. Sedangkan bangsa ini menggangap perbedaan sebagai kekayaan serta kelebihan. Bangsa lain melihat Indonesia sebagai negeri yang hebat karena dengan banyaknya perbedaan bangsa ini masih bisa hidup rukun.
Namun, rakyatnya kini menggangap perbedaan sebagai batas atau haangan yang harus disingkirkan. Pihak yang ini tidak ingin pemimpin yang “itu” karena tidak sama ras dan keyakinanya. Yang di timur mengharap kesamaan situasi dengan yang ada di bagian barat, mulai dari infrastruktur dan harga bahan pokok yang berbeda bagai langit dan bumi, bahkan timnas-nya tidak pernah bermain disana. Yang dipulau jawa berharap pembangunan jangan hanya di Jakarta, karena di jawa masih ada daera-daerah dan kota-kota lain.
Bahkan agama lain pun dianggap sebagai halangan, seperti saat orang-orang lebih memilih pemimpin yang golongannya. Dan mengutuk yang lain karena keturunan asing dan beda keyakinan padahal yang didukung jugak keturunan asing. Bahkan demi membelanya mereka membawa masa dari daerah-daerah lain pada tangal-tanggal cantik. Padahal bangsa ini ada karena perjuangan-perjuangan berbagai etnis dan agama, bukan hannya satu golongan.
Selain itu orang-orang saat ini mulai melabeli orang-orang yang berbeda suku dan etnis dengan mereka sebagai orang yang tidak pantas diajak berteman. Seperti orang lain menggangap suku Jawa itu terlalu lamban dan kalem, orang Jawa Timur kasar dan suka mengumpat, suku Madura identik dengan maling dan selalu curang dalam berwirausaha atau kerja, suku Batak sebagai orang keras, bangsa preman, supir angkot ugal-ugalan, dan copet, orang Betawi terlalu songgong, orang Papua yang terlalu udik dan diangga sebagai orang aneh. Melihat stigma masyarakat yang seperti itu sudah terlihat mulai terpecahnya pesatuan yang ada di indonesia saat ini.
Bibit-bibit perpecahan tersebut sudah mulai terlihat di Indonesia saat ini. Seperti gerakan separatis di Aceh dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) nya serta Bintang Kejora di Papua. Selain gerakan separatis ada juga bibit-bibit lain seperti gerakan yang mengatasnamakan agama namun tidak mengikuti aturan-aturan yang ada di kitab suci. Yang menggangap dirinya paling benar dan agama lain sebagai hal yang harus dihapuskan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Keadaan tersebut jelas merupakan ancaman bagi bangsa yang disebabkan oleh hilangnya rasa kebhinnekaan orang-orangnya. Apakah bangsa indonesia masih tidak bisa menjaga semboyan negara kita yang telah merdeka 71 tahun lamanya ?. atau orang-orangnya yang tidak bisa memahami makna dari semboyan negaranya ?. Karena Bhinneka Tunggal Ika bukan meleburkan perbedaan menjadi kesatuan yang mutlak. Namun Bhinneka Tunggal Ika menjaga perbedaan identitas dari rakyat-nya agar dapat hidup aman dan sejahtera dalam perbedaan tersebut dengan cara saling menghormati satu sama lain.
Masih belum terlambat bagi kita untuk “menyembuhkan” bangsa ini dari kepentingan-kepentingan golongan yang dapat merusak rasa kebhinekaan. Namun hal tersebut tidaklah persoalan yang mudah diselesaikan. Bahkan Bung Karno pernah berkata “Perjuanganku lebih mudah karena hanya menggusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri”. Dan hal itu menjadi kenyataan karena saat ini Bhinneka Tunggal Ika sedang mengalami ancaman yang berat dan besar.