Mohon tunggu...
Riska BagasPurnama
Riska BagasPurnama Mohon Tunggu... Lainnya - Lahir sebagai anak manusia

Yang jelas bagaimanapan hidupnya "Berfikir positif adalah salah satu cara sederhana untuk mensyukuri otak" hueheheh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bandwagon Fallacy: Melihat Kekeliruan dalam Mengikuti Arus Opini

31 Maret 2024   13:16 Diperbarui: 31 Maret 2024   13:21 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam dunia yang semakin terhubung dan terpapar informasi, seringkali kita terjebak dalam jebakan pemikiran yang salah. Salah satu dari jebakan tersebut kita kenal dengan Bandwagon Fallacy, yang mengiring kita untuk mengikuti arus opini tanpa melakukan pemikiran kritis yang memadai.

Dalam artikel ini kita akan mencoba untuk melihat kekeliruan dalam mengikuti arus opini atau kesalahan berpikir yang sering disebut dengan Bandwagon Fallacy dan pentingnya untuk menghindarinya.

Pada dasarnya, Bandwagon Fallacy mengandalkan argumen ad  populum yaitu suatu keyakinan yang menganggap bahwa sesuatu harus benar karena banyak orang yang mempercayainya. Bandwagon Fallacy atau sering disebut juga sebagai argumen mayoritas, adalah merupakan salah satu bentuk kesalahan logika yang mendasarkan kebenaran suatu peryataan pada popularitas atau banyaknya orang yang mempercayainya. 

Seseorang yang terjebak dalam bandwagon fallacy  cenderung mengabaikan bukti atau alasan yang kuat dan hanya mengandalkan popularitas atau banyaknya orang yang mempercayainya suatu peryataan atau tindakan. Dalam hal ini kebenaran atau kualitas suatu peryataan atau tindakan tidak ditentukan oleh pertimbangan rasional, tetapi oleh seberapa banyak orang yang mengikuti arus tersebut.

Sebagai contoh umum dari Bandwagon Fallacy adalah sebuah peryataan seperti ini "Semua orang melakukan ini, jadi itu harusnya benar" atau "Semua orang percaya ini maka itu pasti benar". Argumen semacam ini mengabaikan pentingnya bukti dan logika yang kuat, dan hanya mengandalkan popularitas atau penerimaan umum sebagai dasar kebenaran.

Mengikuti arus opini tanpa melakukan pemikiran kritis yang memadai berpotensi atau memiliki konsekuensi yang merugikan. Hal ini dapat menghambat kemampuan kita untuk mempertanyakan, menganalisis  dan mencari kebenaran yang sebenarnya. Dari sini kita bisa melihat atau menyimpulkan bahwa Bandwagon Fallacy adalah kesalahan berpikir yang serius dan dapat menghambat kemampuan individu untuk mempertahankan integritas intelektual, untuk itu sangat penting dalam mempertimbangkan bukti dan alasan yang kuat agar kita tidak terjebak dalam tekanan sosial untuk mengikuti arus opini. 

Maka dari itu Bandwagon Fallacy merupakan jebalkan berbahaya dalam berpikir kritis, karena mengabaikan pentingnya evaluasi yang objektif dan analisa yang mendalam. Hanya karena banyak orang mempercayainya atau melakukannya bukan berarti suatu klaim atau tindakan tersebut benar secara otomatis.

Untuk menghindari jebakan Bandwagon Fallacy penting bagi kita untuk melibatkan pemikiran kritis dan evaluasi yang objektif. Kita perlu mempertanyakan alasan dibalik suatu pendapat atau tindakan , mencari bukti yang kuat dan tidak terjebak dalam tekanan sosial untuk mengikuti arus opini. Selain itu kita juga harus berani berbeda dan mempertahankan kebenaran yang didasarkan pada alasan yang rasional dan bukti yang kuat.

Dalam arus kehidupan seperti saat ini dimana informasi dan opini yang beragam, penting bagi kita untuk terus berpikir kritis guna untuk menghindari resiko dari Bandwagon Fallacy. Dengan menghindari Bandwagon Fallacy kita dapat membangun pemikiran yang lebih mandiri., menciptakan diskusi yang sehat dan mencapai pemahaman yang lebih mendalam tentang lingkungan di sekitar kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun