Mohon tunggu...
Bagas Charli Manuel
Bagas Charli Manuel Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Threshold menjadi Ancaman Keberlangsungan Demokrasi

27 Mei 2024   00:14 Diperbarui: 27 Mei 2024   00:21 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mengingat anggapan luas bahwa bangsa merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dan diikutsertakan dalam proses politik, maka partai politik lahir secara spontan dan berkembang menjadi penghubung antara masyarakat di satu sisi dan pemerintah di sisi lain. Pada awal perkembangannya, pada akhir dekade ke-18, di negara-negara Barat seperti Inggris dan Perancis, aktivitas politik terfokus pada kelompok politik di parlemen. Kegiatan ini awalnya bersifat elit-aristokrat, membela kepentingan kaum bangsawan dari tuntutan raja. Semakin meluasnya hak pilih, kegiatan politik juga berkembang di luar parlemen dengan terbentuknya panitia panitia pemilihan yang mengatur pengumpulan suara para pendukungnya menjelang masa pemilihan umum (kadang-kadang dinamakan caucus party). Oleh karena dirasa perlu memperoleh dukungan dari berbagai golongan masyarakat, kelompok-kelompok politik di parlemen lambat laun juga berusaha mengembangkan organisasi massa. Maka pada akhir abad ke-19 lahirlah partai politik, yang pada masa selanjutnya berkembang menjadi penghubung (link) antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di pihak lain.

Di Indonesia, kemunculan partai politik tidak terlepas dari luasnya suasana kebebasan sosial yang tercipta pasca jatuhnya pemerintahan kolonial Belanda. Kebebasan ini memberikan ruang dan peluang bagi masyarakat untuk berorganisasi, termasuk partai politik. Padahal akar partai politik sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Partai-partai politik yang lahir pada masa kolonial tidak terlepas dari peran gerakan-gerakan yang tidak hanya bertujuan untuk memperoleh kebebasan yang lebih besar dari kekuasaan kolonialis namun juga menuntut kemerdekaan. Hal ini dapat kita lihat pada lahirnya partai politik sebelum kemerdekaan.

Partai politik merupakan instrumen integral dari sistem demokrasi di setiap negara di dunia. Suatu negara tidak dapat dikatakan demokratis jika tidak mempunyai partai politik, karena sejatinya partai politik merupakan wujud kebebasan masyarakat untuk membentuk kelompok sesuai dengan kepentingannya. Keberadaan partai politik dapat dilihat sebagai wujud kebebasan hak asasi manusia, demikian pula keberadaannya sebagai badan hukum. Kebebasan Hak Asasi Manusia yang dimaksud adalah kebebasan berserikat dan hidup berorganisasi. Oleh karena itu, dalam perkembangannya, kebebasan berserikat merupakan suatu kebebasan yang diakui secara universal yang kemudian dikenal dengan kebebasan berserikat. Richard H. Pildes menyatakan bahwa tanpa kebebasan berserikat, martabat manusia mungkin terbatas karena seseorang tidak dapat secara otomatis menyatakan pendapat sesuai dengan keyakinan dan hati nuraninya.

Fungsi Partai

Partai politik menjadi elemen penting dalam politik modern karena mempunyai fungsi yang strategis. Banyak juga para ahli yang merumuskan fungsi partai politik. Fungsi utama partai politik adalah mencari kekuasaan, memperoleh kekuasaan, dan mempertahankannya. Cara partai politik memperoleh kekuasaan adalah dengan berpartisipasi dalam pemilihan umum. Untuk menjalankan fungsi tersebut, partai politik melakukan tiga kegiatan yang biasa dilakukan oleh partai politik, yaitu memilih calon, setelah memilih calonnya, selanjutnya melakukan kampanye, setelah melakukan kampanye dan memilih calon pada pemilihan umum berikutnya, partai politik menjalankan fungsi pemerintahan (legislatif dan eksekutif). Secara umum Firmanzah menyatakan peran dan fungsi partai politik terbagi menjadi dua, yaitu fungsi internal dan fungsi eksternal. Dari segi fungsi internal, partai politik berperan dalam pembinaan, pendidikan, pelatihan dan pengkaderan anggota partai politik guna menjaga ideologi politik yang menjadi dasar berdirinya partai politik tersebut. Sedangkan dari segi fungsi eksternal, peran partai politik mempunyai lingkup yang lebih luas yaitu masyarakat, bangsa, dan negara. Sebab, partai politik juga mempunyai tanggung jawab konstitusional, moral, dan etika untuk memperbaiki kondisi dan situasi masyarakat.

Parliamentary Threshold

Parliamentary Threshold dalam sistem kepartaian Indonesia adalah batas minimum yang harus dipenuhi suatu partai untuk memperoleh keterwakilan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau Dewan Perwakilan Daerah (DPRD). Ambang batas ini diperlukan untuk memastikan bahwa partai-partai yang memperoleh keterwakilan mempunyai dukungan yang kuat dari masyarakat dan kemampuan untuk berkontribusi dalam proses kebijakan nasional.

Dalam sistem kepartaian Indonesia, partai yang memperoleh lebih dari 2,5% dari total suara pemilu dapat memperoleh wakil dari Partai Demokrat Demokrat atau Partai Demokrat Demokrat. Jika suatu partai tidak memenuhi ambang batas ini, maka partai tersebut tidak akan terwakili dan tidak dapat berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan nasional.

Batasan tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Partai Politik). Pasal 11 Undang-Undang Partai Politik menyatakan bahwa partai politik berperan sebagai sarana pendidikan politik, menciptakan iklim yang kondusif bagi persatuan dan kesatuan bangsa, serta menyerap, menghimpun, dan menyalurkan aspirasi politik masyarakat. Dalam menjalankan fungsi tersebut, partai politik harus memenuhi persyaratan tertentu, termasuk memperoleh jumlah suara minimum yang diperlukan untuk memperoleh keterwakilan.

Oleh karena itu, Parliamentary Threshold dalam sistem kepartaian di Indonesia berfungsi sebagai penjaga kualitas partai politik yang memperoleh keterwakilan, sehingga memastikan bahwa hanya partai politik yang memperoleh dukungan rakyat dalam jumlah besar yang dapat berpartisipasi dalam proses kebijakan negara.

Saat melihat ambang batas yang ditampilkan dalam kebijakan sistem ambang batas pemilihan ini, ada beberapa poin. Pertama, belum adanya rancangan filosofis yang efektif dalam merumuskan undang-undang pemilu. Hal ini menimbulkan ambang batas pemilu yang seharusnya ditujukan untuk meningkatkan efisiensi pemilu, namun justru menjadi ancaman bagi partai-partai baru dan partai-partai kecil, yang pada akhirnya mengarah pada sistem pemilu yang eksklusif dan diskriminatif. Apalagi, penyederhanaan partai politik lebih lanjut dimaknai sebagai bentuk pembatasan kekuasaan, sehingga kekuasaan hanya berputar di antara partai politik lama dan tidak berpindah ke partai politik baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun