Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan inisiatif ambisius pemerintah Indonesia. Diluncurkan pada Januari 2025, program ini bertujuan untuk mengatasi masalah malnutrisi dan stunting dengan menyediakan makanan bergizi gratis kepada sekitar 83 juta anak sekolah, balita, ibu hamil, dan menyusui hingga tahun 2029 (apnews.com).
Namun, sejak peluncurannya, program ini menghadapi berbagai tantangan, terutama terkait dengan keamanan pangan. Sejumlah kasus keracunan makanan dilaporkan di berbagai daerah, menimbulkan kekhawatiran tentang efektivitas dan keselamatan program ini.
Tantangan terbesar dalam implementasi program ini adalah penerapan sistem keamanan pangan dalam membuat makanan bergizi agar aman untuk dikonsumsi.
Selain karena waktu pembuatan, 4 hour rule, kemasan makanan, kualitas bahan baku, dan jarak transportasi pengantaran makanan, hal yang menjadi persoalan utama dari kaca mata keamanan pangan adalah tentang kebersihan dapur.
Dapur yang bersih juga akan berdampak besar untuk mencegah terjadinya kasus keracunan makanan.
Kasus Keracunan Makanan dalam Program MBG
Sejak awal 2025, beberapa insiden keracunan makanan dilaporkan di berbagai wilayah Indonesia. Salah satu contoh kasus yang terjadi di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, di mana lebih dari 165 siswa dari dua sekolah mengalami gejala keracunan setelah mengonsumsi makanan dari program MBG (channelnewsasia.com).
Pemeriksaan awal menunjukkan adanya kontaminasi bakteri seperti Staphylococcus, E. coli, dan Salmonella dalam makanan yang dikonsumsi (scmp.com).
Kasus serupa juga terjadi di daerah lain, termasuk Sukoharjo, Jawa Tengah; Bombana, Sulawesi Tenggara; dan Batang, Jawa Tengah.
Sedangkan di Sukoharjo, misalnya, 40 siswa mengalami keracunan setelah menyantap makanan MBG pada Januari 2025 (tempo.co). Insiden-insiden ini menyoroti masalah serius dalam pengelolaan keamanan pangan dalam program MBG.
Faktor Penyebab Krisis Keamanan Pangan
Beberapa faktor berkontribusi terhadap terjadinya kasus keracunan makanan dalam program MBG: