Hari ini adalah hari yang menyenangkan, ketika saya bertamu ke rumah teman saya yang sedang merayakan Tahun Baru Imlek. Selain nuansa rumah yang serba merah, pastinya setiap tamu yang hadir atau saudara yang hadir akan disambut dengan penuh kehangatan dan juga keceriaan. Selama 14 hari kurang lebih sampai pada perayaan Cap Go Meh, nuansa Tahun Baru Imlek masih sangat terasa.
Nah, menariknya, setiap tahun saat saya ikut merayakan Tahun Baru Imlek di rumah teman saya, ada dua hal menarik yang membuat saya menjadi penasaran untuk membahasnya. Pertama, biasanya, pada saat satu hari sebelum dan pada saat imlek, ada kalanya hari itu entah gerimis atau hujan, bahkan bisa hujan seharian penuh. Tentu ini sangat disyukuri oleh saudara-saudari kita yang merayakan Tahun Baru Imlek, karena arti dari hujan tersebut akan membawa rejeki.
Ada pepatah Tiongkok yang mengatakan bahwa Hujan itu sama berharganya dengan emas. Hal ini diungkapkan karena pada saat itu, masyarakat di Tiongkok memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara bertani dan tentu, ketika hujan datang, artinya tanaman pertanian mereka menjadi hidup dan akan mendapatkan hasil panen yang baik. Oleh karena itu, keyakinan tersebut masih terus ada sampai saat ini. Buktinya, dua hari ini di wilayah Jabodetabek diguyur hujan selama seharian penuh.
Nah, yang kedua ini nih, jadi, saat Imlek tiba, meja makan selalu dipenuhi hidangan khas yang menggugah selera. Tapi, tahukah bahwa setiap makanan yang disajikan punya makna mendalam? Bukan sekadar sajian lezat, makanan khas Imlek adalah simbol doa, harapan, dan kebijaksanaan yang diwariskan turun-temurun.Â
Yuk, kita telusuri kisah di balik beberapa hidangan ikonik yang selalu hadir saat perayaan Imlek!
Kue Keranjang (Nian Gao): Harapan untuk Masa Depan yang Lebih Baik
Kue keranjang atau Nian Gao bukan sekadar kudapan manis, tetapi juga memiliki filosofi mendalam. Sejak zaman Dinasti Zhou (sekitar 3.000 tahun lalu), kue ini digunakan sebagai persembahan untuk dewa dapur agar ia "terjebak" dan tidak bisa melaporkan kesalahan manusia ke surga. Kini, Nian Gao melambangkan peningkatan rezeki dan kemajuan dalam kehidupan---karena dalam bahasa Mandarin, "nian" berarti tahun, dan "gao" berarti tinggi.
Tekstur kue yang lengket juga dianggap sebagai perekat hubungan keluarga, mengingatkan kita untuk tetap dekat dengan orang-orang terkasih. Dari sisi teknologi pangan, Nian Gao memiliki daya tahan tinggi berkat proses fermentasi tepung ketan, membuatnya bisa bertahan selama berminggu-minggu tanpa bahan pengawet.
Ikan Utuh: Simbol Kelimpahan dan Keutuhan
Dalam tradisi Imlek, ikan selalu disajikan dalam keadaan utuh dari kepala hingga ekor. Ikan apa pun, yang bisa dimakan, sudah pasti disajikan dalam bentuk utuh dan biasanya disajikan dengan cara dikukus. Ini bukan tanpa alasan! Kata "ikan" dalam bahasa Mandarin (yu) memiliki bunyi yang sama dengan "surplus" atau keberlimpahan. Hidangan ini menjadi doa agar kita selalu memiliki lebih dari cukup dalam segala hal, baik rezeki, kesehatan, maupun kebahagiaan.
Dari sisi kuliner, ikan lebih sering dikukus atau direbus utuh. Metode ini tidak hanya mempertahankan bentuk ikan sebagai simbol keutuhan keluarga, tetapi juga menjaga kandungan omega-3 yang baik untuk kesehatan otak, terutama di musim dingin saat Imlek berlangsung.
Jeruk Mandarin: Simbol Kemakmuran yang Bisa Dimakan
Jeruk mandarin dengan tangkai dan daun hijau yang masih menempel sering diberikan sebagai hadiah saat Imlek. Warna kuning keemasan buah ini melambangkan kekayaan, sementara dalam bahasa Mandarin, "jeruk" (ju) terdengar seperti kata "keberuntungan" (ji). Kalau di Indonesia, biasanya yang menjadi incaran itu adalah Jeruk Santang dan Jeruk Pomelo (Jeruk bali).Â