Mohon tunggu...
Bagas Kurniawan
Bagas Kurniawan Mohon Tunggu... Freelancer - Saya merupakan seorang lulusan Bioteknologi dengan cabang ilmu teknologi pangan. Saya sangat menyukai perkembangan industri pangan, namun tidak hanya sebatas itu saja tetapi merambah ke dunia farmasi dan keamanan pangan.

Saya memiliki hobi membaca dan menikmati konten visual yang berkaitan dengan sains, perkembangan teknologi, dan makanan. Tetapi tidak hanya di situ, saya juga tertarik dalam dunia otomotif.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Memahami Istilah "Groupthink" dan Ketidaktahuan Pluralistik Dalam Diskusi Kelompok

24 Agustus 2024   21:25 Diperbarui: 24 Agustus 2024   21:38 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diskusi kelompok | Sumber gambar: Sebastian Herrmann

Pernahkah kita berada dalam sebuah diskusi kelompok di mana kita memiliki pendapat berbeda tetapi memilih untuk diam dan mengikuti apa yang disepakati oleh suara mayoritas?

Mungkin kita merasa tidak enak menentang arus, atau berpikir bahwa pandanganKita tidak sesuai dengan anggota lain. Fenomena seperti ini sering terjadi dalam dinamika kelompok dan dikenal dengan istilah groupthink dan ketidaktahuan pluralistik.

Kedua konsep ini berkaitan dengan bagaimana kita sebagai individu menyikapi hal yang terkait kesepakatan kelompok, bahkan ketika kelompok ini memiliki pandangan yang berbeda dengan kita.

Apa Itu Groupthink?

Groupthink (berpikiran kelompok) adalah kondisi di mana anggota kelompok mengutamakan keharmonisan dan kesepakatan bersama yang diambil berdasarkan suara mayoritas, bukan dengan pandangan kritis atau adanya perbedaan pendapat.

Demi menjaga keharmonisan kelompok, orang-orang ini sering menekan pandangan mereka yang berbeda, karena mereka takut menimbulkan konflik atau penolakan.

Hal ini membuat pengambilan keputusan kelompok menjadi kurang optimal karena cenderung tidak memikirkan berbagai alternatif atau risiko yang mungkin terjadi dari setiap kesepakatan yang diambil.

Alasan Terjadinya Groupthink:

Groupthink sering dipicu oleh keinginan untuk menjaga keseragaman dalam kelompok. Terutama dalam kelompok yang sangat kompak atau di bawah kepemimpinan yang kuat, dan tekanan untuk mencapai keputusan cepat bisa memaksa anggota untuk menyembunyikan pendapat mereka yang berbeda.

Dampak Groupthink:

  • Penekanan Kreativitas: Ide-ide inovatif dan pandangan alternatif sering kali ditekan karena enggan menantang pendapat mayoritas meskipun ide atau solusi yang ingin diberikan cukup efektif.
  • Pengambilan Keputusan yang Buruk: Karena perspektif kritis tidak dieksplorasi, kelompok sering membuat keputusan yang salah atau melewatkan pilihan yang lebih baik.
  • Kebutaan Moral dan Etika: Groupthink dapat menyebabkan rasionalisasi perilaku atau keputusan yang tidak etis karena anggota kelompok menekan kekhawatiran etis pribadi demi mengikuti arah kelompok.

Seperti yang dijelaskan oleh Janis (1972), groupthink dapat menjadi penghalang serius bagi pengambilan keputusan yang sehat, terutama dalam situasi di mana kritik dan perbedaan pendapat sangat dibutuhkan.

Apa Itu Ketidaktahuan Pluralistik?

Ketidaktahuan pluralistik terjadi ketika sebagian besar anggota kelompok sebenarnya tidak setuju dengan norma atau keputusan kelompok, tetapi mereka mengira bahwa orang lain menerimanya pandangan itu. Akibatnya, setiap individu memilih untuk mengikuti arus, meskipun banyak yang sebenarnya memegang opini yang berbeda.

Misalnya, seseorang mungkin ingin menyuarakan pendapat pribadi mereka, tetapi mereka berasumsi bahwa semua orang setuju dengan pandanganmayoritas. Akibatnya, mereka menahan pendapat mereka dan memilih untuk patuh, percaya bahwa pendapat mereka adalah minoritas.

Dampak Ketidaktahuan Pluralistik:

  • Kesalahpahaman: Individu mungkin berpikir bahwa orang lain benar-benar mendukung keputusan atau keyakinan tertentu, padahal banyak orang mungkin diam-diam tidak setuju.
  • Tekanan Sosial dan Isolasi: Mereka yang merasa pkitangannya tidak sejalan dengan konsensus kelompok yang tampak mungkin merasa tertekan secara sosial dan akhirnya memilih diam, yang menyebabkan perasaan terisolasi atau frustrasi.
  • Pelestarian Norma yang Tidak Diinginkan: Ketidaktahuan pluralistik dapat memperkuat norma sosial yang sebenarnya tidak diinginkan atau sudah ketinggalan zaman karena tidak ada yang mau menantang pandanganyang mereka anggap didukung oleh mayoritas.

Penelitian oleh Miller & McFarland (1987) menunjukkan bahwa ketidaktahuan pluralistik sering kali menjadi akar dari banyak kesalahpahaman dalam kelompok, di mana orang-orang secara kolektif percaya bahwa mayoritas mendukung suatu norma, padahal tidak demikian.

Ilustrasi mengemukakan pendapat pribadi | Sumber gambar: Wonderlane
Ilustrasi mengemukakan pendapat pribadi | Sumber gambar: Wonderlane

Cara Mencegah Groupthink dan Ketidaktahuan Pluralistik

Menghindari groupthink dan ketidaktahuan pluralistik sangat penting untuk mendorong pemikiran kritis, kreativitas, dan pertumbuhan individu. 

Berikut adalah beberapa strategi pengembangan karakter pribadi yang dapat membantu mencegah perilaku ini dan mendorong pendekatan yang lebih terbuka, mandiri, dan reflektif dalam dinamika kelompok:

1. Mengembangkan Keterampilan Berpikir Kritis

  • Pertanyakan Asumsi: Secara rutin, pertanyakan asumsi yang ada, termasuk yang dipegang oleh kelompok. Tantang status quo dengan bertanya, "Mengapa kita percaya ini?" atau "Apakah ini pilihan terbaik?"
  • Cari Perspektif yang Beragam: Terbukalah terhadap berbagai sudut pkitang dan pendapat. Dengarkan secara aktif orang lain yang memiliki ide berbeda, dan biasakan diri untuk mempertimbangkan alternatif sebelum mengambil kesimpulan.

Mengembangkan keterampilan berpikir kritis membuat kita lebih mandiri dalam berpikir dan lebih kecil kemungkinan untuk mengikuti norma kelompok secara membabi buta.

2. Menumbuhkan Keberanian untuk Bersuara

  • Bangun Kepercayaan Diri: Latih diri kita untuk mengekspresikan pemikiran, meskipun itu berbeda dari mayoritas. Mulailah di lingkungan yang lebih kecil dan tingkatkan ke situasi yang lebih menantang.
  • Hargai Suara Kita: Sadari bahwa pendapat kita memiliki nilai dan dapat berkontribusi secara berarti pada kelompok, bahkan jika bertentangan dengan pandangan dominan.

Keberanian untuk bersuara memperkuat integritas pribadi dan rasa percaya diri, membantu Kita tetap setia pada nilai dan perspektif Kita.

3. Mendorong Komunikasi Terbuka

  • Ciptakan Keamanan Psikologis: Ciptakan lingkungan di mana dialog terbuka didorong dan menghargai perbedaan pendapat. Perbedaan pendapat tidak boleh dihindari karena dapat menghasilkan hasil yang lebih baik.
  • Jadilah Teladan Keterbukaan: Jujurlah tentang pemikiran dan perasaan kita, dan dorong orang lain untuk melakukan hal yang sama.

Menjadi pendukung komunikasi terbuka membantu kita mengembangkan kualitas kepemimpinan, serta memperkuat empati dan pemahaman.

4. Merangkul Tanggung Jawab Individu

  • Ambil Tanggung Jawab Pribadi: Ambil tanggung jawab pribadi atas tindakan dan pendapat kita, dan bersedia untuk berdiri sendiri jika perlu.
  • Sadari Bias Pribadi: Refleksikan apakah kita setuju dengan kelompok karena benar-benar setuju, atau hanya karena lebih mudah untuk mengikuti pendapat mayoritas.

Tanggung jawab individu memperkuat rasa akuntabilitas pribadi dan membuat kita lebih hati-hati dalam bertindak serta mengambil keputusan.

5. Memperkuat Kecerdasan Emosional

  • Atasi Tekanan Sosial: Kembangkan ketahanan emosional untuk menghadapi ketidaknyamanan yang muncul ketika kita berbeda pendapat dengan kelompok.
  • Tunjukkan Empati: Pahami bahwa orang lain juga mungkin merasa tertekan sehingga  perlu untuk juga menghargai pendapat orang lain.

Memperkuat kecerdasan emosional memampukan Kita untuk menghadapi dinamika sosial yang kompleks dengan efektif, sekaligus menjaga keaslian diri.

6. Cari Umpan Balik dan Refleksi

  • Refleksi Secara Berkala: Setelah berdiskusi atau membuat keputusan kelompok, luangkan waktu untuk merenungkan perilaku kita selama proses musyawarah.
  • Cari Umpan Balik Konstruktif: Mintalah umpan balik dari rekan atau mentor yang tepercaya tentang bagaimana kita berperan menyampaikan pendapat dalam mengambil keputusan dalam kelompok.

Refleksi dan umpan balik secara berkala berkontribusi pada perbaikan diri yang berkelanjutan.

7. Menumbuhkan Kerendahan Hati Intelektual

  • Akui Keterbatasan: Terbukalah untuk mau belajar dari orang lain, bahwa tidak semua orang memiliki solusi yang tepat. Serta mengakui kesalahan apabila keputusan yang diambil itu tidak tepat dan belajar dari kesalahan itu.
  • Perdebatan Konstruktif: Melihat kesempatan perbedaan pendapat sebagai peluang untuk belajar dan berkembang.

Kerendahan hati intelektual memperkuat kemampuan kita untuk terlibat dalam dialog konstruktif tanpa merasa terancam oleh pendapat yang berbeda.

Aplikasi Praktis dalam Kelompok

  • Tunjuk Devil's Advocate: Ini merupakan praktik role-play dengan menunjuk seseorang sebagai devil's advocate untuk menantang ide-ide kelompok untuk melatih berpikir kritis
  • Masukan Anonim: Ciptakan peluang untuk memberikan umpan balik atau pemungutan suara secara anonim untuk mengurangi tekanan dan menciptakan variasi pendapat

Kesimpulan

Menghindari groupthink dan ketidaktahuan pluralistik memerlukan pengembangan kesadaran diri, pemikiran kritis, dan kecerdasan emosional yang kuat. 

Dengan mendorong komunikasi yang terbuka, dan merangkul perspektif yang beragam, kita dapat membangun karakter yang menghargai individualitas dan kolaborasi kelompok yang membangun. 

Strategi-strategi ini diharapkan tidak hanya meningkatkan pertumbuhan pribadi tetapi juga berkontribusi pada dinamika kelompok yang lebih sehat dan lebih efektif.

Daftar Referensi

  • Esser, J. K. (1998). Alive and Well after 25 Years: A Review of Groupthink Research. Organizational Behavior and Human Decision Processes, 73(2-3), 116-141.
  • Janis, I. L. (1972). Victims of Groupthink: A Psychological Study of Foreign-policy Decisions and Fiascoes. Houghton Mifflin.
  • Miller, D. T., & McFarland, C. (1987). Pluralistic Ignorance: When Similarity is Interpreted as Dissimilarity. Journal of Personality and Social Psychology, 53(2), 298-305.
  • Prentice, D. A., & Miller, D. T. (1993). Pluralistic Ignorance and Alcohol Use on Campus: Some Consequences of Misperceiving the Social Norm. Journal of Personality and Social Psychology, 64(2), 243-256.
  • Tajfel, H., & Turner, J. C. (1986). The Social Identity Theory of Intergroup Behavior. In Worchel, S. & Austin, W. G. (Eds.), Psychology of Intergroup Relations (pp. 7-24). Nelson-Hall.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun