Mohon tunggu...
Bagas Candrakanta
Bagas Candrakanta Mohon Tunggu... Mahasiswa -

SMI - Sopan Mengelaborasi Ide

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyontek Itu Perlu

3 Januari 2017   14:12 Diperbarui: 3 Januari 2017   14:19 1330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar : http://middlebury.blog.ifeng.com/

Menyontek Itu Keperluan | Sudah menjadi rahasia umum bahwa menyontek telah menjadi sebuah kebiasaan di dunia pendidikan, terutama di Indonesia. Jarang sekali kita jumpai para pelajar jujur dan mengumpulkan kertas kosong karena tidak bisa mengerjakan kasus yang diberikan. Sering kita jumpai, para murid toleh kanan toleh kiri, muncul mata elang yang jeli melihat mangsa, tulang leher yang tiba-tiba elastis seperti karet, dan para wanita mengangkat rok untuk melihat ‘harta karun’ di pahanya. Itu sudah lazim. Menurut saya, alasan utama mengapa kita masih enggan jujur dalam ujian adalah, sistem pendidikan yang lebih menghargai peringkat daripada pembelajaran.

Tidak Ada Harapan | Menyontek itu tidak benar. Tetapi sistem pendidikan gagal menjamin bahwa dengan jujur, kita bisa selamat. Tentu ini bertolak-belakang dengan guru yang selalu mengatakan, “jangan contek ya. Yang penting jujur”. Jaminan bahwa tidak perlu menyontek untuk mendapatkan nilai yang bagus adalah langkah pertama untuk membuat para pelajar sadar kalau ingin mendapatkan nilai yang bagus, ya belajar. Itu langkah pertamanya. Menurut saya, sebuah kekeliruan para guru percaya dengan mengatakan, “jangan lupa belajar, besok ujian” atau “jangan menyontek, kejujuran harus diutamakan” bisa membuat para muridnya sadar akan kejujuran, kecuali guru tersebut adalah pribadi yang pemalas. Terbukti masih banyak yang menggadaikan kejujurannya demi mendapatkan nilai yang baik. Kunci emas dalam sistem pendidikan yang dapat digunakan untuk memberantas para pelaku contek adalah guru.  

Guru Yang Malas | Opini saya adalah bahwa kebanyakan (nggak semua ya) guru itu pemalas. Saya berani bertaruh, mereka sadar bahwa dengan kata-kata yang saya sebutkan diatas, tidak bisa meredam nafsu buruk murid-murdnya. Mereka sadar harus melakukan sebuah inovasi untuk meyakinkan anak didiknya untuk jujur, tapi hanya sebatas kesadaran, tidak ada tindakan. Mungkin teman-teman Kompasiner pernah mengalami pengalaman serupa dimana para guru benar-benar tidak peduli dengan cara muridnya mendapatkan nilai. Semua dilakukan untuk memberikan ‘makan’ kemalasannya.

Si Pitung Sang Pencuri | Percayalah, para murid akan tetap menyontek sekecil apapun kesempatannya. Menyontek seperti hobi Si Pitung, dimana ia mencuri untuk dibagikan ke rakyat kecil. Niat yang baik dengan cara yang jahat. Para pelajar tidak akan berhenti melakukannya, karena kita tidak perlu usaha untuk mendapatkan sesuatu yang dapat dibanggakan orangtua. Mudah, bukan? Proses yang kami tempuh hanyalah proses mencari teman yang terlihat pintar dan siap untuk menghadapi ulangan. Dengan alasan pertemanan, beliau pasti akan membantu.

Pelajar Yang Sadar Dan Paham| Alasan kami menyontek saat ujian karena sistem pendidikan lebih menghargai peringkat. Yang diperhitungkan adalah apa yang kami tulis di kertas bukan jujur dalam menulis. Peraturannya: Benar poinnya 4, salah poinnya -1, tidak dijawab poinnya 0. Kejujuran tidak mendapatkan poin. Kami sadar, rapor itu mengandung nilai hasil, bukan nilai jujur. Kami sadar, IPK itu adalah Indeks Prestasi Kumulatif, bukan Indeks Prestasi Kejujuran. Kami sadar dan paham.

Pada akhirnya, menyontek adalah kebiasaan yang harus segera hilang. Saat saya mengantri untuk membeli sebuah tiket bioskop, saya tidak sengaja membaca sebuah quote di sebuah toko buku yang terletak di sebelah kanan saya.

“Life is not a print. It’s a marathon”

Mari tinggalkan nafsu untuk mendapatkan nilai bagus. Mari jalankan prosesnya step by step(belajar). Jangan bypass (contek). Ingat kata guru pembimbing pada saat SD, “Kalo mau pintar, yaa belajar”  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun