Mohon tunggu...
bagas angger
bagas angger Mohon Tunggu... -

No pain,No gain Veni, Vidi, Vici=I came,I saw,I conquered Ora et Labora=Pray and Work

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Gengsi Mengalahkan Nikmatnya Makan (Sebuah Kritik terhadap Tren saat Ini)

4 Januari 2015   20:19 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:50 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lho,kok bisa ? Itulah pertanyaan yang diajukan salah satu rekan saya yang pada saat ia ingin keluar untuk bersantap malam. Hal ini kami alami sekitar tiga hari yang lalu.

Saat itu,rekan saya tersebut mengajak saya bersantap malam ke sebuah restoran cepat saji di kota saya,Magelang. Kemudian saya pun bertanya "Kenapa kamu sangat ingin makan disana ?" , lalu teman saya pun menjawab "ayolah,gengsi aku makan di warung tenda,ayo kita makan yang mewah".

Saya pun berpikir,kalau menunya cuma nasi,ayam goreng sepotong,lalu minumnya cuma soda yang bisa kita beli di warung sekitar . "Ini mewah apanya kalau menunya seperti ini ?" ujar batin saya.

Lalu,saya teringat ketika membaca sebuah artikel yang isinya tentang restoran fastfood,dimana di dunia barat sana,restoran tersebut justru menyasar masyarakat menengah kebawah dan makanan khas dari berbagai negara seperti steak,hidangan full course (yang ada dessert,main course,appetizer,dll),bahkan makanan tradisional dari berbagai negara merupakan makanan yang termasuk bergengsi disana.

Dari situlah,saya berpikir bahwa negara kita memiliki khazanah kuliner yang beragam,khas,dan tentu saja nikmat,maka sudah sangat membanggakan jika kita memiliki keragaman kuliner yang nikmat,bahkan bisa menyehatkan tubuh kita. Oleh karena itu prestise dalam urusan makan sudah sepatutnya kita tekan sebisa mungkin. Hal inilah yang justru benar-benar dapat memuaskan lidah dan perut kita,selain itu juga mampu mengangkat tingkat ekonomi masyarakat Indonesia pada umumnya,karena kebanyakan kuliner domestik dijajakan secara tradisional dan dalam bentuk usaha kecil menengah oleh masyarakat kita. Restoran fastfood ? Menurut saya lebih enak kalau dijadikan sebagai sarana rekreasi sambil bersantap deh (no offense).

Kembali lagi ke pembahasan judul. Bukan berarti saya melarang masyarakat untuk mengonsumsi fastfood atau bahkan anti kepadanya. Yang saya tekankan disini adalah bagaimana kita memaknai esensi dari kenikmatan makan tersebut. Jika kita hanya berpedoman pada gengsi,baik itu berkiblat pada merek maupun kemewahan tempatnya saja,maka esensi dari kenikmatan bersantap di tempat makan tersebut hanya menjadi prestise belaka ssaja. Ingat,kita disini berkonsentrasi pada kegiatan makan,dimana yang kita nikmati adalah rasa,ukuran porsi,kebersihan tempat dan peralatan makan,harga,bahkan keramahan dari sang penjual.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun