[caption caption="By: Song Song"][/caption]
Penyerahan laporan hasil pemerikasaan investigatif pada 13 Juni 2017 kemaren oleh BPK kepada DPR terkait Indikasi kerugian negara pada PT. Pelindo II sebesar Rp. 4,08 T kembali menambah daftar panjang bukti kebenaran jurus “Rajawali Ngepret” Dr. Rizal Ramli (RR) yang sebelumnya Kepretan soal proyek Listrik 35.000 MW, Garuda Indonesia, Reklamasi Teluk Jakarta, hingga Kongkalikong perpanjangan kontrak karya PT. Freeport terbukti kebenarannya.
Mantan aktivis pergerakan ITB era 1978 dan mantan Menko Perekonomian era Gus Dur tersebut memang menjabat hanya 11 Bulan di era pemerintahan Jokowi sebagai menko Kemaritiman, namun selama 11 bulan itu pula publik mengakui banyak torehan prestasi dan legacy Dr. Rizal Ramli untuk wujudkan perubahan kearah yang lebih baik. Kita ingat perjuangan sang pengidola Albert Einstein ini terkait pengelolaan Blok Masela, pengembangan pariwisata, hingga Revaluasai Aset.
Terkait kesimpulan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI yang mengindikasikan ada kerugian negara pada PT Pelindo II sebesar USD 306 Juta ekuivalen Rp. 4,08 T (Kurs Tengah BI per 2 Juli 2015 sebesar Rp. 13,337,00/USD) dalam proses perpanjangan perjanjian kerjasama pengelolaan dan pengoperasian PT. Jakarta International Container Terminal (JICT) antara PT. Pelabuhan Indonesia II (PT. Pelindo II) dengan Hutchison Port Holding (HPH) yang ditandatangani tanggal 5 Agustus 2014 silam sebenarnya bukan sesuatu yang mengejutkan, pasalnya hal tersebut sudah pernah dikepret Dr. Rizal Ramli di bulan Oktober 2015 ketika sang begawan ekonomi tersebut menjabat sebagai Menko Kemaritiman.
Waktu itu saat Dr. Rizal Ramli sebagai Menko Kemaritiman menghadiri rapat dengan panitia khusus (Pansus) DPR soal Pelindo II (29/10/2015) mengungkapkan bahwa ada tujuh (7) poin permasalahan yang ada di Pelindo II, yakni:
Pertama : Memperpanjang pejanjian (kerjasama pengelolaan dan pengoperasian PT. Jakarta International Container Terminal (JICT) sebelum jangka waktu berakhir adalah bentuk pelanggaran pasal 27 peraturan menteri BUMN
Kedua: Memperpanjang perjanjian tanpa melakukan perjanjian konsesi lebih dahulu dengan otoritas pelabuhan utama Tanjung Priuk sebagai regulator adalah bentuk pelanggaran UU no 17/2018 tentang pelayaran.
Ketiga: Tidak mematuhi surat kepala kantor ototitas pelabuhan utama Tanjung Priuk tentang konsesi
Keempat: Tidak mematuhi surat komisaris PT. Pelindo II
Kelima: Melanggar prinsip transparansi dengan tidak melalui tender
Keenam : Melanggar keputusan komisaris PT. Pelindo II mengenai perlunya konsesi dan pendapat Jamdatun yang tidak tepat.
Ketujuh: Perpanjangan kontrak yang merugikan negara dengan harga jual lebih murah dari tahun 1999, dimana up front payment US$ 215 Juta plus US$ 2 Juta, sedangkan tahun 2015 hanya US$2015 Juta. (Sumber: Kompas.com 30/10/2015)
Ke tujuh poin yang disampaikan sang “Rajawali Ngepret” pada 2015 tersebut faktanya terbukti benar dengan keluarnya kesimpulan BPK kemaren (13/06/2017). Elit-elit busuk yang pada waktu itu menuding Dr. Rizal Ramli hanya membuat “Gaduh” dipemerintahan Jokowi, sebaiknya segera insyaf dan mengakui kesalahannya, selicik dan serapat apapun jika itu sebuah kebusukan dan kebohongan pastilah akan terbongkar oleh waktu dan masanya sendiri.
Publik butuh sosok yang Jujur dan Lugas seperti Dr. Rizal Ramli. Membangun pondasi Nawacita dan memulai gebrakan Revolusi Mental dengan mendobrak kebuntuan dan membangun perubahan ala jurus Rajawali Ngepret – Rajawali Bangkit. Jejak Jurus Rajawali itu telah terukir di Pelindo II dan harus dilanjutkan demi Indonesia yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H