Mohon tunggu...
badru zaman
badru zaman Mohon Tunggu... karyawan swasta -

anak pertama dari 3 bersaudara

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pintu Mengganti Raga

26 Januari 2015   05:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:22 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Purnama yang penuh dilangit malam yang tak berawan secara mendadak mulai terselimut oleh awan hitam yang terbang begitu cepat dan langsung menyatu, menggumpal menjadi awan gelap raksasa yang berputar mengelilingi sebuah titik yang tampak mengeluarkan cahaya berwarna kemerahan. Seketika itu pula kilat – kilat halilintar mulai berlomba-lomba turun meneriakan rintih-rintih yang makin lama semakin memekakan telinga. Bersama hembus angin yang berdatangan dari segala penjuru, bagai terhisap kedalam lubang bercahaya merah yang perlahan semakin terbuka dan turun mendekati puncak gunung sambil menghisap bebatuan serta tetumbuhan yang ada di sekitarnya.

Para warga yang bermukim di pedesaan sekitar gunung pun saling terheran. Fenomena apa yang sebenarnya tengah terjadi hingga suasana di sekitar pelosok pun mulai terasa mencekam? Sebagian desa di sebelah barat gunung bahkan tampak riuh saat kepala desa mereka mulai meneriaki warganya agar segera mengungsi. Sementara di desa bagian timur gunung hanya memilih diam dan waspada seraya meminta agar wanita dan anak – anak tetap tinggal di dalam rumah, sementara para pria berkumpul untuk berjaga – jaga sambil memandangi fenomena yang tampak mencekam dari puncak gunung tersebut.

***

Tuhan menciptakan kita berpasangan, kau lelaki dan aku perempuan. namun bukan untuk menjalani kehidupan layaknya manusia pada umumnya. Karena saat tuhan menciptakan kita, ia pun lalu menganugerahkan kita dengan kekuatan dan kesaktian serta tanggung jawab menggunakannya untuk memerangi dan menyudahi kemunkaran dan kezaliman yang tengah melanda di dunia. Oleh karenanya aku bisa melompat dan terbang tinggi hingga menembus awan serta menapaki atas air bahkan untuk membelah danau dan laut sekalipun. Sedangkan kau dianugerahi bisa berjalan dan berpindah tempat secepat kilat, tanganmu mampu mengangkat sebuah bukit, bahkan hanya dengan satu kali tinjumu, kau bisa saja meruntuhkan gunung yang paling tinggi sekalipun hingga semuanya rata akan tanah.

Namun bagaimana pun sang raja zalim yang telah menyebarkan teror, huru – hara serta ketakutan dan kemungkaran di seluruh pelosok dunia itu bukanlah lawan yang mudah. Empat hari – empat malam sudah kami dan dia saling beradu kesaktian. Selama itu pula diantara kami dan dia belum ada yang menunjukan siapa yang akhirnya menjadi pemuncak. Hingga akhirnya kau rela mengorbankan seluruh kesaktian dan seluruh tubuhmu untuk menyudahi pertempuran dan menghabisinya pada hari kelima.

Seluruh penduduk muka bumi pun bersorak sorai bergembira sang raja zalim pembawa teror, dan ketakutan itu telah tiada. Dan kini masa depan akan kedamaian pun mulai hadir dan larut dalam kabahagiaan dan keceriaan di hati setiap orang. Terkecuali aku, wanita yang kau tinggal mati demi memenuhi tugasmu sebagai juru selamat di muka bumi.

Aku masih menangis kala sorak – sorai kemenangan manusia masih bergeming dilangit – langit dunia. Bagaimana mungkin aku bisa larut dalam kebahagiaan sementara didepanku tengah teronggok jasadmu yang terbujur kaku tak bernyawa. Di saat seluruh manusia masih tertawa – tawa bahagia, Aku malah terduduk memeluk jasadmu dalam linangan air mata yang menetes jatuh membasuh wajah lelahmu yang dingin terpejam tanpa ekspresi. Meratapi luka yang akan membekas selamanya karena hanya kau manusia yang tuhan takdirkan untuk menjadi pasanganku di dunia ini.

***

Malam hari setelah kejadian itu aku membawa jasadmu ke atas puncak gunung. Di sanalah aku menaruh jasadmu berbaring sementara aku menengadahkan wajahku menghadap langit, memandang lurus bulan purnama yang tengah benderang, lalu memejamkan mata untuk memfokuskan diri kepada seluruh kekuatan dan kesaktian yang kumiliki.

Tak lama setelah mantra sakti itu ku ucapkan, langit yang benderang oleh purnama kini menggelap terselimuti gumpalan awan hitam yang berpusar mengelilingi cahaya rembulan yang makin lama mulai berubah menjadi merah pekat. Halilintar berkali – kali menyambar. Angin kencang yang terbawa bersama awan terhisap masuk kedalam lubang merah pekat yang perlahan – lahan terbuka dan lalu mendekat pada ku sambil menghisap bebatuan, dedaunan dan ranting – ranting pohon serta semak yang ikut terbawa angin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun