Slamet ingin memperdalam pengetahuannya tentang bulan purnama. Ia memang suka dengan bulan purnama. Ia selalu menantikan bulan purnama datang. Ia ingin tahu lebih dalam dan memperkaya pengetahuannya tentang bulan purnama. Tentu Slamet tak bisa mencetuskan pemikirannya sendiri karena pengalamannya juga masih belum banyak. Ada beberapa orang pintar yang punya banyak pengetahuan dan pengalaman tentang bulan purnama. Slamet ingin menelaah bagaimana pengetahuan, pandangan ataupun pendapat orang-orang pintar mengenai bulan purnama. Slamet pun mulai melaksanakan rencananya.
Sayangnya, orang-orang pintar yang akan dimintai Slamet telah wafat beberapa puluh tahun yang lalu. Akan tetapi mereka masih meninggalkan beberapa tulisan pustaka yang di dalamnya juga mengkaji tentang bulan purnama. Maka Slamet berusaha mencari tulisan-tulisan ‘keramat’ dari orang-orang pintar tersebut. Setahu Slamet, orang-orang pintar yang meninggalkan tulisan pustaka itu ada empat. Mereka adalah Ki Purnomo, Ki Sugeng, Ki Dalu dan Nyi Wulan.
Slamet mengawali petualangan dari tulisan Ki Purnomo. Tulisan Ki Purnomo berada di rumahnya yakni di kawasan hutan balik bukit yang sekarang ditinggali oleh putrinya. Slamet mendatangi tempat itu dengan berjalan kaki dua malam dua hari. Tulisan Ki Purnomo ada dalam lemari di kamarnya bersama istrinya. Slamet memohon izin untuk membaca dan mengkaji tulisan Ki Purnomo tersebut. Putri Ki Purnomo mengizinkannya tapi tidak untuk dibawa Slamet. Slamet menyetujui karena memang dia membutuhkan isi tulisan itu kemudian dikaji dan apa yang dipahami ditulis olehnya. Selama lima hari Slamet mengkaji tulisan Ki Purnomo dan ia mendapatkan pengetahuan yang dibutuhkan dari tulisan Ki Purnomo. Salmet kemudian menuangkan pemahamannya dalam tulisannya sendiri. Tak lupa Slamet mencantumkan bahwa pengetahuannya yang ini adalah yang didapat dari tulisan Ki Purnomo.
Slamet lalu melanjutkan ke utara menuju kediaman Ki Sugeng. Slamet menghabiskan sehari dua malam perjalanan dengan berjalan setapak ke atas bukit. Ternyata tempat yang dimaksud bukan lagi kediaman Ki Sugeng melainkan gubuk yang masih kokoh. Gubuk tersebut dirawat dan dilindungi oleh warga sekitar. Tempat itu dianggap sangat berarti karena warga sekitar menganggap Ki Sugeng bukanlah orang biasa. Ki Sugeng termasuk salah seorang pembabat alas desa itu. Mereka memberi pengahargaan kepada Ki Sugeng dengan membuatkan gubuk yang tak jauh dari makamnya. Di dalam gubuk yang terawat tersebut ada kumpulan tulisan-tulisan Ki Sugeng yang disimpan dalam peti. Setelah mendapat izin dari warga sekitar, Slamet membaca dan mengkaji tulisan-tulisan Ki Sugeng tentang bulan purnama. Hasil pemahaman yang didapat dari kajiannya selama dua hari dua malam, bahwa bulan purnama itu merupakan puncak penerangan yang melindungi para manusia dari gelapnya malam. Adapun menurut Ki Purnomo, bulan purnama adalah kesempurnaan tenangnya jiwa bagi yang mengahayati keberadaannya.
Sebelas malam sebelas hari telah lewat dalam petualangan Slamet untuk memperdalam pengetahuannya tentang bulan purnama. Kini ia berjalan menuju Ki Dalu yang berada di desa dekat air terjun. Slamet turun bukit sejak matahari terbit dan sampai di tempat yang di maksud saat matahari akan tenggelam. Ia menginap di rumah cucu Ki Dalu yang berada di dekat air terjun. Esoknya, ia dipersilahkan oleh cucunya untuk mempelajari dan memahami tulisan-tulisan Ki Dalu tentang bulan purnama. Tulisan Ki Dalu lumayan tebal, namun tak setebal tulisan Ki Purnomo. Slamet menghabiskan empat malam untuk mempelajari tulisan Ki Dalu tentang bulan purnama. Yang diperoleh Slamet dari pemikiran Ki Dalu yaitu bulan purnama adalah pesona terindah yang dirajut oleh langit malam berhias bintang-bintang berhembus angin malam yang tenang.
Slamet bersyukur, tinggal satu target lagi untuk memuaskan dahaga penasaran dalam dirinya. Satu tantangan terakhir yaitu menuju Nyi Wulan yang peninggalan-peninggalannya disimpan di dalam bangunan batu mirip candi kecil yang dijaga oleh seorang petapa sejak dulu. Slamet bersemangat menuruni bukit dan mengucapkan sampai jumpa kepada air terjun dengan mentari hangat mengantarkan langkah kakinya. Semangat Slamet semakin memuncak walau perjalanannya semakin menurun dan beban yang dibawanya semakin berat. Karena memang seperti itulah tantangan petualangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H