Perkenalkan, nama saya M. Fathur Rohman. Saya memiliki sifat yang pemalu, yang sering membuat saya lebih memilih diam dan menghindari keramaian. Kebiasaan ini membuat saya tampak seperti seseorang yang suka menyendiri. Entah kenapa, mungkin ini sudah sifat bawaan lahir yang sulit diubah. Namun, di perkuliahan ini, saya berharap bisa memperbaiki diri, karena saya tidak bisa membayangkan bagaimana menjalani masa kuliah dengan sikap seperti ini.
Sekarang, kita beralih ke sifat lain yang ada pada diri saya: rasa penasaran. Saya sering kali merasa tertarik pada hal-hal baru, dan sifat penasaran ini mendorong saya untuk mencoba hal yang belum pernah saya lakukan. Misalnya, ketika teman saya bercita-cita menjadi pemain sepak bola, saya pun tiba-tiba tertarik untuk mencoba. Bahkan, saya sampai ikut latihan bersama dia. Unik, kan?.
Namun, di sisi lain, saya masih bingung dengan bakat saya. Sering kali saya merasa ingin bisa melakukan banyak hal, tapi tidak tahu di mana sebenarnya kelebihan saya. Sampai sekarang, saya masih belum yakin bakat saya apa. Mungkinkah memang saya tidak memiliki bakat? Entahlah.
Dalam hidup ini, terkadang kita menemukan keasyikan baru yang membuka mata dan hati, membawa kita menjelajah hal-hal yang sebelumnya terasa asing atau bahkan tak pernah terlintas dalam pikiran. Bagi saya, dunia baru itu hadir melalui menulis dan membaca. Dua kegiatan sederhana yang ternyata memiliki daya tarik luar biasa dan perlahan membawa perubahan dalam cara saya memandang kehidupan.
Awalnya, saya tidak begitu tertarik dengan kegiatan membaca. Saya lebih sering menghabiskan waktu luang untuk hal-hal lain yang terasa lebih menghibur. Namun, suatu hari, saat kelas 1 SMP, saya melihat seorang teman yang begitu asyik membaca sebuah buku, atau lebih tepatnya, sebuah novel. Pada awalnya, saya hanya menganggapnya biasa saja. Tetapi, lama-kelamaan, saya mulai heran. Bagaimana mungkin ia bisa menghabiskan waktu begitu lama hanya untuk membaca buku? Akhirnya, saya pun bertanya kepadanya, “Kamu kok bisa tahan baca buku sampai lama? Emang nggak bosan?”
Dia lalu menoleh ke arah saya dan menjawab singkat, “Nggak, karena saya suka membaca.” Mendengar jawaban itu, jujur, saya merasa agak kesal. Jawabannya terlalu singkat dan tidak memuaskan rasa penasaran saya.
Setelah itu, saya memutuskan untuk diam dan hanya memperhatikannya. Saat dia membaca, saya melihat kadang dia tersenyum, kadang terlihat sedih. Saya pun jadi bingung dan bertanya-tanya dalam hati, “Apa dia sudah gila? Bagaimana bisa membaca buku membuat orang berubah ekspresi seperti itu?” Begitulah pikiran saya pada waktu itu.
Keesokan harinya, rasa penasaran saya semakin besar tentang apa yang ia baca. Akhirnya, saya memberanikan diri untuk meminjam bukunya. Teman saya sempat terlihat kaget mendengar saya meminta meminjam buku, mungkin karena dia tahu saya bukan tipe orang yang suka membaca. Memang, bukan berarti saya malas, hanya saja saya mudah bosan setiap kali mencoba membaca buku.
Saya pun membuka halaman pertama, dan tanpa sadar tenggelam dalam alur cerita yang ditawarkan. Buku itu bercerita tentang petualangan yang menggugah rasa ingin tahu saya. Setiap halaman membangkitkan imajinasi, memancing emosi, dan membawa saya ke dunia yang berbeda,akhirnya saya menjadi tahu kenapa teman saya gampang berubah berekspresi.
Sejak saat itu, membaca menjadi salah satu kegiatan favorit saya. Setiap buku yang saya baca seolah menjadi jendela menuju dunia baru. Ada pengalaman hidup yang bisa saya pelajari, karakter yang menginspirasi, hingga pemikiran-pemikiran yang membuat saya merenung. Membaca, ternyata, bukan sekadar melihat deretan kata, tetapi memahami makna di baliknya. Rasanya seperti melakukan perjalanan tanpa harus berpindah tempat, merasakan kehidupan orang lain tanpa harus benar-benar mengalaminya.
Setelah banyak membaca, saya mulai penasaran dengan dunia menulis. Awalnya saya berpikir, “Apakah saya bisa menulis dengan baik?” Namun, dorongan untuk mencoba hal baru membuat saya berani memulai. Di saat itulah, saya menyadari bahwa menulis adalah sebuah proses yang menyenangkan dan penuh tantangan kuat etika menulis, saya bisa menuangkan berbagai pikiran dan perasaan yang kadang sulit diungkapkan secara lisan. Setiap kata yang tertulis memberikan kepuasan tersendiri, seakan-akan saya telah berhasil merangkai sebagian dari diri saya dalam bentuk tulisan.