Alih-alih mendamaikan, langkah mediasi dari Kemendagri justru menemui jalan buntu. Setelah melakukan pertemuan terpisah dengan Gubernur dan DPRD, langkah berikutnya Kemendagri mempertemukan kedua belah pihak. Sebuah inisiatif dan alternatif solusi yang sangat baik dari Kemendagri. Sayang pertemuan terakhir berakhir deadlock bahkan ricuh.
Meski hal itu dibantah oleh Sekjen Kemendagri, Yuswandi A. Tumenggung yang bertindak sebagai mediator. Menurutnya, pertemuan itu diadakan memang untuk mengklarifikasi argument kedua belah pihak. Namun dalam pertemuan itu kedua pihak tetap dengan argument mereka masing-masing. Dalam pertemuan itu memang belum diambil keputusan.
Jika kita saksikan berita tentang pertemuan antara Gubernur dan DPRD DKI, betapa kita prihatin. Melalui rekaman yang ditayangkan televisi berulang-ulang, terlihat Ahok berbicara lantang dengan manunjuk-nunjukan tangannya ke arah anggota DPRD DKI. Sebaliknya, beberapa anggota DPRD membalasnya dengan bicara sangat keras dan cenderung kasar.
Di Media Sosial (Medsos) beredar berita bahwa ada orang dalam pertemuan itu berteriak “Anjing” kepada Ahok. Di Medsos pula ada berita yang mengatakan bahwa Ahok membalasnya dengan mengatkan bahwa daging anjing itu enak. Jika hal itu memang benar, maka sangat disayangkan karena mereka sebagai pemimpin memberikan contoh yang tidak baik bagi masyarakat. Benar tidaknya berita itu, wallahu a’lam bisawab.
Terlepas dari benar tidaknya berita itu, ada satu hal yang mungkin bisa digarisbawahi. Satu hal itu adalah komunikasi. Khususnya komunikasi politik. Banyak pihak menilai bahwa gaya komunikasi politik Ahok sangatlah buruk. Meski Ahok sendiri pernah membantahnya. “Bagaimana saya mau berkomunikasi dengan baik, kalau ada Rp. 12,1 T yang hilang dicuri” kata Ahok.
Apapun alasan Ahok, para Pengamat Komunikasi Politik sependapat bahwa gaya komunikasi politik Ahok memang buruk. “Gaya Komunikasi Politik Ahok cenderung sering membuat orang tidak nyaman,” kata Emrus Sihombing, Pengamat Komunikasi Politik beberapa waktu lalu di MetroTV. Begitu juga dengan pakar komunikasi politik Tjipta Lesmana yang menilai bahwa gaya komunikasi politik Ahok buruk.
Kita sebagai masyarakat pun sepertinya mengamini hal itu. Dalam kasus APBD DKI 2015, Masyarakat percaya apa yang disampaikan Ahok bahwa ada permainan anggaran. Ada anggaran siluman yang diselipkan di sana. Masyarakat juga mendukung sikap tegas Ahok. Namun gaya komunikasi Ahok yang cenderung arogan dan membuat orang lain tidak nyaman, membuat sebagian masyarakat jadi kurang simpati.
Jadi sebenarnya, sikap dan apa yang diperjuangkan Ahok adalah benar. Ahok ingin memperbaiki sebuah system yang salah dan sudah berlangsung bertahun-tahun. Sebuah sikap dan langkah membutuhkan keberanian tingkat tinggi. Karena itu patut diapresiasi dan diacungi jempol. Namun suka tidak suka, gaya komunikasi Ahok tetap harus diperbaiki, agar lebih santun. Jangan suka memarahi bahkan memaki-maki orang di muka umum.
Berani dan Tegas tidak harus kasar. Bahkan bukan tak mungkin jika Keberanian dan keTegasan dikemas dengan komunikasi yang baik, akan menjadi kelebihan tersendiri. Dan itu nilai Plus Plus bagi Ahok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H