Pemilu lagi, pemilu lagi. Kampanye yang mbisingkan telinga nylamur di mata. Mulai deh janji-janji para caleg bertebaran di setiap dinding jalanan kota. Menempel lekang di setiap ranting dan dahan pohon yang tak bersalah. Menodong di sepanjang jalan bebas hambatan hanya sekedar untuk melirik dan mengetahui janjinya. Nggak usah janji deh... Hampir mayoritas masyarakat sulit percaya dengan janji-janji dan omong kosong yang dilontarkan para calon pemimpin sebelum jadi pemimpin sesungguhnya. Ibarat kata, orang nanem pohon trus diomong-omongin  bakal gedhe ni pohon, tapi nggak pernah dirawat dan dibuktikan dengan kenyataaan. Sembrono namanya. Saya belajar banyak dari hidup, hidup juga banyak saya pelajari. *sama ya. Intinya itu, kita jangan pernah berjanji apapun jika kenyataan belum bisa dibuktikan. Jangan pernah janji akan memberi buku besok jam 8 malem kalau sekarang anda belum memegangnya. Penting banget itu. Ini tentang kepercayaan seseorang terhadap orang lain. Camkan itu...!! hehe Gak usah ada pemilu... Buat apa pemilu yang hanya menghambur hamburkan uang sampai 17 T Rupiah. Kalo hanya menghasilkan pemimpin korup saja. Bukan pemimpin yang berkualitas, tapi pemimpin yang maunya hanya dapet keuntungan semata. Walaupun nggak semuanya, tapi ini tak dapat dipungkiri lagi. Begini nih demokrasi, Pilihan orang paling banyak dianggap keputusan paling benar. Coba bayangkan jika dalam suatu perkumpulan orang-orang dengan pendidikan tidak lulus SD, terus pemimpinnya adalah seorang sarjana. Mereka akan mengambil keputusan. Sang pemimpin tau yang benar apa, tapi karena harus divoting demi sebuah demokrasi. Akhirnya mendapat keputusan yang salah total. Mungkin nggak sihh... Mungkin banget, telah terbukti. Saya pernah melihat sendiri. Untuk apa pemilu terus dilakukan hanya demi demokrasi. Pemimpin negeri ini seharusnya tidak dipilih hanya karena suara mayoritas, tapi karena kualitas kepemimpinannya yang mumpuni. Bukan karena hanya dekat dengan masyarakat tapi juga yang bisa mengatur masyarakat. Bukan yang  hanya bisa sering mungcul di media tapi juga yang bisa memunculkan solusi lewat media apapun. Mereka-mereka calon pemimpin yang membangun partai? yang membangun suara? yang ngumpulin folower dengan duit? Jangan dipilih..!!! Jika atas nama demokrasi pemilu tetap dilaksanakan. Semua orang memiliki hak suara yang sama, mereka yang tahu dan tidak tahu. Mereka yang profesor dan yang baru dapet KTP kemaren. Punya suara yang sama... sekarang coba pikirkan, berapa prosentase mereka yang belum tau apa-apa soal politik dan memilih. Dan mereka yang tau apa-apa juga milih, belum lagi golputnya. Valid nggak sih pemilu itu? Ataukah lebih baik diserahkan saja pada orang-orang yang bener-bener ngerti soal kepemimpinan di negeri ini, kita masyarakat nggak minta muluk muluk ko.. asalkan pemimpin yang terpilih bisa membawa Negeri kita jadi lebih baik. Camkan.. !! apakah Indonesia masih pantas ada pemilu dengan kondisi masyarakat seperti ini.!! mau diskusi lebih lanjut?| follow badiuzzaman @badinesia Semarang, 30 Januari 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H