Pergantian malam tahun baru menjadi ajang untuk bersama-sama mencari hingar bingar di tengah kota. Ada yang menghabiskan tahun 2013 dengan menginap di hotel berbintang dengan sajian mewah berupa makan malam sepuasnya dengan menu ala eropa atau ala asia timur. Ada juga yang meniup terompet pergantian tahun di pinggir kolam berenang sambil menyantap menu BBQ, beserta makanan ringan dan minuman di mini bar sambil dihibur dengan musik yang akan membuat pengunjung turut bergoyang. Sebagian calon legislatif (Caleg) yang akan berkompetisi untuk Pemilu 2014, memanfaatkannya untuk blusukan ke daerah-daerah, menarik perhatian simpatisan dengan berdoa bersama, membagi-bagi makanan, serta kebutuhan pokok. Prestasi pun ternyata diraih di malam pergantian tahun oleh Polri melalui Satuan Khusus Anti Teror, Densus 88 yang berhasil melumpuhkan terduga teroris yang berencana mengebom Kedubes Myanmar dan sebuah kuil Buddha, suara desing peluru diantaranya tertutup suara kembang api.
Berbeda dengan semua itu, di tempat yang jauh dari pusat kota suara bising dan cahaya ciptaan manusia, sekelompok mahasiswa dan mahasiswi lebih memilih merayakan malam pergantian tahun di Cibeo, Baduy Dalam di rumah penduduk setempat. Lokasinya yang berada di perbukitan dan pedalaman, serta kentalnya peraturan adat yang melarang adanya teknologi membuatnya seakan di luar jangkauan dunia, lebih menarik perhatian kelompok yang dikenal sebagai Sabha Mandala dari IMADA ini dibanding kemeriahan kota. Lain dengan kota, penduduk Baduy lebih memilih untuk tidur agar tetap bisa bangun pagi untuk menjalani aktivitas sehari-hari seperti ke Huma (ladang), menebang pohon untuk kayu bakar, dan membuat kerajinan tangan dari serat kayu juga membuat kain tenun. Tanggal 1 januari bukan hari libur bagi mereka.
Ternyata merayakan pergantian tahun dengan suasana yang berbeda tidak menjadi satu-satunya tujuan, “Saya ingin mengobservasi untuk tugas kuliah dan menambah wawasan tentang budaya”, ucap Firda Afriyani, mahasiswi Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. “Saya melihat budaya yang sugguh luar biasa, budaya yang sangat kental, budaya yang sangat alami tanpa elektronik, kendaraan dan listrik”, lanjut mahasiswi semester 7 yang juga menjabat sebagai Biro Seni, Budaya, dan Olahraga di IMADA.
Hal yang sama juga diutarakan oleh Zahra yang bertujuan untuk
refreshing dan meneliti kebudayaan, “Kebiasaan penduduk Baduy Dalam untuk berjalan kaki tanpa alas kaki di zaman dunia modern sangat menarik untuk menjadi bahan penelitian” Tahun Baru di Baduy ini juga diikuti oleh 2 anggota Masyarakat Mahasiswa Bogor (MMB), salah satunya bernama Emal, “Budaya gotong royong, tolong menolong antar masyarakat, tingginya rasa saling tenggang rasa, saling hormat menghormati antar masyarakat Baduy dan juga kepada para pendatang sangat membuat nyaman”. “Mereka mampu mempertahankan eksistensi kebudayaan dan hukum adat Baduy secara turun temurun dari generasi ke generasi secara sistematis”, lanjut Emal Lamhari yang pernah menjabat sebagai Ketua BPH MMB 2012-2013 ini.
Jumlah peserta perjalanan ke Baduy terdiri dari 8 orang. Menurut Sastra, “ini hanya tim kecil, selain merayakan pergantian tahun dengan suasana yang berbeda, Badan Pimpinan IMADA ingin survey lokasi Baduy untuk menjadi lokasi tujuan Program Kerja Djakarta Travel Mate. Jadi kemungkinan akan ada perjalanan ke Baduy berikutnya”. “Ini merupakan kedua kalinya saya ke Baduy. Pertama kali ke sini tahun 2003 saat masih SMA. Sebenarnya kekentalan budaya di Baduy Luar kini sudah tidak terlalu kental jika dibandingkan dengan tahun itu. Menurut cerita penduduk, ini karena dipengaruhi politik oleh pemerintah setempat. Miris melihatnya.” Lanjut pemegang mandat Perjalanan Sabha Mandala ke Baduy ini. Perjalanan ke Baduy ini menjadi semakin menarik karena dibimbing oleh Utun Leman, salah satu pendiri Sabha Mandala IMADA dan sudah berpengalaman berulang kali keluar masuk Baduy, bahkan sebagian besar penduduk sudah mengenalnya.
“Saya senang datang ke sini (Baduy), sudah seperti rumah dan keluarga sendiri. sudah berkali-kali ke sini, tapi ga pernah bosen”, jelas pria berusia di atas 70 tahun yang merupakan sahabat dari Soe Hok Gie ini. Perjalanan ini, diharapkan dapat berbagi pengalaman kebersamaan hidup di tempat tanpa teknologi dan memperpanjang tali silahturahmi dengan penduduk setempat, antara IMADA dan MMB, juga menjadi contoh untuk organisasi anggota SOMAL lainnya. Selain itu, diharapkan ada kegiatan serupa yang melibatkan organisasi mahasiswa dan komunitas lainnya, untuk lebih memiliki toleransi dan tenggang rasa. "Sabham Sukham Prapta" -SAS-
http://imada55.org/index.php/117-tahun-baru-di-tanah-peradaban-adat-lama-baduyBaca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Sosbud Selengkapnya