Mohon tunggu...
Moses Badai
Moses Badai Mohon Tunggu... Seniman - menulis untuk berbagi

Buruh Harian Lepas & Distrupsi Suara

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mie Instan Rasa Sarjana

18 Mei 2021   16:00 Diperbarui: 18 Mei 2021   19:30 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Setelah air sudah mendidih dalam panci di kompor, buka bungkus mie instan dan campur bumbu yang tersedia pada piring yang sudah kamu siapkan. Masukkan mie instan pada panci, tunggu hingga cukup masak, lalu tiriskan dan aduk bersamaan dengan bumbu di piring. Mie instan siap dikonsumsi dan disantap bersama keluarga tercinta.

Walaupun sudah terselip kata instan pada produk tersebut, konsumen pun masih harus melalui tahapan pendek untuk mengonsumsi. Secara garis besar, produk mie instan memang punya peranan cukup besar menemani hampir semua penerus bangsa dalam melalui proses di tiap institusinya. 

Dari sebungkus mie instan saja, para perusahaan besar sudah meraup keuntungan yang cukup fantastis. Sebagai contoh, sembari menikmati sepiring mie, para pemuda saling berbagi kisah hidup maupun proses pembelajarannya. Yang secara tidak langsung ditengah pembahasan ada sedikit bumbu obrolan yakni menanyakan satu sama lain favorit produk mie mereka. 

Bisa juga para mahasiswa yang melancong ke beberapa kota untuk studi selama tanggal tua mendatangi beberapa warung makan seperti warmindo untuk makan dan menyelesaikan tugasnya. 

Hal ini secara tidak langsung membuat konsumen dan penyedia warung makan menjadi marketing tidak resmi produk itu sehingga memberikan keuntungan secara nama bagi produsennya.

Kata instan, sudah berbaur dengan keseharian masyarakat khususnya para anak muda dalam setiap studinya. Mulai dari kebiasaan menjawab tugas dengan meniru jawaban sesama peserta studi, hingga budaya jasa joki yang mulai beragam jenisnya. 

Sistem yang ada pada kebiasaan instan ini tidak seperti saat pembuatan mie instan yang masih melewati step tertentu. Dengan paksaan, ancaman, hingga biaya tertentu menjadi step atau syarat pasti dalam menikmati jasa instan ini.

Akses instan tersebut memang sangat meringankan kewajiban peserta studi di tiap prosesnya, ditambah juga berkembangnya budaya jasa joki di banyak pihak ini berakibat buruk di akhir studi dan fase pendaftaran maupun pembuatan pekerjaan. 

Masyarakat yang sampai pada tahapan ini memang masih belum bisa melihat sisi baik buruk pada dampak kegiatan instan tersebut, tapi hal ini bisa menjadi faktor alasan meningkatnya pengangguran dan pemecatan kerja khususnya di Indonesia. Dan hal ini sebenarnya cukup menjadi masalah yang serius apabila tidak ditindaklanjuti dari saringan pertama yang berada di tempat belajar atau institusi.

Tidak sedikit pengajar atau dosen dari beberapa institusi sadar akan kebiasaan instan akademisinya. Pihak institusi bukannya memilih menutup mata dan telinga dengan peristiwa ini, walaupun sudah dilakukan pencegahan melalui pengecekan tugas atau pun revisi tahap tersebut belum bisa menghapus kultur instan tersebut. 

Pada masalah ini, akibat yang diterima para lulusan sarjana atau diplomat tertentu tidak bisa secara mutlak menyalahkan pihak lain saat dilakukan pemecatan kerja yang berakhir dengan meningkatnya angka pengangguran. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun