Surat Keputusan (SK) terkait jalan berdasarkan statusnya  terdiri dari Jalan Nasional, Jalan Provinsi, dan Jalan Daerah Kabupaten/Kota. SK Jalan Nasional dikeluarkan oleh kementerian terkait yakni Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.  Â
SK ini dikeluarkan setiap lima tahun.  Jadi bila ada usulan jalan Nasional diajukan setelah terbit SK Jalan Nasional baru terbit, terpaksa harus menunggu selama lima tahun.  Terakhir SK Jalan Nasional  terbit tahun 2015, yaitu Keputusan Menteri Nomor 290/KPTS/M2015 tentang Penetapan Ruas Jalan Menurut Statusnya sebagai Jalan Nasional.  Dan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 248/KPTS/M/2015 tetang Penetapan Ruas Jalan dalam Jaringan Jalan Premier menurut Fungsinya sebagai Jalan Arteri  (JAP) dan Jalan Kolektor-1 (JK-P).
Biasanya jalan yang belum masuk dalam daftar Jalan Nasional namun mempunyai nilai strategis nasional akan dimasukkan dalam SK Menteri PUPR sebagai Jalan Strategis Nasional. Ruas jalan strategis ini akan dimasukkan jalan nasional pada SK selanjutnya. Dalam kasus ini, akan ditetapkan pada SK Menteri PUPR pada tahun 2020 nanti.
Sedangkan untuk SK Jalan Provinsi dikeluarkan oleh Gubernur. Biasanya setiap masa awal pemerintahan Kepala Daerah yang baru akan dikeluarkan SK Gubernur yang baru terkait Jalan Provinsi. Demikian pula halnya dengan Jalan Kabupaten, ditetapkan oleh Bupati dan Jalan Kota ditetapkan oleh Walikota. Â Umumnya, penetapan jalan dimulai dari status paling tinggi yakni jalan Nasional. Â Setelah SK Jalan Nasional terbit, baru Pemerintah Provinsi menyusun SK Jalan Provinsi, setelah ini baru dibuat SK Jalan Kabupaten/Kota.
Tujuannya adalah agar tidak terjadi tumpang tindih penanganan jalan. Â Lucu bila Pronvisi mengusulkan ruas jalan mereka terlebih dahulu yang ternayata termasuk jalan Nasional. Â Atau SK Jalan Kabupaten/Kota mengusulkan jalan lebih dahuu sebelum SK Jalan Provinsi terbit. Ternyata jalan yang mereka SK-kan masuk dalam wewenang Jalan Provinsi. Â Itulah perlunya kordinasi antar stakeholder. Â Jangan sampai ada ruas jalan yang tak tetangani karena tidak masuk ke dalam SK manapun. Kasihan, ruas jalan tersebut tidak diakui.Â
Status Jalan bisa naik kelas atau turun kelas. Â Misalnya Jalan Provinsi bisa naik kelas jadi jalan Nasional. Â Sebaliknya, Jalan Nasional bisa turun menjadi Jalan Provinsi. Demikian halnya dengan jalan Kabupaten/Kota bisa naik kelas menjadi jalan Provinsi atau sebaliknya.
Nah, siapa yang bertanggung jawab untuk pelaksanakan pembangunan atau pemeliharaan jalan tersebut?  Kita lihat lagi statusnya, kalau Jalan Nasional yang bertanggungjawab adalah Kementerian Pekerjaan Umum melalui Direktorat Jenderal Bina Marga.  Dananya pun diambil melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN). Sedangkan pembangunan dan pemeliharaan Jalan Provinsi merupakan tanggung jawab Gubenur melalui  Dinas/Departemen Pekerjaan Umum/Bina Marga Provinsi. Ruas Jalan Kabupaten tanggung jawab Bupati melalui Dinas PU/Bina Marga Kabupaten. Ruas Jalan Kota menjadi tanggung jawab Walikota melalui Dinas PU/Bina Marga Kota. Dana untuk ruas jalan daerah diambil dari kas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Semakin besar luas suatu Kabupaten/Kota semakin banyak ruas jalan yang ditangani. Â Contohnya Kabupaten Wonosobo, berdasarkan Keputusan Bupati Wonosobo Nomor: 620/300/2016 tentang Penetapan Status Ruas Jalan sebagai Jalan Kabupaten Wonosobo. Â Memiliki panjang ruas 999, 276 Km. Â Â
Data ini diperoleh melalui website Bappeda Kabupaten Wonosobo.  Sayang sekali, tidak semua daerah menyediakan data ruas jalan milik mereka.  Lebih bagus lagi kalau ruas jalan mereka dilengkapi dengan peta dan koordinat  Global Positioning System (GPS) seperti SK Jalan Kabupaten Lombok Barat. Dalam SK Jalan Kabupaten Lombok Barat dicantumkan koordinat awal dan akhir jalan.
Ada beberapa catatatan, ada beberapa daerah yang ruas jalannya banyak tapi panjang jalannya pendek hanya 100 meter atau 200 meter. Â Lalu ada Kabupaten/Kota yang menangani ruas jalan perumahaan bahkan cluster. Untuk cluster jadinya lucu, yang lewat kan bukan untuk umum tapi hanya penghuni cluster saja. Hal ini perlu ditertibkan oleh para stakeholder di daerah-daerah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H