Menjelang sore, pesawat Garuda yang kami tumpangi dari Jakarta mendarat dengan mulus di Bandara Hasanuddin, Makassar. Â Bandara modern ini memang layak menjadi etalase bagi Pulau Sulawesi.
Dari bandara sudah ada kendaraan yang menjemput kami dan mengantar ke hotel. Â Kalau melihat kota Makassar tidak seperti di luar Pulau Jawa. Â Suasana di kota ini begitu ramai seperti di Kota Bandung. Â Hanya saja penumpang motor di sini lebih ugal-ugalan.Â
Motor seolah tak mau kalah dengan mobil. Â Satu hal lagi menarik perhatian, banyak mobil masih berplat nomor berwarna putih atau mobil gress dari showroom. Â Meski tak selalu begitu. Â Alasannya mengurus plat nomor pribadi (hitam) memakan waktu yang lama. Â Kalau di Jakarta jarang lihat mobil pribadi berseliweran dengan plat putih,
Kami menginap di salah satu hotel terbesar di Makassar, yaitu Hotel Clarion. Â Saat itu hotel sedang ramai karena sedang dilaksanakan pisah sambut Kapolda Sulawesi Selatan.
Selain itu, ada juga rombongan moge alias motor gede sedang melakuan acaara kegiatan di hotel ini. Di lobi hotel ada mobil asal pabrikan Cina, Wuling, dipajang di  sini.  Mobil keluaran baru bernama Conferno rupanya sudah sampai di kota Angin Mamiri.
Setelah mandi dan berganti baju (ada juga teman yang nekat tidak mandi dan memilih tidur-tidur ayam) sepakat untuk berkumpul di lobi pukul 7 malam. Malam ini kami mau makan di luar.Â
Tujuannya adalah Mie Titi. Â Makanan khas Makassar yang terkenal dan seingat saya belum buka cabang. Mirip dengan makan ifumi sebenarnya tetapi mie-nya lebih kecil dan lebih kriuk. Â Selain itu potongan daging ayamnya besar-besar. Â Meskipun hanya makan mie tapi sudah mengenyangkan.
Tadinya saya mau mencicipi juga karena penasaran, tapi tidak jadi karena sudah kenyang. Kalau dipaksakan tak baik, malam mau tidur nanti bisa-bisa asam lambung naik. Â Kalau sudah begitu bisa begadang semalaman. Dari Mi Titi kami memutari kota Makassar, melihat geliat malam. Setelah itu baru kembali ke hotel.
Keesokan harinya, kami full di hotel mengikuti acara workshop. Â Seperti kemarin, kami sepakat berkumpul di lobi pukul 7 selesai shalat Maghrib. Â Sengaja kami tak makan banyak di hotel. Â Tahu sendiri di hotel itu makanannya yang standar hotel. Â Kami lebih penasaran dengan makanan khas daerah.
Malam ini tujuan pertama kami adalah Conro Karebosi yang memang dekat dengan lapangan Karebosi. Â Seluruh kursi penuh baik di lantai satu dan dua. Â Mata kami jelalatan mencari pengunjung yang sudah selesai dan menduduki kursinya. Â Karena ramai, pesanan kami baru sampai di meja setengah jam kemudian. Â Wow, conronya sedap nian dan sayur kacangnya menyegarkan.
"Kamu kayak di Jakarta tidak ada penjual bakso saja," celetuk salah seorang teman.