Mohon tunggu...
Herman Wahyudhi
Herman Wahyudhi Mohon Tunggu... Insinyur - PNS, Traveller, Numismatik, dan Pelahap Bermacam Buku

Semakin banyak tahu semakin tahu bahwa banyak yang kita tidak tahu. Terus belajar, belajar, dan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Tiga Hari Berkuliner di Makassar

13 Mei 2018   00:01 Diperbarui: 13 Mei 2018   07:10 1195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjelang sore, pesawat Garuda yang kami tumpangi dari Jakarta mendarat dengan mulus di Bandara Hasanuddin, Makassar.   Bandara modern ini memang layak menjadi etalase bagi Pulau Sulawesi.

Dari bandara sudah ada kendaraan yang menjemput kami dan mengantar ke hotel.  Kalau melihat kota Makassar tidak seperti di luar Pulau Jawa.  Suasana di kota ini begitu ramai seperti di Kota Bandung.  Hanya saja penumpang motor di sini lebih ugal-ugalan. 

Motor seolah tak mau kalah dengan mobil.  Satu hal lagi menarik perhatian, banyak mobil masih berplat nomor berwarna putih atau mobil gress dari showroom.  Meski tak selalu begitu.  Alasannya mengurus plat nomor pribadi (hitam) memakan waktu yang lama.   Kalau di Jakarta jarang lihat mobil pribadi berseliweran dengan plat putih,

Kami menginap di salah satu hotel terbesar di Makassar, yaitu Hotel Clarion.  Saat itu hotel sedang ramai karena sedang dilaksanakan pisah sambut Kapolda Sulawesi Selatan.

Selain itu, ada juga rombongan moge alias motor gede sedang melakuan acaara kegiatan di hotel ini. Di lobi hotel ada mobil asal pabrikan Cina, Wuling, dipajang di  sini.  Mobil keluaran baru bernama Conferno rupanya sudah sampai di kota Angin Mamiri.

Setelah mandi dan berganti baju (ada juga teman yang nekat tidak mandi dan memilih tidur-tidur ayam) sepakat untuk berkumpul di lobi pukul 7 malam. Malam ini kami mau makan di luar. 

Tujuannya adalah Mie Titi.   Makanan khas Makassar yang terkenal dan seingat saya belum buka cabang. Mirip dengan makan ifumi sebenarnya tetapi mie-nya lebih kecil dan lebih kriuk.  Selain itu potongan daging ayamnya besar-besar.   Meskipun hanya makan mie tapi sudah mengenyangkan.

Mie Titi (dok. pribadi)
Mie Titi (dok. pribadi)
Selain itu banyak pengunjung di Mie Titi  memesan nasi goreng merah. Asli, nasi goreng biasanya berwarna coklat (karena kecap), kalau yang ini warna merah karena menggunakan saos tomat.

Tadinya saya mau mencicipi juga karena penasaran, tapi tidak jadi karena sudah kenyang. Kalau dipaksakan tak baik, malam mau tidur nanti bisa-bisa asam lambung naik.  Kalau sudah begitu bisa begadang semalaman. Dari Mi Titi kami memutari kota Makassar, melihat geliat malam. Setelah itu baru kembali ke hotel.

Keesokan harinya, kami full di hotel mengikuti acara workshop.  Seperti kemarin, kami sepakat berkumpul di lobi pukul 7 selesai shalat Maghrib.  Sengaja kami tak makan banyak di hotel.  Tahu sendiri di hotel itu makanannya yang standar hotel.  Kami lebih penasaran dengan makanan khas daerah.

Malam ini tujuan pertama kami adalah Conro Karebosi yang memang dekat dengan lapangan Karebosi.  Seluruh kursi penuh baik di lantai satu dan dua.   Mata kami jelalatan mencari pengunjung yang sudah selesai dan menduduki kursinya.  Karena ramai, pesanan kami baru sampai di meja setengah jam kemudian.   Wow, conronya sedap nian dan sayur kacangnya menyegarkan.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Tapi kami belum kenyang. Kami mampir di rumah makan bakso Ati Raja  yang berada di  Jalan Gunung Merapi No.170, Pisang Selatan.  Selain bakso, juga menyediakan makanan kecil khas Makassar termasuk sambal khas Ati Raja.   Jangan khawatir, bakso di sini dijamin halal.  
Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Kalau makan bakso di Makassar tak lengkap jika tidak ada buras.  Tak lupa kami pesan bakso polos beku untuk oleh-oleh orang di rumah.

"Kamu kayak di Jakarta tidak ada penjual bakso saja," celetuk salah seorang teman.

"Lho bakso di Jakarta beda dengan di Makassar, kuahnya juga beda."

Eh, dia malah pesan oleh-oleh bakso lebih banyak dari saya plus dua botol sambal.   Dasar tidak mau kalah!

Dokpri
Dokpri
Sebenarnya sudah kenyang, tapi sebagian teman masih penasaran ingin mencoba Saraba. Apaan tuh saraba?  Saraba ini sejenis minuman penghangat badan ini mirip dengan STMJ alias susu madu telur jahe. Bedanya, Saraba - nama minuman ini- diberi tambahan santan tanpa menggunakan madu. 

Sedangkan rasa manisnya berasal dari gula merah yang digerus halus.  Banyak dijumpai di Sulawesi Selatan, khususnya di kota Makassar. Biasanya orang Makasar menikmati sarba dengan pisang epe atau gorengan macam ubi kayu, pisang goreng, atau bakwan.

Kami memilih menikmati saraba di warung tenda yang banyak berjajar di daerah Sungai Cerekang Kota Makassar sambil mengobrol ngalor-ngidul sambil mencomot pisang goreng yang dicocol ke sambal. Sedap nian. Semakin malam daerah ini bukannya tambah sepi, justru bertambah ramai.

Banyak pegawai dan mahasiswa bergerombolan nongkrong.  Suasananya ramai obrolan dan gelak tawa.  Enough is enough, kali ini perut kami sudah overload alias kekenyangan. Wah, jangan sampai sakit perut karena besok harus balik Jakarta.

Memang sejak awal tiba, saya perhatikan pengemudi motor di kota angin mamiri ini agak ugal-ugalan.  Kalau motor diklakson mobil biar memberi ruang, justru balik mengklason dan tak mau memberi jalan. Kalau disalip, eh malah marah-marah. Hal yang sama juga menimpa kami.

Mobil online yang kami gunakan bonyok bagian depannya dihantam sepeda motor yang melaju kencang dari arah berlawanan.   Sudah ngebut tak pakai lampu depan pula. Ternyat pengemudinya  seorang anak tanggung usia 14 tahun. Untung saja ia tak apa-apa, hanya lecet-lecet. Padahal tabrakan cukup keras. Buktinya pintu penumpang di samping supir sampai penyok tak bisa dibuka.   Supir taksi  online minta ganti rugi dan si anak hanya bisa menangis.

"Kenapa kamu menangis? Kamu yang salah."

"Temanku pasti marah, karena motor yang aku pake punyanya," katanya sambil terisak.

Wah, berabe nih.  Mobil taksi online rusak, motor temannya tak kalah rusak berat. 

"Berapa nomor telpon bapakmu?"

"Jangan, Pak.  Bapak pasti marah."

Tidak tega juga sih melihatnya.   Namun setiap perbuatan harus dipertanggungjawabkan.  Terpaksa kami minta ganti mobil dengan taksi online lainnya.  Ada-ada saja.

Keesokan paginya, sebelum ke Bandara, kami menyempatkan diri makan Coto Nusantara yang berada di Jalan Nusantara (dekat Pelabuhan) lengkap dengan ketupat dan burasnya plus daun bawang di atas meja.

Saya sampai tambah satu mangkok lagi.  Ada dua pilihan coto disini, campur atau daging saja. Kalau campur berarti selain daging dicampur dengan jeroan. Saya memilih daging saja karena kurang suka dengan jeroan. Sayang tidak sempat mampir di benteng Rotterdam dan Pantai Losari karena waktu penerbangan sangat mempet. Mungkin lain kali.

Dari kulier yang saya coba, saya paling suka dengan Coto Nusantara. Rasanya lezat, kuahnya kental,  dagingnya empuk, burasnya juga enak, bikin ketagihan. Tapi selera orang berbeda, mungkin Kompasianer ada yang  lebih suka Mi Titi atau Bakso Ati Raja.

O iya, jangan lupa bawa kartu e-money buat masuk tol menuju Bandara Hasanuddin. Karena di gerbang tol sudah tidak menerima uang tunai lagi. Ini yang kami alami ketika supir taksi online panik karena lupa membawa kartu e-money (atau pura-pura lupa),  untung salah satu dari kami ada yang membawanya. Mobil di belakang kami sudah tak sabar dan mulai membunyikan klakson.  Sabar, Bang.....

Jika tak sempat membeli oleh-oleh, di Bandara banyak penjual souvenir serta makanan khas Makassar.   Bandara Hasanuddin  sudah mirip seperti mall karena banyak gerai di sini.

Saya sendiri memilih membeli hiasan berupa figura kecil berisi kupu-kupu yang sudah diawetkan dan minyak gosok (yang tentu saja harga di bandara jauh lebih mahal, hiks...).   Selain itu ada yang menjual miniatur bangunan khas Sulawesi Selatan, makanan  khas, buku, gantungan kunci, pakaian, dan lain sebagainya.  Tiga hari di Kota Makassar berkesan bagi kami.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun