Mohon tunggu...
Herman Wahyudhi
Herman Wahyudhi Mohon Tunggu... Insinyur - PNS, Traveller, Numismatik, dan Pelahap Bermacam Buku

Semakin banyak tahu semakin tahu bahwa banyak yang kita tidak tahu. Terus belajar, belajar, dan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Peran BI Mengantisipasi Inflasi Hingga Menjadi Manusia Setengah Dewa

25 Juli 2014   10:30 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:17 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

“Turunkan harga secepatnya

Berikan kami pekerjaan

Pasti ku angkat engkau menjadi manusia setengah dewa”

(Manusia Setengah Dewa – Iwan Fals)


Beberapa hari ini Bi Imah, pembantu di rumah, selalu mengomel setiap habis belanja baik di pasar atau di tukang sayur keliling langganan.

“Ada apa sih Bi Imah, dari kemarin mengomel saja?”

“Saya kesal, Pak.Setiap menjelang bulan puasa semua harga-harga naik.Jadi biasanya uang belanja yang diberi Bunda (maksudnya isteri saya) cukup....eh, sekarang malah kurang.”

Mengapa harga-harga di pasaran justru naik ketika orang-orang sedang berpuasa?Mengapa bukan sebaliknya, ketika orang-orang berpuasa harga-harga justru turun.Apakah ini sebuah anomali atau hal yang wajar?Rumah makan padang langganan saya juga menaikkan tarif antara Rp. 2.000 hingga Rp. 3.000.Alasannya sama, semua harga bahan makanan naik.Berbeda dengan rumah makan padang langganan di kantor harganya tidak berubah, hanya rasanya yang berubah.Seperti adagium : Berubah untuk lebih baik, rumah makan ini terbalik : Berubah menjadi kurang enak.Nasi yang disuguhkan menjadi lebih keras, sambal lebih sedikit, demikian pula dengan sayurannya.Pokoknya minimalis.Hal itu juga yang menyebabkan Bi Imah minta kenaikan gaji bulan depan tapi saya belum memberinya jawaban.

Kalau harga sarung dan kopiah meningkat saya bisa maklum karena bulan suci ini banyak yang mendadak rajin shalat dan ke masjid.Lha kalau makanan?Rumah makan saja saat umat Islam berpuasa menutup usahanya tapi kok harga bukannya turun tapi malah merambat naik.Ada apa dengan bangsa ini? (lebay.com).

“Kenapa ya Pak, kok harga justru naik kalau memasuki bulan puasa?” tanya Bi Imah polos.Itu sama dengan pertanyaan saya, Bi Imah.

Saya yang dasarnya bukan seorang sarjana ekonomi atau pegawai Bank Indonesia (BI) jadi bingung juga ditanya seperti itu.Nah, mau tidak mau saya belajar lagi soal ekonomi makro dan mikro meski sewaktu kuliah hanya dapat nilai C (buka rahasia nih).

Proses meningkatknya harga secara umum dan terus menerus (kontinu) ini disebut sebagai inflasi.Inflasi berkaitan dengan mekanisme pasar yang disebabkan beberapa faktor, diantaranya konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau spekulasi, atau bisa juga karena ketidaklancaran distribusi barang.Masing bingung?Sama, saya juga masih bingung, he...he....

Baiklah, saya akan menggunakan definisi inflasi menurut Bank Indonesia di website mereka (www.bi.go.id).Bahwa secara sederhana inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan harga) pada barang lainnya. Sedangkan Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan inflasi sebagai salah satu indikator untuk melihat stabilitas ekonomisuatu wilayah atau daerah yang menunjukkan perkembangan harga barang dan jasasecara umum yang dihitung dari indeks harga konsumen. Dengan demikian angka inflasisangat mempengaruhi daya beli masyarakat yang berpenghasilan tetap, dan di sisi lain juga mempengaruhi besarnya produksi barang.

Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditas) dan yang kedua adalah desakan (tekanan) produksi dan/atau distribusi (kurangnya produksi atau kurangnya distribusi). Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (dalam hal ini BI sebagai bank sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah seperti fiskal (perpajakan, pungutan, insentif, atau disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dan lain-lain.

Inflasi desakan biaya (cost push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidaklancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah pada sumber produksi, bencana alam, kelangkaan bahan baku, aksi spekulasi (penimbunan), atau kelancaraan distribusi barang.

Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) per Juni 2014 penyebab utama inflasi mayoritas disumbang oleh komoditas volatile alias yang cepat berubah harganya.Sementara hanya dua komoditas harga diatur pemerintah yang menyumbang inflasi, yakni kenaikan tarif dasar listrik serta tarif angkutan udara.Sedangkan daging ayam ras memberikan andil 0,06 persen dengan perubahan harga cukup tinggi 5,15 persen dibanding bulan Mei 2014.Adapun bawang merah menyumbang 0,05 persen terhadap inflasi, dengan perubahan harga sebesar 11,69 persen. Ia menambahkan, telur ayam ras memberikan andil sebesar 0,04 persen, dengan perubahan harga sebesar 6,01 persen. Adapun tomat sayur dan bawang putih masing-masing berkontribusi sebesar 0,02 persen terhadap inflasi. Perubahan harga tomat sayur sebesar 9,69 persen, sedangkan bawang putih harganya naik 14,58 persen

Dua komoditas penghambat inflasi Juni 2014 adalah cabe rawit dan cabe merah, dengan andil masing-masing -0,03 persen, dan – 0,02 persen. Suryamin mengatakan, harga cabe rawit turun 12,22 persen dibanding Mei 2014, sedangkan harga cabe merah turun 5,62 persen.Keduanya dikarenakan produksi melimpah karena memasuki masa panen.Akibatnya jeblok harga cabe membuat petani enggan untuk memanen karena biaya panen lebih mahal dari harga jualnya alias nombok.Jadi para pedaser (yang doyan pedas) tidak perlu khawatir kekurangan pasokan cabe.Tapi jangan kebanyakan nanti sakit perut.

Pantas saja rumah makan padang langganan saya menaikkan harga.Untung harganya masih dalam jangkauan dompet saya.Kalau tidak, mungkin saya akan pindah haluan ke warteg-warteg terdekat saja.Saya membayangkan nikmatnya ayam bakar, telur dadar, rendang, pedasnya sambal merah dan ijo, serta es jeruk yang menyegarkan.

“Apa karena banyak orang menukar uang baru ya, Pak?” tanya Bi Imah memudarkan lamunan berbuka puasa.

Sebenarnya tidak salah juga sih pertanyaan Bu Imah.Banyaknya permintaan akan uang baru tentu saja menambah peredaran uang di pasaran.Bertambahnya jumlah uang yang beredar tentu berakibat inflasi.

“Bisa ya bisa juga tidak, Bi Imah.Tapi kalau jumlahnya tidak signifikan sih tidak terlalu berdampak pada kenaikan harga, Bi Imah.”

Bi Imah manggut-manggut, entah dia mengerti atau tidak.

Semua harga naik, Bu Imah saja minggu lalu minta kenaikan gaji akibat inflasi.Menurut para pakar inflasi itu seperti demam yang merupakan gejala tahunan.Naik dikit tapi kok tidak turun-turun lagi demamnya?Apa perlu divaksinasi.

Peristiwa ini seperti menjadi ritual atau kewajiban setiap bulan ramadhan dan syawal.Masyarakat juga diminta memaklumi.Kalau saya sih maklum tetapi Bi Imah tidak, ia masih menolak kenaikan harga-harga.

Padahal kalau mengamati laporan BI terkait antisipasi Ramadhan/Idul Fitri 2014 Pontensi Risiko Inflasi 2014, sudah memperkirakan komoditi pangan yang dalam tiga tahun terkahir menjadi penyumbang inflasi periode puasa Ramadhan dan Idul Fitri seperti aneka daging, aneka bumbu dan beras.Tapi mengapa kok sudah diantisipasi tetap saja harga komoditi itu melambung tinggi.Mengapa siklus ini terus berulang?Bisakah BI mengurangi pengaruh tiga komoditi ini sebagai penyumbang inflasi terbesar?

Mengapa setiap menjelang bulan ramadhan terjadi gejolak di pasaran?Pikiran saya mentok sampai disana.Ini jadi tanggung jawab siapa?Mbo ya jangan jadi republik bingung.Cukup saya dan Bi Imah saja yang bingung, Pemerintah tidak perlu bingung.Apalagi BI yang pegawainya punya kualifikasi di atas rata-rata.Tuangkan ide atau pikiran kalian untuk mengatasi inflasi ini.Ayo blusukan ala Jokowi.......

Ups, sebentar....... apa hubungannya Bank Indonesia dan harga pasar selama Ramadhan?Bukankah tugas BI hanya mengawasi bank dan peredaran uang di pasaran.Untuk apa BI repot-repot mengurusi kenaikan harga cabe keriting, bawang merah, bawang putih, atau pete?Bukankah itu tanggung jawab Kementerian?Instansi terkait seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, atau Bulog.Kok BI sih?

Setelah saya baca-baca Undang Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia pasal 7 bahwa tujuan Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.Pasal 8 huruf a juga disebutkan salah satu tugas Bahasa Indonesia mempunyai tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter.Melalui amanat yang tercakup di Undang Undang tersebut, tujuan Bank Indonesia fokus pada pencapaian sasaran tunggal atau ‘single objective-nya’, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang Negara lain.

Jujur, saya baru tahu lho kenyataan ini, apa karena BI kurang promosi kegiatan mereka atau saya kurang gaul ya?Pasti orang-orang di BI pikir saya yang kurang gaul tuh..... terutama sama mereka, ha..ha..ha...

Tapi jangan salah, inflasi di setiap daerah di Indonesia berbeda-beda lho.Seperti daerah Cianjur yang terkenal sebagai daerah lumbung padi Indonesia, tingkat inflasi beras pasti berbeda dengan daerah Kalimantan yang bukan daerah utama persawahan.Jadi ada kota yang tingkat inflasinya rendah ada pula yang tinggi.Dalam 3 tahun terakhir, kota yang mencatat inflasi tinggi selama Ramadhan adalah Pangkal Pinang dan Bengkulu. Sedang di Indonesia Timur adalah Kota Samarinda dan Balikpapan, dan di Pulau Jawa ada Depok dan Bekasi. Kenapa daerah itu selalu menjadi penyumpang inflasi tinggi?Kita tanyakan saja ke BI.Hayo, BI ada pekerjaan rumah untukmu.

Saya lahir di Balikpapan (silahkan cek KTP) dan besar di Samarinda (silahkan cek ijazah SD dan SMP), jadi bertanya-tanya kenapa di kota ini justru menajdi salah satu penyumbang inflasi paling tinggi?BI saja belum bisa menjawabnya, apalagi saya.Kalau di Jawa disumbang oleh Depok dan Bekasi.Kalau di Depok saya tahu karena saya pernah kost di sana selama delapan tahun (nyaris menjadi mahasiswa abadi), pola makan mahasiswa UI dan Universitas Gunadarma memang gila-gilaan.Mereka memang sedang tumbuh, he..he... Saya juga ingat setelah tahun baru, biasanya tarif kost naik menyesuaikan dengan tingkat inflasi.... alamak.Kalau di Bekasi, no comment.Saya belum pernah tinggal di sana.Atas dasar pantauan inflasi yag cukup tinggi di kota-kota tersebut, maka BI melalui Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah) terus melakukan koordinasinya. Secara khusus, koordinasi juga dilakukan di wilayah Jawa Barat dan Banten.

Saya jadi ingat, setiap gaji sebagai PNS naik, harga-harga ikut naik.Padahal gaji belum dibayarkan (alias dirapel) tapi harga-harga sudah naik duluan.Berarti selain Ramadhan PNS juga penyebab inflasi di Indonesia ya....Tapi menurut bojoku alias mantan pacar alias isteri, bahwa inflasi selalu berada dibawah rata-rata kenaikan gaji PNS.Buktinya gaji PNS naik 6%, inflasi menurut BI hanya tumbuh 4,5%+1%.Berarti kalau gaji PNS naik 10%, inflasi sekitar 8% atau lebih rendah lagi ya........Ya, bisa jadi isteri saya benar.Karena selama ini besaran inflasi selalu berada dibawah besaran kenaikan gaji PNS.Lalu kenapa tidak dibuat gaji PNS naik 10% dan inflasi tetap 0% .Kan enak tuh?Malamnya saya ceritakan hal ini kepada isteri yang (kebetulan) punya gelar sarjana ekonomi.

“Enak tidak Mah kalau begitu.Bagaimana caranya agar BI bisa membuat kebijakan inflasi 0%.Akan Papah anggap Gubernur BI itu setangeh dewa,” ujarku sambil mengutip lirik lagu Iwan Fals, Manusia Setengah Dewa.

“Lho Papah jangan salah.Inflasi bukan sesuatu yang buruk lho.Justru inflasi 0% membuat sesuatu menjadi buruk.Ketika harga naik memang pembeli barang dan jasa akan membayar lebih banyak.Otomatis penjual barang dan jasa mendapatkan lebih banyak penghasilan dari penjualan mereka.Adanya kenaikan penghasilan ini juga mengakibatkan peningkatan produksi dan kenaikan penghasilan dari pekerja.Jadi infasi sendiri tidak mengurangi daya beli masyarkat.”

“Oh begitu ya, Mah.Jadi inflasi 0% itu justru tidak baik.”

“Iya dong, otomatis penjual tidak mendapat penghasilan lebih dari produk barang dan jasa mereka.Demikian juga dengan kapasitas produksi dan penghasilan para pekerjaan.Akibatnya pembangunan mandek dan otomatis jumlah pengangguran meningkat.”

Wah, semakin malam kok ngobrolnya semakin berat ya....mestinya yang romatis saja ya.....Tapi saya memang penasaran mengenai inflasi ini.

Kita ambil contoh terbaru yang dikutip dari situs ekbis.sindonews.com, mengenai inflasi di Spanyol yang jatuh hingga 0% pada Juni 2014 di tengah upaya Zona Euro menangkis ancaman gelombang deflasi.Harga konsumen di ekonomi terbesar keempat Zona Euro itu pada Juni tidak berubah dari tahun lalu, dibatasi menurunnya makanan, minuman ringan, dan tarif listrik. Hal ini mencerminkan permintaan domestik yang lemah di Spanyol, masih berjuang dengan tingkat pengangguran 26%, bahkan ketika ekonomi perlahan-lahan mengembang setelah bangkit pada pertengahan 2013 dari resesi double-dip.Pertanyaannya, double dip itu sendiri apa ya?Menurut Ketua Biro Riset Ekonomi Nasional Amerika Serikat, Robert Hall, double-dip menyerupai resesi yang berkelanjutan yang diselingi oleh beberapa periode pertumbuhan, kemudian diikuti oleh penurunan panjang dalam bidang perekonomian.

“Dalam ilmu ekonomi, inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang antara 10%-30% setahun; berat antara 30%-100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun.Jadi inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah itu masih termasuk inflasi ringan dan wajar, Pah,” imbuh isteri saya.

Saya manggut-manggut antara mengerti dan mengantuk.Sudah tengah malam dan besok harus masuk kantor.

Sebelum tidur, saya bertanya-tanya, apa peran BI sebagai bank sentral untuk mengatasi inflasi ini?Saya tidak berharap lagi bahwa inflasi akan 0%, tetapi saya berharap bahwa inflasi tahun ini tidak terlalu tinggi.

Keesokan harinya saya baru tahu bahwa target besaran inlasi ini sudah ditentukan Pemerintah dan BI bertugas menjaga agar target inflasi tidak meleset.Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No.66/PMK.011/2012 tentang Sasaran Inflasi tahun 2013, 2014, dan 2015 tanggal 30 April 2012  sasaran inflasi yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk periode 2013 – 2015, masing-masing sebesar 4,5%, 4,5%, dan 4% masing-masing dengan deviasi ±1%.Berikut adalah target inflasi dan aktual inflasi hingga 2001 – 2013, serta target inflasi tahun 2014-2015.

Bandingkan dengan tingkat inflasi di Amerika Serikat pada bulan Juli mencapai 2%, sementara di Jerman dan Inggeris yang mencapai 1,6%, atau Malaysia sekitar 3,2%.

Tabel perbandingan Target Inflasi dan Aktual Inflasi

Tahun

Target Inflasi

Inflasi Aktual
(%, yoy)

2001

4% - 6%

12,55

2002

9% - 10%

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun