Situng) dari Pemilu sebelumnya. Meskipun diatur dalam Keputusan KPU Nomor 66 Tahun 2024, sejumlah kontroversi dan kritik mengelilingi keamanan dan kredibilitas aplikasi ini.
Sirekap, singkatan dari Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik, menjadi sorotan utama dalam Pemilu 2024 sebagai aplikasi pengganti Sistem Informasi Penghitungan Suara (Keterbukaan dan Kritik Publik
Ketua KPU, Hasyim Asy'ari, menegaskan bahwa Sirekap diimplementasikan dengan prinsip keterbukaan, memungkinkan publik untuk melaporkan kesalahan data. Namun, di tengah kejelasan ini, muncul skeptisisme dari berbagai kalangan masyarakat, termasuk pakar dan pemerhati Pemilu di media sosial.
Beberapa pihak telah mengutarakan keraguan terkait keamanan aplikasi Sirekap, khususnya terkait potensi risiko kecurangan dalam proses rekapitulasi hasil Pemilu. Keberlanjutan kepercayaan masyarakat terhadap integritas pemilihan sangat penting, dan kekhawatiran tersebut menyoroti urgensi untuk memastikan keamanan dan transparansi dalam setiap tahapan Pemilu. Adanya keraguan ini menimbulkan tantangan bagi penyelenggara pemilihan untuk memberikan penjelasan yang memadai dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna memastikan keabsahan dan kepercayaan hasil pemilihan.
Sebagai tanggapan terhadap kekhawatiran tersebut, beberapa saran telah diajukan untuk meningkatkan integritas aplikasi Sirekap. Salah satu saran yang mencuat adalah membatasi fungsi Sirekap hanya sebagai pengumpul foto C1 plano tanpa tabulasi data nasional. Pendekatan ini diharapkan dapat mengurangi potensi risiko manipulasi data yang mungkin terjadi dalam proses rekapitulasi. Namun, implementasi saran tersebut juga memerlukan pertimbangan matang terkait dengan keterbacaan dan akurasi hasil akhir, sehingga perlu dilakukan kajian mendalam sebelum pengambilan keputusan terkait perubahan fungsi aplikasi.
Keseluruhan, perdebatan seputar keamanan aplikasi Sirekap menjadi cermin betapa pentingnya menjaga integritas dan kepercayaan dalam pelaksanaan Pemilu. Pihak terkait perlu bersikap responsif terhadap kekhawatiran masyarakat, memastikan bahwa setiap langkah yang diambil bertujuan untuk meminimalkan risiko kecurangan dan menciptakan proses pemilihan yang transparan serta dapat dipertanggungjawabkan.
Kritik Terkait Akses Menu "Tambah Suara"
Salah satu sorotan kritis yang mencuat terkait aplikasi Sirekap adalah dugaan pengondisian menu "tambah suara" hanya untuk paslon dengan nomor urut 02. Kritik ini muncul karena menu tersebut tampaknya hanya dapat diakses untuk pasangan calon nomor urut 01 dan 03, meninggalkan pertanyaan besar terkait kesetaraan dan netralitas aplikasi tersebut. Keberlanjutan upaya untuk memastikan bahwa setiap langkah dalam proses rekapitulasi pemilihan bersifat adil dan terbuka menjadi esensial untuk menjaga kepercayaan publik terhadap hasil Pemilu.
Video yang menunjukkan perubahan drastis perhitungan fisik setelah dipindai ke Sirekap turut menambah keraguan publik terhadap integritas aplikasi ini. Kecurigaan terhadap potensi manipulasi data menjadi semakin kuat, dan ini menyoroti perlunya pihak penyelenggara pemilihan untuk memberikan penjelasan yang transparan dan menyeluruh terkait keandalan sistem tersebut. Keterbukaan dan akuntabilitas dalam mengatasi setiap kelemahan atau ketidakjelasan dalam aplikasi Sirekap menjadi kunci untuk memulihkan kepercayaan masyarakat dan memastikan integritas hasil pemilihan.
Dalam menghadapi sorotan kritis ini, penyelenggara pemilihan diharapkan untuk bersikap responsif dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap fungsionalitas aplikasi Sirekap. Langkah-langkah perbaikan dan peningkatan keamanan harus diambil untuk memastikan bahwa setiap pihak merasa yakin terhadap keberlanjutan dan keadilan dalam seluruh proses pemilihan.
Respons KPU Terhadap Kritik Publik
Meskipun munculnya kritik terhadap keamanan dan fungsionalitas Sirekap, KPU melalui Hasyim Asy'ari memberikan tanggapan. Ia menyatakan bahwa hasil penghitungan suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) dicatat dalam formulir C-1 hasil plano, yang kemudian dipindai dan dikirim ke pusat data. Hasyim menekankan bahwa jika ada perbedaan antara hasil Sirekap dan formulir C-1 yang diunggah, maka formulir C-1 yang dijadikan acuan.
Dalam konteks rekapitulasi Pemilu, Hasyim memberikan penjelasan bahwa proses di tingkat kecamatan tetap mengacu pada formulir C-1. Menurutnya, hasil plano yang terdapat di dalam kotak secara fisik dibuka dan ditampilkan untuk memastikan kejelasan data. Dalam proses ini, formulir C-1 di dalam kotak menjadi acuan utama. Dengan pendekatan ini, Hasyim menekankan pada pentingnya sinkronisasi data antara hasil plano yang terpampang dan formulir C-1, yang akan digunakan sebagai landasan untuk rekapitulasi hasil Pemilu di tingkat kecamatan.
Penjelasan Hasyim memberikan gambaran tentang praktik rekapitulasi yang dijalankan di tingkat kecamatan, menunjukkan bahwa formulir C-1 memiliki peran sentral dalam memastikan keakuratan dan keterbacaan data. Proses pembukaan kotak dan pemeriksaan langsung terhadap hasil plano menegaskan transparansi dalam pelaksanaan rekapitulasi serta memastikan bahwa data yang digunakan sebagai dasar keputusan benar-benar mencerminkan hasil pemilihan yang sah dan akurat.