[caption caption="true love"][/caption]Warna pekat merajai langit sore itu. Bias-bias sang mentari terlihat samar tertutupi oleh sang awan kelabu yang menggantung di kaki langit. Hembusan angin kencang serta awan kelam bergesekan menimbulkan sebuah kilatan cahaya putih mengerikan diiringi suara petir yang saling sahut menyahut sepersekian detik sanggup menggetarkan jantung lebih cepat dari biasanya. Rintik hujan membasahi bumi perlahan, dengan alurnya yang selalu sama, hujan selalu berhasil membuat setiap sudut kota basah karenanya.
Derap langkah kaki yang terburu-buru terdengar di tengah hujan yang kian menderas, bahkan suaranya nyaris tertelan oleh bunyi air yang beradu dengan jalan. Pemilik kaki tersebut adalah seorang pemuda berusia tujuh belas tahun dengan rambut yang disemir kecokelatan. Payung hitam yang ia genggam rupanya tak bisa melindunginya dari hujan. Berkali-kali ia menggeser posisi payung ke depan atau ke belakangnya, berusaha agar hujan tidak semakin membasahi pakaiannya. Jaket tebal yang ia kenakan tak sanggup menghangatkan tubuhnya dari terpaan angin yang berhembus kencang. Udara dingin serta percikan air hujan yang terbawa angin dan menerpa wajahnya mengundang rasa kantuk luar biasa. Kedua matanya terasa berat, seakan-akan kelopak matanya ingin menyatu satu sama lain.
Ekor mata pemuda tersebut menangkap sebuah kursi panjang di pinggir jalan, tanpa pikir panjang ia melangkah menuju kursi itu untuk sejenak mengistirahatkan tubuhnya meskipun derasnya hujan membasahi seluruh tubuhnya. Dia tak perduli pada tubuhnya saat ini ia hanya butuh sendiri, menenangkan pikirannya walau hanya sejenak saja. Ia lelah hatinya butuh istirahat untuk beberapa saat. Kevin Lee namanya, seorang anak dari keluarga kolongmerat. Siapa yang tak tau dia, pria tampan yang memiliki banyak bakat dalam berbagai bidang, ia ramah, baik hati, dan pintar bahkah semua murid di sekolahnya sangat mengaguminya namun itu semua hanya topeng. Semua itu hanya agar ia terlihat sempurna dimata teman dan gurunya.
Sosok yang sebenarnya adalah sosok monster terutama untuk Tiffany Lee yang notabennya adalah adik kandugnya sendiri. Kevin selalu bersikap kasar pada adik kandungnya selalu memakinya hanya karena Tiffany yang memiliki sifat berbanding terbalik dengannya, gadis itu bodoh dalam segala hal. Catat ! itu dalam segala hal, Kevin benci orang bodoh itulah alasan yang selalu ia tekankan dalam hatinya. Akhirnya ia bangkit dari duduknya dan berjalan menuju rumah yang lebih tepatnya neraka baginya. Ia terdiam sejenak menatap pintu bercat coklat di hadapannya lalu membukanya pelan, saat ia masuk ia melihat sang adik sedang duduk melamun di ruang tamu. Kevin menatapnya dengan mata sendunya.
“Ah ! Kau masih hidup ternyata gadis bodoh ?” Ucap Kevin sarkatik.
“Tentu saja aku masih hidup.” Balas Tiffany santai, sesaat Kevin terkejut karena biasanya sang adik hanya akan diam saat ia memakinya.
“Ckckck... untuk apa kau hidup jika tak berguna sama sekali, lebih baik kau mati saja.” Ujar Kevin. Ia menatap adiknya yang kini berjalan kehadapannya lalu,
“Lebih baik kau saja duluan yang mati. Kau pikir kau kakak yang berguna? HAH!”
Kevin semakin menatap tajam ke arah Tiffany.
“PLAK!!”
Kevin menampar pipi Tiffany keras, membuat gadis itu memegang pipinya yang panas akibat tamparan Kevin.
“Kau...” bibir Tiffany bergetar, air matanya mulai turun membasahi pipi tirusnya.
Kevin tercengang ditempatnya, sejujurnya ia tak berniat menampar wajah Tiffany. Ia merutuki perbuatannya sendiri saat ini, bahkan ia sampai membuat Tiffany menangis. Jujur saja, baru pertama kali ini Kevin melihat Tiffany menangis dihadapannya. Meski setiap hari hinaan, cibiran, bahkan perlakuan buruk Kevin berikan pada Tiffany, namun Tiffany belum pernah menunjukan air matanya.
“AKU MEMBENCIMU KEVIN LEE !!” Teriak Tiffany lalu berlari keluar rumah.
“Tiffany! Tiffany!” Panggil Kevin.
‘Bodoh, apa yang kau lalukan Kevin. Kau membuatnya semakin membencimu saat ini.’
Aku adalah kakak yang buruk, Aku adalah kakak yang sialan. Aku sama sekali tidak pantas menyandang sebutan “Kakak”. Sejak aku menyadari sesuatu yang janggal dalam diriku, aku menyembunyikan hasratku ini dengan mencacinya lebih kasar dari siapapun, selama bertahun-tahun. Ya, semua itu karena aku mencintainya sebagai seorang wanita ‘Aku mencintai adik kandungku sendiri’ lucu bukan ?. Aku tahu, ini semua tidak wajar, tak seharusnya aku mencintai Tiffany. Selagi aku terombang-ambing dalam ketidakwajaranku, aku berusaha keras agar aku terlihat sempurna di depan semua orang. Baik dalam pelajaran maupun pergaulan.
Kedua orang tuaku pun menganggapku sebagai kakak yang bergelar murid teladan. Dan dengan kekanakan aku memperlakukan Tiffany sebagai produk gagal. Aku mencacinya setiap hari, menghinanya, membuatnya menjadi gadis yang haus akan kasih sayang.
Tiffany adalah gadis yang sangat ingin dicintai oleh siapapun.
Dan aku berhasil membuatnya menderita seperti itu.
“Tiffany” Lirihku “Aku sangat mencintaimu.”
Aku tergesa-gesa untuk mencari secarik kertas. Setelah dapat, aku langsung menuangkan segala perasaan yang membunuhku beberapa tahun silam. Perasaan cinta yang salah, perasaan cinta terlarang. Menyukai adik kandungmu sendiri, bukankah itu kesalahan ?
‘Dengan begitu, kau pasti akan bahagia dengan orang lain Tiffany Lee.’
Dengan hati-hati Tiffany melangkahkan kakinya memasuki rumahnya. Setelah dua hari dia enggan untuk menginjakan kaki di rumah itu. Jangan tanyakan kemana Tiffany pergi selama dua hari lalu, ya tentu saja ia akan menginap di rumah salah seorang teman SMP nya.
‘Apa tidak ada orang di rumah?’ batin Tiffany.
Tiffany pun mulai berlari ke kamar Kakaknya. Aneh, pintunya tidak terkunci dengan perlahan Tiffany pun membuka pintu kamar kakaknya. Baru pertama kali nya setelah beberapa tahun terakhir Tiffany tidak pernah mengunjungi kamar kakaknya. Dan kali ini untuk pertama kalinya Tiffany memasuki kamar kakaknya.