Dia adalah anugrah terindah yang perah Tuhan kirimkan untukku. Dia menjelma menjadi sebuah mentari yang kan selalu membakar semangat ku. Dia adalah tempatku membagi semua apa yang aku rasakan. Dia kan tetap menjagaku sampai dia melihatku terlelap. Namun, dia yang ku tahu, kini telah berubah. Dia yang dulu begitu hangat, kini dingin laksana sebidang es. Dia yang dulu lembut kini keras tak ubahnya seperti batu. Kadang jika hari sudah gelap, aku kan meratapi itu semua, bersama sang bulan yang tersenyum pucat diatas sana. Aku mencari sebuah jawaban yang tersembunyi dari itu semua. Aku mencari, mencari, dan mencari. hingga akhirnya akupun menemukan titik terang itu, jawaban yang sebelumnya telah bersarang di otakku. Hingga... "Adit !" panggilku sedikit terpekik. Dia-Aditku ,menatapku tajam, seperti tatapan seekor elang pada buruanna yang lemah tak berdaya. Tangannya yang sedang menggenggam erat tangan gadis itu, begitu membuat hati dan perasaanku terbakar. Aku terpaku, terdiam ditempatku berdiri. Perasaanku hancur dan kini telah berubah menjadi serpihan-serpihan kecil. Adit melepaskan tangannya dari tangan gadis itu. "Za..Zahra..." Entah mengapa, saat dia memanggil namaku , rasanya sangat sakit dan perih. Sejurus kemudian dia membawaku menjauh dari tempat itu. Aku tak kuat lagi.. aku tak kuat ... meneteslah air mata ini, turun berarak menuruni pipiku membawa semua perasaanku adit berlutut dihadapanku. "zahra.. maafkan aku.. aku gak bermaksud menyakiti perasaan kamu.." aku membisu. sebenarnya aku ingin menumpahkan semuanya. namun aku tak sanggup. aku terlalu lemah untuk mengatakan semuanya. aku menunggu penjelasan apa lagi yang akan dia berikan. " alu tahu aku salah. kamu boleh pukul aku, kamu boleh tampar aku, kamu boleh ngapain ajah. tapi aku ingin memberikan sedikit kebahagiaan untuk gadis itu. aku tidak mau dia meninggalkan dunia ini dengan kesedihan ,...." "dia ... kenapa?" tanyaku dengan bibir bergetar. "dia... sakit kanker, yank.. dokter memperkirakan usianya sekitar 2 minggu lagi. kankernya sudah tidak bisa lagi ditangani oleh tim medis..." yank? dia masih memanggilku sayank? "hmz, jadi ... ini yang membuat kamu berubah?" "aku gak berubah, aku hanya meluangkan waktuku untuk menemani saat-saat terakhirnya ... " aku mendesah. aku berusaha rela, namun sebenarnya aku benar-benar tak rela "zahra, aku minta waktu buat dia ya,.." aku mengangguk lemah, tak berdaya. adit memelukku, dan ketika dia hendak mengecup bibirku aku menghindarinya. " kenapa?" tanya adit aku hanya menggeleng. " sudahlah,.. aku mengerti. temani dia ya... hari sudah sore, aku harus pulang.." akupun pergi meninggalkan dia yang masih terdiam memandangiku dari belakang.
***
pikiranku kacau. aku pusing dengan semua ini. apalagi sejak saat itu. dia tak pernah lagi menemuiku.
hatiku bergemuruh dengan suara-suara kebencian , kekesalan dan kekecewaan. Namun sungguh, aku hanya bisa pasrah dengan semua ini.
Pintu pagar rumahku yang tinggi terbuka. Sebuah mobil hitam masuk dan berhenti didepanku. Aku kenal mobil itu.
Adit keluar dari mobil dan mengeluarkan kursi roda lalu memangku gadis yang waktu itu ku lihat. Adit mendudukannya di kursi roda. Adit lalu mendorong kursi roda gadis itu kearahku.
"Zahra..." gumam gadis itu . Wajahnya pucat, kepalanya dibebani selendang yang menutupi rambutnya yang kian menipis.
aku berusaha tersenyum kearahnya.
" adit, aku ingin berbicara berdua dengan zahra. bisa kan?"
adit mengerti. diapun menyingkir dari teras rumahku.
"zahra, maafkan aku yang telah merebut adit daimu. aku tak bermaksud seperti itu. tetapi...."