Mohon tunggu...
Giorgio Babo Moggi
Giorgio Babo Moggi Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar yang tak berhenti untuk menulis

Dream is My Life's Keyword.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mie Bikini, Remas Aku dan Pikiran Kita

6 Agustus 2016   20:49 Diperbarui: 6 Agustus 2016   21:05 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mie Bikini (Foto: Wowkeren.Com)

Sebuah brand mie bikin heboh negeri ini. Mie Bikini alias Bihun Kekinian. Namanya ini hanyalah sebuah akronim yang secara kebetulan sinonim dengan pakaian renang kaum hawa. Gambar ada kemasan pun merujuk pada breast holder. Karenanya mie ini dilabel berbau pornografi.

Penulis sulit membayangkan jika menikmati mie ini. Sensasi dan fantasi macam apa yang merasuki benak. Apakah saya langsung membayangkan pada lekak lekuk tubuh wanita.

Terlepas salah atau benar dari aspek hukum, penulis lebih melihat kreativitas remaja ini sebagai ide brilian. Ia menyadari brand atau merek sebuah produk penting dan menarik perhatian pembeli. Terbukti!

Merek dapat menggugah penasaran. Urusan rasa belakangan. Setelah terpancing, membeli dan menikmatinya, orang pun akan tergiur. Jadi sama sekali tidak ada hubungan dengan sensasi pornografi yang diakibatkan setelah menikmati mie ini.

Berbicara porno atau tidak sangat ditentukan oleh stimulus yang ada di dalam otak. Jika kita melihat wanita bertubuh seksi atau lelaki seksi kemudian otak kita langsung mengasosikan dengan seks, maka itulah pornografi. Pertanyaan, yang porno itu, wanita atau lelaki yang dilihat atau pikiran kita? Hal yang sama terjadi ketika kita melihat kemasan mie ini.

Segala tindakan kita berawal dari reaksi dari otak. Berbagai kasus pemerkosaan karena ditimbulkan oleh rangsangan yang muncul di otak. Jika seseorang mampu mengendalikan pikiran, maka pemerkosaan tidak terjadi.

Kembali soal Mie Bikini, saya kira sang pemilik tidak berniat untuk memproduksi sesuatu yang porno. Apa yang terjadi ini di luar dari bayangannya sendiri. Ia hanya bermaksud untuk menarik simpatik dan penasaran publik melalui branding yang diciptakannya. Gambar dan kata-kata pun tidak terlalu vulgar.

Penulis hanya melihat brand ini sebagai sebuah ide kreatif. Setelah saya bolak-balik ke halaman google, melihat dan membaca tulisan pada kemasannya sama sekali tidak merangsang naluriah seksualitas dalam pikiran saya.

Pertanyaan saya, jika mahasiswi yang berinisial TW, sang pemilik Mie Bikini, dijerat dengan pasal pornografi, nah bagaimana kita yang sering mengunakan kata-kata atau contoh yang cenderung berbau porno dalam pergaulan dan forum resmi. Kita mudah menjumpai pembicara mengunakan gaya komunikasi atau guyonan yang cenderung menyasar ke hal-hal yang porno. Hal ini banyak kita jumpai dalam lingkungan terdekat kita. Bagaimana langkah hukumnya? Seharusnya hal ini mendapat sanksi hukum juga agar siapapun dia bisa menjaga mulut atau kata-katanya. Karena gambar ataupun tutur kata, hemat saya sama saja, harus jauh-jauh dari hal-hal yang porno. Dari kasus ini sebenarnya, pikiran kita saja yang ngeres. Soal ijin dan lain-lain silahkan diproses dan jika ditemukan bersalah hendaknya yang bersangkutan diberi pembinaan. ***(gbm)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun