Mohon tunggu...
Giorgio Babo Moggi
Giorgio Babo Moggi Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar yang tak berhenti untuk menulis

Dream is My Life's Keyword.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Banyak Eksekutor, Minim Pemimpin (Matematika dan Leadership Skills)

27 September 2014   16:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:17 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Di satu sisi, kasus Habibi membuat kita mengenang kembali pola pengajaran matematika di sekolah. Pola menghafal perkalian, penjumlahan, pengurangan, dan pembagian.


Menghafal operasi perhitungan dasar memang mengasyikkan. Apa lagi dibuat dalam irama lagu. Nyanyian perhitungan aritmatika dasar menjadi litani rutin sebelum dan sesudah pelajaran matematika. Tujuannya supaya kita menghafal di luar kepala hasil operasi perhitungan tersebut.


Kita berjalan dengan metode ini sekian lama. Berhitung identik dengan berhafal, bukan lagi berlogika. Metode ini diwariskan secara tersistem dan turun temurun. Dari kurikulum yang satu ke kurikulum yang lain.


Memperhatikan bentuk soal yang diberikan kepada Habibi,dkk, kita pun bertanya apakah bentuk soal tersebut layak untuk anak-anak seusia mereka? Apakah dengan kemampuan nalar mereka mampu menelusuri logika penyelesaian soal tersebut?


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan instansi terkait memiliki kapabilitas untuk menjawab pertanyaan di atas. Tetapi, penulis memandang soal tersebut terlampau sulit bagi anak-anak seusia Habibi. Anak-anak seusia mereka seharusnya lebih banyak bergame ria daripada mengerjakan pekerjaan rumah yang memeras otak.


Pola pengajaran dikemas dengan permainan untuk membangkitkan motivasi anak akan pelajaran matematika. Tentu games pun yang sesuai standar usia. Asalkan games tersebut dapat memicu kerja nalar atau logika mereka. Model soal Habibi memiliki keunggulan kompetitif terutama bagi anak-anak yang kemampuan menalar yang baik (cerdas bawaan). Soal seperti ini cenderung mengarahkan anak-anak untuk menghafal pola perhitungan. Akan lebih menarik dengan dikombinasi dengan games untuk menarik minat belajar siswa.


Sedangkan soal matematika dalam bentuk cerita memiliki multi effect. Pertama, soal cerita mengasah anak untuk berpikir dan terus berpikir mengikuti alur cerita. Otaknya bekerja aktif hingga ia menemukan solusi.


Kedua, adanya soal cerita memungkinkan anak-anak untuk merancang strategi atau mengembangkan solusi yang logis.


Ketiga, soal cerita mengasah logika anak berpikir dinamis. Mencari alternatif solusi.


Terakhir, soal cerita memungkinkan anak-anak terlibat dalam kelompok, diskusi atau kerja sama. Di sini anak-anak terbiasa dengan pola team work, meskipun mereka belum tahu team work itu apa.


Pola soal cerita memiliki efek terhadap leadership skills anak. Mereka dibentuk menjadi problem solver yang baik. Namun, tidak berarti model soal Habibi tidak memiliki efek positif. Kenyataan pola ini melahirkan generasi unggul dalam berbagai kompetisi dunia seperti olimpiade sciences dan sebagainya. Tetapi, soal ini tidak berdampak pada pembentukan leadership skills.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun