Mohon tunggu...
Giorgio Babo Moggi
Giorgio Babo Moggi Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar yang tak berhenti untuk menulis

Dream is My Life's Keyword.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Seribu Alasan untuk Mencintai Messi, tetapi 5 Alasan Ini yang Paling Realistis

11 Agustus 2021   13:14 Diperbarui: 12 Agustus 2021   10:22 3602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lionel Messi dan Angel Di Maria merayakan gol ke gawang Brasil pada final Copa America 2021 di Stadion Maracana, Rio De Janeiro, Mnggu (11/7/2021) (Foto: AFP/NELSON ALMEIDA via kompas.com)

Messi dan Paris St. Germain telah mencapai kesepakatan. Messi resmi berseragam Les Parisiens, julukan klub yang bermarkas di kota Paris ini.

Kisah kepindahan Messi dari Barcelona ke Paris Saint Germain bagaikan sebuah drama yang sangat dramatis. Tergores luka yang menyebabkan duka lara, pula memantulkan kegembiraan tiada tara. Dua perasaan itu pun berbaur pada setiap hari penggemarnya.

Duka bagi mereka yang merasa kehilangannya. Mereka yang enggan membiarkan Messi berlabuh kemanapun kecuali Camp Nou.

Suka bagi mereka yang merindukan kehadirannya, klub dan fans yang mengharapkan daya sihir dan servisnya.

Kisah seorang pemuda di Malaka, Nusa Tenggara Timur, yang videonya viral - dapat menggambarkan perasaan duka yang menyayat hati. Saking cintanya pada Barcelona dan Lionel Messi, ia pun terbawa suasana emosional pasca tersebar kabar kepergian Messi dari Camp Nou.

Ibunya menenangkan dan meyakinkannya, "Messi matikah, kalau dia keluar dari Barcelona? Dia tetap hidup."

Bagi pemuda ini, dugaan penulis, ia memandang Messi dan Barcelona itu ibarat dua sisi mata uang --  tak dapat dipisahkan.

Messi adalah Barcelona, Barcelona adalah Messi. Messi tanpa Barcelona bukanlah Messi yang sebenarnya dan begitu pula Barcelona tanpa Messi bukanlah Barcelona yang sesungguhnya.

Itulah brand yang lama tercipta (dengan sendirinya) -- selama pengabdian Messi di Catalan. Benar, Messi dan Barcelona sulit diceraikan. Mereka adalah satu. Tanpa salah satunya, bukan Barcelona, bukan pula Messi. Keutuhan itu terbentuk hanya jika Barcelona dan Messi berada dalam satu ruang dan waktu yang sama.

Pemuda Malaka tak sendirian. Ternyata di luar sana, terutama di Catalan, suporter menangis, kecewa dan protes kepada manajemen Barcelona. Pula jurnalis berderai air mata mendengar kata-kata perpisahannya.

Para pemain dan mantan pemain Barca pun merasa kehilangannya tertangkap dari status media sosial mereka. Entah, di sudut lain di muka bumi, penulis yakin banyak orang mengalami hal yang sama -- bagi mereka yang mengagumi dan mengidolakan Messi dan Barcelona.

Dua perasaan di atas, entah tangis yang menyayat hati maupun suka yang terpancar dari senyum sumringah, semuanya menggambarkan suasana bathin atau perasaan yang sama. Perasaan itu adalah mencintai - mencintai Messi.

Pangkalnya adalah cinta. Kalau bukan cinta untuk apa orang harus bercucuran air mata, berkeringat dan suara berserak karena berdemonstrasi di depan markas Barcelona.

Cinta itu bukan tanpa alasan. Seperti hal seorang pria memiliki seribu alasan untuk mencintai seorang wanita.

Memang kata cinta kerap dipakai sebagai alasan yang paling general untuk menyatakan perasan atau emosi kita kepada seseorang tapi cinta bukanlah sesuatu yang abstrak dan bukan sesuatu yang atomik -- tidak dapat diuraikan lagi maknanya.

Cinta pasti punya sejuta turunannya seperti halnya ketika kita bertanya pada diri kita, "Mengapa saya mencintai Messi?" Cinta harus mampu melebur lalu menyatu.

Lionel Messi (Foto: Tribunnews.com)
Lionel Messi (Foto: Tribunnews.com)

Cinta bukan hanya urusan romantika dua insan manusia -- pria dan wanita. Cinta sesuatu yang universal tanpa sekat atau batas status sosial, agama, etnis dan jenis kelamin.

Tentang cinta orang kepada Messi, tentu memiliki beribu alasan, tapi penulis memiliki alasan tersendiri, bersyukur jika alasan-alasan ini pula dimiliki oleh para pembaca.

Pertama, Messi adalah sosok yang mampu keluar dari keterbatasannya (baca: difabel) karena mimpi (dream) yang besar.

Seorang difabel tak selamanya disematkan kepada mereka yang kakinya lumpuh, tangannya diamputasi, atau tuna wicara saja.

Penyandang disabilitas adalah mereka yang fungsi organ tubuh atau sistem tumbuh tidak tumbuh dan berfungsi secara normal.

Mereka yang berkacamata dapat masuk kategori kelompok difabel. Mereka yang kehilangan satu jari tangan atau kaki pun masuk kategori difabel.

Dan, bahkan, saat kita menua kelak, kita sedang menuju komunitas penyandang disabilitas karena penglihatan mulai rabun dan berjalan pun harus dengan bantuan tongkat atau kursi roda. Setiap orang memiliki tingkat disabilitasnya berbeda-beda; berat, sedang dan ringan.

Messi pada masa kecilnya telah divonis secara medis sebagai anak yang tidak akan mengalami pertumbuhan karena gangguan hormonal. Bukankah ia sudah termasuk kelompok difabel? Tentu Messi, seorang difabel karena hormon pertumbuhannya tidak normal seperti manusia lain.

Bayangkan saja, sejak kecil memiliki bakat luar biasa mengelola bola, mendulang prestasi dan pujian dari orang-orang sekitarnya, lalu di tengah jalan anda divonis bahwa anda tidak akan mengalami pertumbuhan, apa perasaan anda?

Bukankah anda akan merasa seperti tersambar petir di siang bolong? Membanting diri dan menangis sekuat-kuatnya? Atau, merasa keadaan tersebut memupuskan impian anda? Bayangkan ketika Messi kanak-kanak dihadapkan dengan situasi atau vonis tersebut?

Impian yang mengeluarkan Messi dari keadaan yang nyaris memupuskan masa depannya. Ia diteguhkan oleh orang-orang dekatnya, "If you want to chase your dream, nothing can't stop you" -- jika anda mengejar mimpi anda, tak ada satu pun yang dapat menghentikan anda.

Benar. Messi berada pada lingkungan yang tepat. Daya magisnya mengolah si kulit bundar telah menarik perhatian dunia hingga ia menemukan jalan lalu meninggalkan Rosario menuju Barcelona. Ia disembuhkan dari gangguan hormonal dan tumbuh normal lalu menjelma menjadi manusia alien lapangan hijau.

Pelajaran dari Messi, impian melampaui keterbatasannya (vonis tumbuh tidak normal), ia menemukan jalan dan menjadi legenda hidup sepak bola. Ia berada pada lingkungan dan orang-orang yang tepat.

Ia sadar (dorongan pikirannya) dan orang lain memungkinkan ia mewujudkan impiannya. Ia mampu mengendalikan keadaan dirinya, ia pun meraihnya, inilah hukum tarik menarik (the power of law).

Kedua, Messi sebagai pribadi yang loyal. Messi memiliki memori yang baik.

Kebesarannya tak menyebabkan dirinya angkuh dan apalagi melupakan orang-orang atau pihak yang telah berjalan bersamanya dalam mewujudkan impiannya.

Tak dipungkiri, selain ayahnya, Barcelona adalah dibalik kesuksesannya meraih impian. Di tangah Barcelonalah, Messi dirawat hingga akhirnya vonis masa kecil yang dijatuhkan padanya berlalu.

Ia tumbuh normal dan bahkan menjadi pemain besar. Itu sebabnya, Messi memilih bertahan untuk mengabdi pada Barcelona. 

Sepak bola bukan hanya soal mencari tantangan pada liga yang berbeda demi membuktikan diri sebagai Greatest of All the Time (GOAT), lebih dari tentang loyalitas. 

Messi bukan sosok bak kacang lupa kulit. Messi tahu diri, ia bisa karena Barcelona. Baginya, prestasinya adalah akibat dari kinerjanya di lapangan hijau, loyalitas nomor satu.

Itulah yang ditunjukkannya hingga detik-detik perpisahannya dengan Barcelona. Perpisahannya bukan karena keduanya (Barcelona dan Messi) tidak saling setia lagi atau Messi tidak loyal lagi, keadaanlah (regulasi La Liga) yang tak memungkinkan Messi bertahan sementara ia harus terus meniti karier menjelang masa pensiunnya.

Dan, ingat, loyalitas Messi tak hanya ditunjukkan kepada Barcelona yang 'membesarkannya' (sebagai klub dan tim), pula kepada kepada istri dan tiga putranya.

Ketiga, Messi lebih dari sebagai seorang kapten (captain).

Tak semua pemain menjadi kapten. Dari sekian banyak pemain yang dimiliki klub, mungkin hanya 2-3 orang yang berpotensi menjadi kapten.

Menjadi kapten pasti memiliki syarat. Syarat itu adalah jiwa kepemimpinan. Ke(pemimpin(an) adalah roh dari tim. Ia mampu menggerakan anggota tim, membakar daya heroik tim dan menjadi suri tauladan tim.

Dalam pengamatan penulis, Messi tak sekedar kapten yang bertugas hanya di lapangan hijau selama 2 x 45 menit plus ekstra time. Ia adalah pemimpin bagi tim di dalam dan luar lapangan. Seorang kapten hanya berbicara dan memperhatikan anggota tim seputar permainan sepakbola, tetapi seorang kapten yang berkarakter pemimpin peduli (care) dengan pemain hingga di luar lapangan.

Ia tak hanya peduli dengan sesama pemain, juga keluarga para pemain. Hubungan yang akrab dan hangat ini terekspose dari sejumlah pemain Barcelona melalui status media sosial. Sebut saja Ansu Fatti, dan kawan-kawan.

Pemimpin yang berjiwa kepemimpinan demikian adanya. Ia tak hanya peduli rekan-rekannya saat di lapangan, juga di luar lapangan (keluarganya). 

Mereka tak semua memiliki karakter ini, tetapi Messi memilikinya. Sangat wajar, jika banyak pemain Barca yang merasa kehilangannya.

Keempat, sosok yang rendah hati. 

Kepribadian Messi yang rendah hati tak terbantahkan. Ini dapat dilihat dari sikap dan perilaku di dalam dan luar lapangan. 

Tak ada satu pernyataan yang menyombongkan dirinya. Ia selalu rendah hati mengatakan di luar sana masih ada pemain yang lebih baik daripada dirinya. Tak segan pula ia memuji pemain yang memiliki bakat luar biasa.

Sebagai manusia normal, dengan sederetan prestasi pribadi dan klub, bisa saja menjadi alasan dirinya untuk angkuh, arogan dan mungkin juga pongah, tetapi Leo Messi sama sekali jauh dari sikap dan perilaku itu.

Terakhir, Messi adalah entertainer sejati. 

Bagi yang beraliran sepakbola pragmatis, teknik atau skill pemain atau tim bukan hal utama, yang penting adalah pemain menyarangkan bola ke gawang lawan apapun prosesnya. Titik.

Barcelona era Messi (selama Messi bermain) mempertontonkan sepak bola indah (tiki-taka) yang menghibur. Mereka memperlihatkan kelas yang berbeda -- entah dalam keadaan kalah atau menang.

Hal itu sangat menghibur penonton dan menempatkan sepakbola sebagai olahraga yang memiliki estetika -- tidak sekedar adu tenaga dan kecepatan.

Soal ini, Messi adalah sang maestronya dalam melakukan dribbling, gerakan tubuh dan melesakkan bola ke gawang.

Benar, dalam sepakbola, goal adalah tujuan dari permainan, tetapi proses tak kalah penting untuk mencapai gol tersebut, itulah yang dibuktikan Messi sebagai pemain dan entertainer lapangan hijau sejati.

Lima poin di atas sangat beralasan dan realistis untuk menyatakan cinta kepada Lionel Messi. 

Karena cinta itu pula kita harus melapangkan hati untuk mendukung kemanapun Messi melabuhkan kariernya. Pilihannya adalah pilihan kita -- jika kita mencintainya -- karena cinta itu melebur dan menyatukan antar yang mencintai dan dicintai.

Demi cinta kepada Messi, kita jangan memasung kakinya. Biarkan ia melangkah kemananpun ia mau pergi. Karena ia tahu apa yang dia dan kita mau. Kita harus mengamini wanita Malaka yang menghibur putranya, "Messi matikah, kalau dia keluar dari Barcelona? Dia tetap hidup."

Sepakat dengan ibu ini, Messi tetap hidup dimana saja, tugas kita adalah hanya melapangkan kepergiannya. Karena cinta harus membebaskan - membebaskan diri kita dari ego dan mendorong orang yang kita cintai dengan pilihan dan kehendak bebasnya. * (gbm)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun