KPU. Apa lagi yang diragukan?
Hasil Pilpres 2019 menuai polemik. Perdebatan panjang tiada akhirnya. Dimulai dengan "pengklaiman" kemenangan, Kubu 02 pun melakukan deklarasi diri sebagai pemenang Pilpres 2019. Hasil berkata lain. Lembaga survei, berdasarkan quick count menunjukkan secara statistik (angka-angka) kemenangan berada di Kubu 01. Hasil quick count tak berbeda jauh dengan hasil real countNamun, hasil lembaga survei dan KPU tak diterima baik bahkan ditolak oleh Kubu BPN. Argumentasi satu-satunya Kubu Prabowo-Sandi, berdasarkan hitungan mereka sendiri, Prabowo-Sandi menang atas Jokowi-Ma'ruf. Pengklaiman persentasi kemenangan pun berubah-ubah.
Soal ini publik telah mengikuti perdebatan di berbagai ruang publikasi, media cetak, televisi hingga media online. Tentu saja pengklaiman ini membuat semua pihak lelah. Kubu TKN, Wiranto, sampai mengeluarkan pernyataan bernada sinis sebagaimana dilansir media Kompas.Com (29/04/2019).
"Pemilu ini kan sudah dilaksanakan dengan baik, terlaksana dengan baik, enggak bisa kemudian menghitung sendiri, mengklaim sendiri, mendeklarasikan sendiri. Orang lain ngomong enggak boleh, kemudian menuduh yang lain curang," ujar Wiranto di kantor Kemenko Polhukam.
Pernyataan Wiranto ada benarnya. Sangat tidak masuk akal jika kubu PBN menghitung sendiri perolehan suara Prabowo-Sandi, mengklaimnya lalu mengumumkan atau mendeklarasikan kemenangan sendiri, lalu apa tugas Komisi Pemilihan Umum?
Apa yang dilakukan kubu BPN di luar nalar demokrasi yang sesungguhnya. Apa yang dilihat dari "perilaku politik", mereka mengalami sesat berdemokrasi dan mengingkari hukum yang mengatur KPU sebagai "hakim" terhadap rivalitas politik ini. Bila KPU, metode ilmiah dan semua pihak mereka tidak percayai, maka kebenaran mereka yang paling hakiki. Jika demikian, lalu dengan apa atau siapa pembandingnya untuk menyatakan bahwa mereka benar?
Berbagai upaya telah dilakukan oleh Kubu 02. Mulai dari membangun opini tentang Pemilu yang curang hingga tudingan-tudingan yang menyudutkan pihak sebelah. Hal lain yang tak kalah mengejutkan yakni Fadli Zon yang menyoalkan Linux sebagai sistim operasi linux gratisan dan keamanannya yang rentan. Hal ini disampaikan Fadlin Zon ketika melakukan sidik ke Kantor KPU RI.
"Setelah melihat langsung ke lokasi server di kantor KPU RI, kondisi ruang penyimpanan server sangat tidak representatif. Sistem yang digunakannya juga sederhana. Operating system-nya menggunakan Linux, database mysql, dan program php. Program-program tersebut bahkan bisa diperoleh gratis. Secara fisik, server KPU itu tak representatif. Seorang ahli IT menaksir dari segi biaya server KPU itu di kisaran 1-2 miliar rupiah. Begitu pun dengan operation room-nya," kata Fadli (Detik.Com, 06/05/2019).
Pernyataan Fadli Zon seperti orang yang kehabisan akal untuk memperdayai KPU setelah berbagai cara yang mereka tempuh tak mempan menggoyahkan KPU. Lantas ia masuk dan mengomentari wilayah yang ia sendiri tidak paham.
Fadli Zon boleh jadi mendapatkan bisikan dari orang-orang yang setengah pengetahuannya tentang Linux. Bisa pula Fadli Zon mengandalkan pengetahuan ceteknya yang diperoleh dari beragam informasi internet atau omongan di sekitarnya.
Sangat disayangkan level seorang Fadli Zon mengeluarkan pernyataan ini. Bambang Purnomosidi, dosen perguruan tinggi swasta di Yogyakarta, di wall facebook, (Senin, 06/05/2019) menulis demikian:
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!